Minggu, 22 Februari 2009

Minggu, 14 Desember 2008 | 22:21 WIB

KEKERASAN DI SEKOLAH
TEMPO Interaktif, Jakarta :Dari 1.926 kasus yang dilaporkan sepanjang tahun ini, 28 persen diantaranya terjadi di lingkungan sekolah. Sisanya terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan lingkungan pekerjaan.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia, Yanti Sriyulianti menyatakan, kekerasan terhadap siswa tidak boleh diabaikan. "Harus jadi refleksi akhir tahun 2008. Stop budaya kekerasan dalam pendidikan," kata Yanti kepada Tempo, Minggu (14/12).

Dia menambahkan, guru sebagai pendidik harusnya memperkuat solidaritas untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan berhenti unjuk kekuatan kepada siswa.

Senada dengan Yanti, pemerhati anak Seto Mulyadi menyatakan dengan alasan apapun seorang pendidik tidak dibolehkan memberikan hukuman dengan kekerasan kepada siswa.

Hukuman, kata lelaki yang akrab dipanggil Kak Seto ini, tidak harus diberikan dengan cara-cara yang mengandung kekerasan, tapi bisa dengan cara yang mendidik. “Seperti tidak memuji hasil kerjanya.”

Kak Seto mengungkapkan, jika diberikan kesempatan untuk menghukum dengan kekerasan, maka kekerasan itu nantinya akan terus bertambah besar. “Jika siswa melawan saat dihukum, guru bisa terpancing emosinya dan terdorong untuk menghukum lebih keras,” katanya.

Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan kekerasan terhadap anak di dunia pendidikan cukup banyak terjadi. Dari 1.926 kasus yang dilaporkan sepanjang 2008, 28 persennya terjadi di lingkungan sekolah, sisanya terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan lingkungan pekerjaan. Kekerasan yang paling banyak terjadi yaitu kekerasan fisik disusul kekerasan seksual dan kekerasan psikis.

"Hampir 89 persen tempat anak berada tidak aman terhadap kekerasan, pasalnya pelaku kekerasan biasanya orang terdekat anak," kata dia.

Guru dan sesama siswa menjadi pelaku utama terjadinya kekerasan di sekolah. "Sebanyak 48 persen kekerasan dilakukan oleh guru, 42 persen oleh teman sekolah dan sisanya dari unsur sekolah lain seperti penjaga sekolah," kata Arist.

Masalahnya, lanjut Arist, kekerasan oleh guru tidak bisa begitