Senin, 15 September 2008

PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN DI DUNIA MIMPI

Salam dunia mimpi,
Bapak-bapak dan Ibu-ibu dunia mimpi yang saya hormati, kalau tadi teman-teman saya memaparkan beberapa alasan mengapa perubahan struktur organisasi pelaksana disekolah sangat dinamis. Namun pada kesempatan ini saya ingin menyoroti pendidikan dalam perspektif filosofis. Saya yakin apa yang saya bicarakan ini dapat diterima mengingat orang yang berbicara dihadapan saya adalah orang-orang terpelajar.
Hadirin, seperti yang kita pahami tidaklah mungkin suatu dunia berjalan tanpa perubahan. Termasuk pendidikan! Karena bagaimanapun pendidikan sebagai bagian dari budaya suatu masyarakat akan terus berubah mengikuti kecenderungan dan kemajuan budaya itu sendiri. Adalah suatu keniscayaan apabila pendidikan terus mengalami penyesuaian dengan tingkat kebutuhan dimana kebudayaan tersebut berkembang.
Pendidikan adalah suatu metode sistematis yang diciptakan oleh suatu masyarakat untuk mempersiapkan generasi berikutnya dalam menghadapi perkembangan problematika hidup yang dihadapi pada zamannya. Maka akan sangat ironis apabila menghadapi perkembangan dan perubahan zaman dan budaya, pendidikan justru stagnan, berhenti dan mandeg. Adalah suatu pekerjaan yang sia-sia apabila kita ingin memaksakan pendidikan harus stagnan dan mati.
Apabila ada sekelompok orang yang memaksakan pendidikan harus berhenti dari perubahan maka orang tersebut, masyarakat tersebut berarti sedang menggali kuburannya sendiri. Itulah yang membedakan pendidikan dengan kesenian. Kesenian adiluhung adalah kesenian yang mampu mempertahankan keasliannya ditengah-tengah perubahan yang sangat besar. Tapi pendidikan adalah sebaliknya, adalah pendidikan yang maju apabila bias dengan cepat beradaptasi dengan segala perubahan jaman.
Perubahan itulah yang pada akhirnya akan melahirkan suatu kreatifitas dan inovasi yang tinggi dan akhirnya akan melahirkan generasi penerus bangsa atau masyarakat yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan jaman.
Manusia yang terjebak pada nostalgia romansa yang sentimental akan berusaha agar perubahan itu tidak terjadi atau apabila terjadi perubahan pun maka perubahan itu harus sama dengan apa yang dia bayangkan atau imajinasikan. Dimana perubahan itu pada akhirnya hanyalah fatamorgana yang menipu dan tidak menghasilkan apapun. Bapak-bapak dan ibu-ibu dunia mimpi yang saya hormati, oleh karena itu maka hanya satu kata…perubahan !!!!!!
Perubahan dalam dunia pendidikan bukanlah perubahan yang membabi buta atau tanpa perhitungan, karena perubahan yang melanggar aturan akan berarti bunuh diri. Perubahan yang di buat haruslah perubahan yang membawa kepada kebaikan baik secara sistematika pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maupun perubahan pada perkembangan tekhnologi..
Perubahan bertanggungjawab adalah perubahan yang didasari oleh kepercayaan untuk berkembang yang diberikan oleh semua unsure yang terlibat dalam pendidikan itu sendiri.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang sudah cukup tua dan berpengalaman sangat memahami tentunya pagar dan aturan dalam pelaksanaan perubahan pendidikan. Dan kepercayaan yang diberikan sekolah kepada pelaksana pendidikan tentunya akan sangat berarti bagi kemajuan pendidikan di sekolah itu sendiri. Tidak mungkin ada perbaikan dan pertumbuhan tanpa perubahan, termasuk di dunia pendidikan umumnya dan sekolah pada khususnya.
Sekolah sebagai bagian dari dunia pendidikan tentunya juga masuk dalam siklus keniscayaan untuk berubah. Dan perubahan ini terus melaju tanpa terbendung oleh stagnasi pendidikan yang terjadi ditingkat nasional. Berbagai macam inovasi, perubahan dan kreatifitas yang dilakukan pelaku pendidikan di sekolah ini terus berlanjut dengan segala tantangan dan hambatan. Dan hasilnya????????
Masyarakat sendiri mampu terus menambah kepercayaan pelaksanaan pendidikan putra-putrinya kepada sekolah kita.
Agustus 2007
Selengkapnya...

PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN DI DUNIA MIMPI

Salam dunia mimpi,
Bapak-bapak dan Ibu-ibu dunia mimpi yang saya hormati, kalau tadi teman-teman saya memaparkan beberapa alasan mengapa perubahan struktur organisasi pelaksana disekolah sangat dinamis. Namun pada kesempatan ini saya ingin menyoroti pendidikan dalam perspektif filosofis. Saya yakin apa yang saya bicarakan ini dapat diterima mengingat orang yang berbicara dihadapan saya adalah orang-orang terpelajar.
Hadirin, seperti yang kita pahami tidaklah mungkin suatu dunia berjalan tanpa perubahan. Termasuk pendidikan! Karena bagaimanapun pendidikan sebagai bagian dari budaya suatu masyarakat akan terus berubah mengikuti kecenderungan dan kemajuan budaya itu sendiri. Adalah suatu keniscayaan apabila pendidikan terus mengalami penyesuaian dengan tingkat kebutuhan dimana kebudayaan tersebut berkembang.
Pendidikan adalah suatu metode sistematis yang diciptakan oleh suatu masyarakat untuk mempersiapkan generasi berikutnya dalam menghadapi perkembangan problematika hidup yang dihadapi pada zamannya. Maka akan sangat ironis apabila menghadapi perkembangan dan perubahan zaman dan budaya, pendidikan justru stagnan, berhenti dan mandeg. Adalah suatu pekerjaan yang sia-sia apabila kita ingin memaksakan pendidikan harus stagnan dan mati.
Apabila ada sekelompok orang yang memaksakan pendidikan harus berhenti dari perubahan maka orang tersebut, masyarakat tersebut berarti sedang menggali kuburannya sendiri. Itulah yang membedakan pendidikan dengan kesenian. Kesenian adiluhung adalah kesenian yang mampu mempertahankan keasliannya ditengah-tengah perubahan yang sangat besar. Tapi pendidikan adalah sebaliknya, adalah pendidikan yang maju apabila bias dengan cepat beradaptasi dengan segala perubahan jaman.
Perubahan itulah yang pada akhirnya akan melahirkan suatu kreatifitas dan inovasi yang tinggi dan akhirnya akan melahirkan generasi penerus bangsa atau masyarakat yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan jaman.
Manusia yang terjebak pada nostalgia romansa yang sentimental akan berusaha agar perubahan itu tidak terjadi atau apabila terjadi perubahan pun maka perubahan itu harus sama dengan apa yang dia bayangkan atau imajinasikan. Dimana perubahan itu pada akhirnya hanyalah fatamorgana yang menipu dan tidak menghasilkan apapun. Bapak-bapak dan ibu-ibu dunia mimpi yang saya hormati, oleh karena itu maka hanya satu kata…perubahan !!!!!!
Perubahan dalam dunia pendidikan bukanlah perubahan yang membabi buta atau tanpa perhitungan, karena perubahan yang melanggar aturan akan berarti bunuh diri. Perubahan yang di buat haruslah perubahan yang membawa kepada kebaikan baik secara sistematika pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maupun perubahan pada perkembangan tekhnologi..
Perubahan bertanggungjawab adalah perubahan yang didasari oleh kepercayaan untuk berkembang yang diberikan oleh semua unsure yang terlibat dalam pendidikan itu sendiri.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang sudah cukup tua dan berpengalaman sangat memahami tentunya pagar dan aturan dalam pelaksanaan perubahan pendidikan. Dan kepercayaan yang diberikan sekolah kepada pelaksana pendidikan tentunya akan sangat berarti bagi kemajuan pendidikan di sekolah itu sendiri. Tidak mungkin ada perbaikan dan pertumbuhan tanpa perubahan, termasuk di dunia pendidikan umumnya dan sekolah pada khususnya.
Sekolah sebagai bagian dari dunia pendidikan tentunya juga masuk dalam siklus keniscayaan untuk berubah. Dan perubahan ini terus melaju tanpa terbendung oleh stagnasi pendidikan yang terjadi ditingkat nasional. Berbagai macam inovasi, perubahan dan kreatifitas yang dilakukan pelaku pendidikan di sekolah ini terus berlanjut dengan segala tantangan dan hambatan. Dan hasilnya????????
Masyarakat sendiri mampu terus menambah kepercayaan pelaksanaan pendidikan putra-putrinya kepada sekolah kita.
Agustus 2007
Selengkapnya...

Rabu, 10 September 2008

GURUKU BUKAN HIDUPKU

Denting waktu terus bergerak dalam keheningan dan kehampaan bagian diriku sepanjang masa…
Aku menemukan harapan kebermaknaan itu di sekolah…
Karena aku akan menemui orang bijak, pewaris dewata…
Yang orang sebut itu…
Guru…

Namun…
Kutak temukan hidupku dari kata-katanya…
Tak kutemukan kebermaknaan dari tiap kata yang keluar dari mulutnya…
Yang kutemukan kembali hanyalah kehampaan…

Guruku bilang…
Aku harus jujur karena kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana…
Yang kutemukan hanyalah kebohongan dan kemunafikan…

Guruku bersabda…
Sederhanalah hidup karena menuruti hawa nafsu laksana minum air laut tatkala haus…
Yang kutemukan adalah keserakahan berselimut kerakusan luar biasa…

Guruku berkata…
Bijaksanalah berkata karena lidahmua lebih tajam dari sebilah pedang…
Yang kutemukan hanyalah keliaran kata-kata dan kekosongan mantra dari sebuah kalimat…

Guruku menasehatiku…
Bicaralah kebenaran walau itu pahit karena buahnya manis…
Yang kutemukan adalah bentakan dan arogansi kedewasaan yang masih mentah…

Akhirnya
Guruku berbisik…
Diamlah…
Diamlah…
Atau kejujuran itu akan membuatmu menjadi fosil hidup tanpa makna
Diamlah…
Diamlah…
Atau nafsumu akan menyulitkanmu bangkit dari kematianmu karena kepenasaran tanpa batas…
Diamlah…
Diamlah…
Atau kebijaksanaan akan membuatmu tersisih dari ketatnya persaingan hidup…
Diamlah…
Diamlah…
Atau kebenaran akan membuatmu matilebih muda karena perlawanan iblis nan abadi…
Akhirnya
Guruku menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam kegalauan karena aku belum juga menemukan kebermaknaan hidup…


Bandung, 10 Juni 2008 Selengkapnya...

Minggu, 07 September 2008

RESOURCE CENTER KEBERBAKATAN, UNTUK SIAPA ?

Untuk melayani dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap keberadaan anak cerdas/bakat istimewa (CIBI), Dinas Pendidikan Jawa Barat melalui Bidang Pendidikan Luar Biasa membentuk sebuah wadah yang diharapkan mampu untuk mensosialisasikan program yang berkaitan langsung dengan pendidikan bagi anak CIBI yang disebut dengan “Resource Center Keberbakatan”.
Lembaga ini memiliki tujuan untuk memberikan layanan untuk anak berkebutuhan khusus, sebagai pusat assesment, memberikan bantuan untuk guru umum dalam memahami karakteristik anak CIBI dan program Akselerasi sebagai salah satu bentuk layanan terhadap anak CIBI.
Pertanyaannya sekarang adalah, untuk siapa ‘RC CIBI’ ini dibentuk dalam artian ruang lingkup? Apa perannya dalam masyarakat khususnya di bidang pendidikan. Sepintas RC CIBI ini hanya berguna dan bermanfaat bagi sekolah penyelenggara akselerasi saja. Namun sebenarnya, masyarakat secara umum dapat memanfaatkan ‘RC’ ini dalam upaya lebih memahami berbagai permasalahan seputar keberadaan anak CIBI.
Keberadaan anak CIBI yang diidentifikasikan sebagai anak yang memiliki intelektualitas diatas rata-rata pada kenyataannya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Namun karena kekurangpahaman akan karakteristik mereka menjadikan masyarakat memandang biasa saja atau bahkan menganggap mereka “aneh” karena perilaku mereka sangat unik.
Pandangan masyarakat awam terhadap keberadaan mereka ini kemudian membentuk cara pandang dan perlakuan yang salah dan pada akhirnya akan menyebabkan masalah dalam perkembangan emosional dan kemajuan akademis anak CIBI.
Misalnya ditemukan kasus seorang anak yang memiliki IQ >145 namun meraih prestasi akademis sangat buruk di kelas. Karena kurang pemahaman guru pada karakteristik mereka, maka guru memberi label pada anak tersebut sebagai anak bodoh yang label itu kemudian menular kepada orang tua. Anak tersebut kemudian menjalani proses pembelajaran di sekolah dan di rumah dengan label bodoh atau lambat tanpa melakukan penelitian yang lebih mendalam. Pada akhirnya anak tersebut kemudian benar-benar jatuh secara emosional maupun akademis.
Kisah ini nyata! Dan mungkin juga kita memberi andil pada kesalahan memandang keberadaan anak CIBI. Padahal seharusnya keberadaan mereka benar-benar dapat diakui dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dengan kemampuan intelektualnya yang diatas rata-rata.
Oleh karena itulah Resource Center Keberbakatan ini dibentuk.
Resource Center ini seyogyanya dapat diakses oleh berbagai kalangan masyarakat baik orang tua, guru dan lembaga pendidikan lainnya untuk berbagi pengalaman dan penanganan anak CIBI, sehingga pelayanan pendidikan terhadap anak CIBI ini dapat bersinergi antara orang tua, guru dan masyarakat.
Resource Center Keberbakatan ini tentunya bukan satu-satunya institusi yang mengetahui keberadaan anak CIBI. Sekarang banyak sekali lembaga yang menawarkan pelayanan khusus bagi mereka, namun kalau semua memiliki tujuan mulia untuk memaksimalkan pelayanan terhadap mereka, alangkah lebih baik apabila semua elemen ini melakukan kerjasama untuk menghasilkan metode pendidikan terbaik bagi mereka.

Oleh : Imam Wibawa Mukti,S.Pd
Guru dan Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti Bandung
Anggota Tim Resource Center Keberbakatan Provinsi Jawa Barat Selengkapnya...

SEJARAH PELAYANAN PENDIDIKAN UNTUK SISWA CERDAS ISTIMEWA DI INDONESIA

Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah peserta didik. Kelemahan yang tampak dari penyelenggaraan pendidikan seperti ini adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual peserta didik di luar kelompok peserta didik normal. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa hakikat pendidikan adalah untuk memungkinkan peserta didik mengembangkan potensi kecerdasan dan bakatnya secara optimal.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Hal ini baru dapat terpenuhi pada saat Indonesia memasuki pembangunan jangka panjang ke satu tahun 1969/1970-1993/1994. Dalam periode pembangunan ini pemerintah mulai menaruh perhatian pada pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Upaya merintis program pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa tersebut, telah dimulai sejak tahun 1974 dengan pemberian beasiswa bagi peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya.
Selanjutnya, pada tahun 1982 Balitbang Dikbud membentuk Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Kelompok Kerja ini mewakili unsur-unsur struktural serta unsur-unsur keahlian seperti Balitbang Dikbud, Ditjen Dikdasmen, Ditjen Dikti, Perguruan Tinggi, serta unsur keahlian di bidang sains, matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa, dan humaniora, serta psikologi. Kelompok Kerja tersebut antara lain bertugas untuk :
mengembangkan “Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat” yang meliputi program jangka pendek dan jangka panjang untuk pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi;
merencanakan, mengembangkan, menyelenggarakan/melaksanakan, dan menilai kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana induk pengembangan anak berbakat.
Kemudian, pada tahun 1984 Balitbang Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA di satu daerah perkotaan (Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur). Program pelayanan yang diberikan berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang sains (Fisika, kimia, Biologi, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa), matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris dan Indonesia), humaniora, serta keterampilan membaca, menulis, dan meneliti. Pelayanan pendidikan dilakukan di kelas khusus di luar program kelas reguler pada waktu-waktu tertentu. Peritisan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat ini pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian pimpinan dan kebijakan di jajaran Depdikbud.
Selanjutnya, pada tahun 1994 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan program Sekolah Unggul (Schools of Excellence) di seluruh provinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka bakat dan kreativitas yang dimilikinya.
Program ini dianggap tidak cukup memberikan dampak positif pada peserta didik berbakat untuk mengembangkan potensi intelektual yang tinggi. Keluhan yang muncul di lapangan secara bersamaan didukung oleh temuan studi terhadap 20 SMA Unggulan di Indonesia yang menunjukkan 21,75% peserta didik SMA Unggulan hanya mempunyai kecerdasan umum yang berfungsi pada taraf di bawah rata-rata, sedangkan mereka yang tergolong anak memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa hanya 9,7% (Hawadi, dkk., 1998).
Pada tahun 1998/1999, dua sekolah swasta di DKI Jakarta dan satu sekolah swasta di Jawa Barat melakukan ujicoba pelayanan pendidikan bagi anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk program percepatan belajar (akselarasi), yang mendapat arahan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada tahun 2000 program dimaksud dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi program pendidikan nasional. Pada kesempatan tersebut Mendiknas melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetepan Sekolah Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 (sebelas) sekolah yakni 1 (satu) SD, 5 (lima) SMP dan 5 (lima) SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian pada tahun pelajaran 2001/2002 diputuskan penetapan kebijakan pendiseminasian program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa provinsi di Indonesia.
Disadur dari materi :
PEDOMAN PENATALAKSANAAN PSIKOLOGI UNTUK PENDIDIKAN SISWA CERDAS ISTIMEWA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA
JAKARTA 2007
Direktur Pembinaan SLB
Ekodjatmiko Sukarso
Oleh :
Imam Wibawa Mukti,S.Pd
Guru dan Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti Bandung
SMP Taruna Bakti Bandung
Martadinata 52 Bandung
www.cogitoergowibisum.blogspot.com
www.imamwibawamukti@yahoo.co.id
www.smptarunabakti.com
085624098017 Selengkapnya...

KURIKULUM / SILABUS BERDIFERENSIASI

Ketika berbicara program akselerasi maka yang terbayang dalam benak guru atau masyarakat adalah beratnya beban kurikulum yang akan ditanggung siswa karena waktu beajar yang relatif singkat yaitu 2 tahun.
Ada dua hal yang menyebabkan sangkaan itu berkembang, baik dari pihak guru maupun dari pihak orang tua, yang pertama adalah kurang pahamnya guru atau orangtua tentang potensi yang dimiliki siswa dimana sebenarnya siswa dengan potensi cerdas istimewa memiliki kapasitas atau kemampuan diatas rata-rata teman sebaya mereka, yang kedua adalah belum pahamnya guru atau orang tua tentang kurikulum bagi siswa cerdas istimewa yang biasa disebut dengan kurikulum berdiferensiasi.
Pengembangan kurikulum ini tidak boleh terlepas dari prinsip dan tahapan-tahapan baku yang harus dilakukan dalam menyusun silabus secara umum di program reguler. Dengan demikan tidak ada hal yang menjadikan siswa akselerasi memiliki jurang kompetensi dengan siswa lainnya.
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan sedikit membahas yang berhubungan dengan penyusunan silabus atau kurikulum berdiferensiasi.

A. KURIKULUM BERDIFERENSIASI
Kurikulum atau silabus berdiferensiasi adalah kurikulum nasional dan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi esensial dan dikembangkan melalui sistem eskalasi dam enrichment yang dapat memacu dan mewadahi secara integrasi pengembangan spiritual, logika, etika dan estetika, kreatif, sistematik, linier dan konvergen.
Dari definisi diatas kita dapat menyimpulkan beberapa karakteristik yang harus dimiliki kurikulum bagi siswa cerdas istimewa, yaitu :

1. Merupakan kurikulum nasional dan lokal.
Kurikulum bagi siswa cerdas istimewa tidak berbeda dengan kurikulum nasional yang dikeluarkanoleh Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum ini menjadi acuan dasar bagi penetapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh siswa, karena bagaimanapun siswa yang tergabung pada program akselerasi merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang pada akhirnya di masa terakhir pendidikannya harus melalui ujian nasional.
Oleh karena itu maka standar kecakapan atau kompetensi yang dicapai siswa tidak berbeda dengan program reguler dan dapat menjadikan Ujian Nasional sebagai standar evaluasi bagi keberhasilan program ini.

2. Menekankan pada materi esensial sebagai bagian dari proses percepatan waktu belajar
Yang dimaksud dengan materi esensi adalah materi yang harus disampaikan kepada siswa melalui bimbingan khusus atau personal kepada siswa karena dianggap penting bagi siswa. Tingkat intensitas kepentingan materi esensi adalah wewenang guru dalam penetapannya dengan memperhatikan beberapa hal berikut :
a. Merupakan konsep dasar yang harus dimengerti siswa untuk memahami materi selanjutnya.
b.Materi yang sering atau pasti keluar di ujian nasional
c. Materi yang sulit dan memerlukan bimbingan khusus oleh guru
Dengan memperhatikan beberapa faktor diatas, maka dalam penyusunan silabus guru diharapkan melakukan suatu analisis kurikulum yang komprehensif lalu melakukan adaptasi kurikulum disesuaikan dengan minat siswa.
Adapun dengan materi yang dinilai kurang esensi dapat dipelajari siswa melalui penugasan dan pembahasan sepintas karena pada prinsipnya materi non esensi ini merupakan materi yang dapat dibaca dan dipahami siswa tanpa bimbingan khusus dari guru.

3. Melakukan sistem eskalasi dan enrichment
Eskalasi adalah proses adaptasi kurikulum dengan memberikan penekanan pada proses pendalaman suatu materi. Belajar bersama siswa akselerasi, guru dapat mengeksplorasi berbagai hal sampai pada materi tersulit sekalipun. Dengan didukung oleh kemajuan dan fasilitas sumber belajar yang beraneka ragam maka guru dapat memanfaatkan hal tersebut untuk mengupas suatu subjek pembelajaran dengan sangat intens.
Proses pendalaman ini harus berpusat kepada siswa dimana guru hanya melontarkan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa secara intensif dan mendalam. Kemudian guru mencoba mengarahkan dan membimbing siswa untuk memberikan “nilai” dari setiap ilmu yang diperoleh oleh siswa.
Misalnya Pada materi “Asal Mula Kehidupan”, guru dapat mengeksplorasi berbagai ilmu dan teori yang mendukung pendapat awal mula kehidupan. Pada prinsipnya siswa mungkin telah mengetahui beberapa teori yang mereka dapat baik dari buku, majalah atau film yang pernah mereka tonton. Alangkah lebih baik guru mencoba mengeksplorasi pengetahuan siswa dengan memberikan kebebasan yang lebih luas kepada siswa untuk mengemukakan pengetahuannya. Setelahs semua terkumpul dan terungkap maka kemudian guru dapat mencoba mengarahkannya pada kaidah ilmu yang bersifat umum.
Enrichment atau pengayaan adalah bentuk layanan yang dilakukan dengan memperkaya materi melaui kegiatan-kegiatan penelitian atau kegiatan di luar kelas yang bersifat “out of box”, baik dari aspek metode, sumber maupun evaluasi hasil belajar.
Dengan adanya pengayaan ini diharapkan siswa akselerasi memiliki ilmu yang lebih banyak ketimbang siswa lainnya. Misalnya ketika memberikan materi “penyimpangan sosial”, guru dapat membawa siswa berkeliling sekitar sekolah lalu menugaskan siswa untuk melakukan suatu analisa atau pengamatan langsung tentang berbagai tindakan masyarakat yang menurut mereka adalah penyimpangan sosial. Setelah mereka melakukan pengamatan lalu guru dan siswa mendiskusikannya ruang kelas dengan memberikan berbagai landasan teori yang mendukung pendapat mereka.
Pengayaan dapat dilakukan secara horizontal atau vertikal. Yang dimaksud dengan horizontal adalah pengayaan pada pengalaman belajar di tingkat satuan yang sama namun lebih luas sedangkan vertikal adalah dengan menaambah tingkat kompleksitas suatu materi, misalnya siswa belajar untuk melakukan penelitian sederhana untuk suatu kasus dalam materi. Dimulai dari mengidentifikasi masalah, menentukan hipotesa dan melakukan analisa, survai atau observasi untuk kemudian melakukan penyimpulan dari hasil kegiatan tersebut.

4. Fleksibel
Fleksibilitas ini sangat penting ketika guru berhadapan langsung dengan siswa cerdas istimewa yang memiliki karakter yang sangat unik. Terkadang siswa telah menguasai suatu standar kompetensi tertentu dan menginginkan standar lainnya untuk dipelajari. Apabila guru rigid/kaku dalam menetapkan suatu kompetensi maka tidak mustahil siswa akan merasa bosan dengan materi yang sebenarnya telah mereka kuasai.
Atau sering kali siswa merasa bahwa materi tertentu tidak memiliki relevansi langsung dalam kehidupan mereka, maka siswa akan lebih memilih materi yang dirasakannya dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itulah maka guru harus pandai dan cerdik menyiasati metode dan pengaturan alokasi waktu secara tepat.

B. PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Diawal telah disebutkan bahwa pengambangan kurikulum berdiferensiasi harus melalui prinsip dan tahapan yang sama dengan kurikulum nasional.
Berikut adalah beberapa prinsip yang harus dipegang dalam penyusunan kurikulum:
1. Berpusat pada potensi, kebutuhan dan kepentingan siswa
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap kemajuan dan perubahan IPTEK dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupanmenyeluruh dan berkesinambungan
5. Belajar sepanjang hayat
Diferensiasi kurikulum juga harus berfokus pada :
1. Tingkat kecepatan belajar dengan tingkat pengulangan yang minimal
2. Penguasaan kurikulum nasional dalam waktu yang singkat
3. Materi lebih abstrak, kompleks dan mendalam
4. Menggunakan keterampilan belajar dan strategi pemecahan masalah
5. Berorientasi kepada peserta didik
6. Belajar berkelanjutan
7. Mandiri
8. Adanya interaksi dengan pakar suatu bidang ilmu
Demikian penjelasan singkat tentang kurikulum berdiferensiasi, semoga uraian ini dapat saya lanjutkan dengan penekanan pada bentuk inovasi pengembangan dan adaptasi kurikulum untuk siswa cerdas istimewa. Uraian ini belum mampu menggambarkan permasalahan dan solusi yang sebenarnya pada tataran praktek namun setikdaknya mampu menjadi wacana yang menjadi bahan masukan dan bahan refleksi untuk dilakukan berbagai perbaikan dan masukan.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd
Guru dan Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti Bandung
Blog : www.cogitoergowibisum.blogspot.com
Web : www.smptarunabakti.com
e-mail : www.imamwibawamukti@yahoo.co.id Selengkapnya...

KONSEP CERDAS ISTIMEWA

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggunakan istilah warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Penggunaan istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa ini berkait erat dengan latar belakang teoritis yang digunakan. Potensi Kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual, sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, namun juga beberapa jenis kemampuan lainnya seperti yang disebut oleh Gardner dengan teorinya yang dikenal Multiple Intelligences (1983) yaitu, kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan logikal matematikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal.
Pengertian potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam program percepatan belajar ini dibatasi hanya pada kemampuan intelektual umum saja. Ada dua acuan yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual umum yaitu acuan unidimensional, yang lebih dikenal sebagai batasan yang diberikan oleh Lewis Terman (1992) dan acuan multimensional, yang disampaikan oleh Renzulli, Reis, dan Smith (1978) dengan Konsepsi Tiga Cincin (The Three Ring Conception).
Untuk pendekatan unidimensional, kriteria yang digunakan hanya semata-mata skor IQ saja. Secara operasional batasan kemampuan intelektual umum yang digunakan adalah “mereka yang mempunyai skor IQ 140 skala Wechsler. Sedangkan untuk pendekatan multidimensional, kriteria yang digunakan lebih dari satu. Dalam hal ini, batasan yang digunakan adalah “mereka yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas skala Wechsler (Pada alat tes yang lain = rerata skor IQ plus 2 standar deviasi) , dimensi kreativitas cukup (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku cukup) dan pengikatan diri terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik).
Menurut Heller (2004) konsep keberbakatan dapat ditinjau berdasarkan: 1) faktor bakat (talent) sebagai potensi yang ada dalam individu yang dapat meramalkan aktualisasi performance dalam area yang spesifik. Bakat ini mencakup tujuh area yang masing-masing berdiri sendiri; dan 2) faktor performance (unjuk kerja) dalam delapan area yang spesifik. Bakat (talent) dapat berkembang menjadi performance dengan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu 1) karakteristik kepribadian yang mencakup: cara mengatasi stres, motivasi berprestasi, strategi belajar, kecemasaan terhadap tes, pengendalian terhadap harapan; dan 2) kondisi-kondisi lingkungan yang mencakup: lingkungan belajar yang dikenal, iklim keluarga, kualitas pembelajaran, iklim kelas, dan peristiwa-peristiwa kritis.
Di dalam proses terwujudnya performance, bakat juga dapat mempengaruhi faktor kepribadian dan kondisi lingkungan. Misalnya bakat yang ada pada anak dapat mempengaruhi bagaimana orangtua atau guru memperlakukannya.

Disadur dari materi :
PEDOMAN PENATALAKSANAAN PSIKOLOGI UNTUK PENDIDIKAN SISWA CERDAS ISTIMEWA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA
JAKARTA 2007
Direktur Pembinaan SLB
Ekodjatmiko Sukarso
Oleh :
Imam Wibawa Mukti,S.Pd
Guru dan Koordinator Program Akselerasi
SMP Taruna Bakti Bandung
Jalan LL.RE. Martadinata 52 Bandung
www.cogitoergowibisum.blogspot.com
www.imamwibawamukti@yahoo.co.id
www.smptarunabakti.com
085624098017 Selengkapnya...

KEMANA ANAK SAYA SEKOLAH?

Seorang bapak dari Surabaya menelpon saya ke sekolah. Bapak ini bercerita tentang anaknya yang masih di Taman Kanak-Kanak. Si anak terlihat hiperaktif dan telah psikotest dan kecerdasannya diatas rata-rata teman sebaya. Beliau bertanya apa yang harus dilakukannya dan kira-kira sekolah mana yang cocok untuk tipe anaknya yang sangat aktif ini. Beliau khawatir apabila salah memilih sekolah maka perlakuan atau pelayanan pendidikan terhadap anaknya kurang maksimal.
Pertanyaan seperti ini mungkin banyak di benak para orang tua yang memperhatikan anaknya memiliki karakter yang cukup unik dibandingkan teman sebayanya.
Jawaban saya pada saat itu singkat karena ada gangguan di telepon dan yang jelas, uraian panjang kurang afdol bila dilakukan melalui telepon. Jadi bagi bapak yang telah menelpon tadi alangkah lebih baik menceritakannya melalui e-mail. Walaupun saya juga hanya seorang guru yang telah berkecimpung selama 7 tahun bersama anak kategori cerdas istimewa, namun tentunya bisa sedikit berbagi pengalaman dengan berbagai pihak yang peduli dengan keberadaan siswa atau anak cerdas istimewa ini.
Jawaban saya saat itu adalah tetap melakukan konsultasi dan pengamatan yang spesifik tentang karakteristik si anak. Biasanya seorang ayah atau ibu melakukan pengamatan ini tidak komprehensif sehingga gejala yang muncul tiba-tiba atau singkat dijadikan acuan sebagai karakter anak. Memang ada beberapa ciri anak yang cerdas istimewa, tapi tentunya ciri-ciri ini harus melalui pengamatan yang cukup panjang. Usia balita atau TK memang memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar pada segala hal. Segala sesuatu yang bagi kita, orang dewasa biasa, bagi mereka adalah luar biasa. Sehingga untuk menilai anak cerdas istimewa memang harus melalui pengamatan ahlinya.
Mengenai sekolah yang cocok di Surabaya, waduh…saya tidak hapal sama sekali. Saya di Bandung dan tidak pernah ke Surabaya. Tapi saya pernah mendapatkan pelatihan di Bekasi tentang program akselerasi bersama guru dari SMPN 1 Surabaya. Mungkin melalui SMPN 1 Surabaya, bapak bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan sekolah penyelenggara program akselerasi atau sekolah yang memberikan layanan pendidikan inklusi khususnya pelayanan bagi anak yang cerdas istimewa. Atau bisa mencari informasi tersebut ke Dinas Pendidikan Jawa Timur bagian Pendidikan Luar Biasa, karena keberadaan anak cerdas dan bakat istimewa berada di bawah naungan PLB. Bahkan kalau tidak salah Dinas Pendidikan Jatim bidang PLB telah pernah berkunjung ke sekolah kami untuk berbagi pengalaman tentang pendidikan inklusi, khususnya program akselerasi.
Itu saja jawabannya.
Setelah percakapan itu selesai saya mencoba membayangkan berapa banyak orang tua yang memiliki anak cerdas tapi belum merasa menemukan bentuk layanan pendidikan yang cocok dengan karakter anak mereka yang memang unik dibandingkan teman-temannya. Harapan ini tentunya bukan dengan maksud supaya anaknya mendapatkan pendidikan eksklusif dan istimewa dari segi fasilitas dan pelayanan saja, tapi yang jauh lebih penting adalah mendapatkan sistem dan metode pendidikan yang dapat memenuhi keinginan dan cocok dengan karakter anak cerdas istimewa.
Sebenarnya, memberikan layanan terhadap siswa dengan berbagai macam karakter ini adalah kewajiban dan tugas sekolah manapun, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Dengan pendidikan inklusi yang digaungkan oleh pemerintah, idealnya sekolah manapun harus memberikan layanan bagi anak disesuaikan dengan karakter anak masing-masing. Tapi itu khan pengajaran yang bersifat individual. Sementara sistem pengajaran di sekolah kita masih bersifat klasikal. Dengan perbandingan 1 guru 40 siswa, maka pendidikan inklusi yang sangat individual akan menjadi terasa lebih sulit bila dilaksanakan di sekolah.
Masalah pokoknya adalah paradigma pendidikan kita yang memandang semua anak harus mendapatkan layanan yang sama, tidak boleh eksklusif namun tanpa memandang karakter siswa yang unik dari setiap individu peserta didik. Guru hanya memandang siswa sebagai kumpulan orang yang dianggap memiliki potensi dan karakter yang sama, mendapatkan pelayanan yang sama dan meraih target atau tujuan yang sama pula. Pendidikan kita tidak berbeda dengan pabrik. Untuk menghasilkan produk yang sama maka bahan baku harus sama, diproses dengan langkah yang sama dan diharapkan menghasilkan produk dengan kualitas yang sama. Itu terjadi, dan apakah itu pendidikan yang adil dan berprikemanusiaan itu?
Masalah kedua adalah pendidikan yang menghasilkan tenaga pendidikpun masih memberikan materi ajaran yang umum. Guru harus ikut mata kuliah psikologi pendidikan, filasafat pendidikan, metode belajar mengajar, sistem evaluasi yang masih bersifat umum. Ketika lulusannya menjadi guru maka ilmu yang diperoleh hanya menghasilkan metode dan cara mengajar yang seragam dimanapun guru itu ditempatkan, dengan siapapun siswa yang dihadapi.
Rasanya waktu saya kuliah tidak pernah diperkenalkan dengan karakter calon siswa yang unik. Misalnya kalau saya nanti menjadi guru dari murid yang tuna netra, tuna rungu, authis, jenius atau underachiever. Pendidikan itu hanya didapatkan oleh calon guru SLB. Padahal dalam kenyataannya, guru harus siap dengan berbagai kemungkinan, khan.
Masalah ketiga, kalaupun ada guru yang telah bertahun-tahun menjadi guru tapi keinginan untuk terus menambah wawasan dan ilmu masih sangat kurang. Pendidikan terus berubah…perkembangan dunia pendidikan sangat cepat melaju, tapi kita gurunya masih enggan untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Minimal dalam wawasan seputar metode pengajaran saja…khususnya bila berhadapan dengan siswa cerdas istimewa. Anakcerdas istimewa, bila kita tidak memahami karakter mereka, maka yang akan terjadi anak pemberian cap nakal, pemberontak, malas, bodoh. Padahal semua itu hanya karena kesalahan cara pandang kita terhadap mereka.
Masalah keempat, ada di tataran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal pun masih banyak kendala untuk terus melakukan perbaikan sistem dan peningkatan sumber daya guru. Untuk sekolah ke strata lebih tinggi saja seorang guru masih banyak yang harus mengeluarkan biaya penuh secara mandiri. Sekolah merasa sudah cukup tenang dengan guru yang ada dan mampu meluluskan siswa sesuai dengan standar baku, yaitu lulus UN. Masalah disekolahnya ada anak yang nakal, ya dikeluarkan, ada yang malas yang jangan dinaikan, kalau melanggar tata tertin yang di beri sangsi, kalau ada yang cerdas ya syukur semoga mereka membawa keberntungan bila memperoleh nilai yang btinggi.
Masalah kelima adalah pemerintah….
Ah…terlalu luas membahas itu…yang paling penting sekarang adalah kita (pendidik) untuk terus membenahi diri dan melakukan berbagai inovasi untuk menambah wawasan. Lalu orang tua harus mau langsung terjun mencari informasi yang benar tentang permasalahan dalam pendidikan dan berbagi saran /pendapat demi kemajuan di sekolah putra/putrinya. Dan pemerintah juga terus membenahi sistem pendidikan.
Kepada seluruh orang tua yang memiliki anak dengan ciri cenderung cerdas dan memiliki bakat istimewa, segeralah mencari informasi lainnya yang berhubungan dengan bentuk layanan yang cocok bagi mereka. Jangan sia-siakan potensi mereka yang luar biasa.
Selamat, semoga anda berhasil….

Bandung, September 2008

BIO DATA
NAMA:
IMAM WIBAWA MUKTI,S.Pd
ALAMAT SEKOLAH:
SMP TARUNA BAKTI BANDUNG
Jln. LL.RE. Martadinata 52 Bandung
Telp. (022) 4261468
MEDIA KOMUNIKASI:
HP : 085624098017
e-mail : www.imamwibawamukti@yahoo.co.id
Blog : www.cogitoergowibisum.blogspot.com
Web Sekolah : www.smptarunabakti.com
PEKERJAAN
Guru SMP Taruna Bakti Bandung
Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti
Tim Resource Center Keberbakatan Jawa Barat Selengkapnya...

Selasa, 02 September 2008

PENDIDIKAN INKLUSI

Ketika mendengar pendidikan inklusi maka yang ada dalam benak saya sebagai guru adalah, saya mengajar di kelas yang muridnya terdiri atas berbagai keunikan yang bersifat individual. Ada yang cerdas istimewa, ada yang cerdas biasa ada yang mengalami kesulitan belajar, ada yang tuna netra dan tuna rungu, lalu yang autis dan hiperaktif. Bayangkan di kelas yang sama !
Mungkin tidak seekstrim itu dalam kenyataannya, tapi apabila pendidikan inklusi ini menjadi komitmen pemerintah untuk memberikan pelayanan dan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara, maka konsekuensi nyata bagi kami sebagai guru adalah harus mau melaksanakan kemungkinan diatas dengan segala konsekuensinya.
Landasan filosofis dari pendidikan inklusi ini sangat luhur dengan pernyataan bahwa pendidikan adalah hak dasar semua warga dan semua kekurangan atau kesulitan yang ada selayaknya tidak membuat mereka dipisahkan, diasingkan atau dibedakan dalam sistem pendidikan kita.
Masalahnya adalah pada tataran praktek, apakah pendidikan inklusi ini adalah semata-mata menyatukan siswa yang berkebutuhan khsusus dalam kelas yang sama dengan reguler?
Sekarang coba kita pikirkan, dengan fasilitas sekolah yang ada dan sumber daya manusia yang sangat terbatas wawasan dan pengetehuan tentang pendidikan bagi siswa yang berkebutuhan khusus ini, apakah justru tidak men-zhalimi siswa berkebutuhan khusus itu sendiri.
Dengan memaksakan sekolah menjalani pendidikan inklusi tanpa disertai dengan persiapan yang memadai, maka siswa berkebutuhan khusus diperlakukan sama dengan siswa yang reguler. Bagaimana siswa tuna netra dapat belajar dengan maksimal di kelas reguler padahal fasilitas dan SDM gurunya tidak memadai. Bagaimana guru mengelola kelas dan menentukan metode antara siswa cerdas istimewa dengan siswa yang biasa-biasa saja, padahal sudah jelas kebutuhan dan metode mereka tidaklah sama.
Inklusi bukan menempatkan mereka di kelas yang sama. Tapi pemerintah menyediakan fasilitas, sekolah dan sistem yang sama kepada semua warga negara. Biarlah siswa yang tuna rungu disatukan sesama mereka, yang tuna netra disatukan sesama tuna netra, tapi yang penting adalah pemerintah menyediakan fasilitas, sekolah dan guru yang sama jumlah dan kualitasnya dengan sekolah umum.
Memang, seharusnya kekurangan fasilitas dan SDM guru tidak selayaknya menjadi penghalang “pelayanan secara adil” kepada semua warga negara, tapi alangkah naif apabila pemerintah juga menutup mata pada kenyataan bagaimana kualitas pendidikan kita secara umum.
Mari kita kembali membicarakan dan merekonstruksi kembali yang dimaksud dengan pendidikan inklusi.
Kalau memang pemerintah mau memilih salah satu sekolah disetiap kota sebagai percontohan sekolah inklusi, maka semoga hal ini pun tidak bersifat parsial dan setengah-tengah seperti mengadakan program akselerasi selama ini. Mudah-mudahan pemerintah merancang program ini secara menyeluruh dan berkelanjutan. Dari mulai pendidikan SDM, penyediaan fasilitas, pelatihan dan pengembangan metode dan kurikulum dari mulai tingkat dasar sampai pendidikan tinggi.
Mungkin ada hal lain yang akan didiskusikan?

Bandung 1 September 2008
Oleh Imam Wibawa Mukti,S.Pd
Guru dan Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti Selengkapnya...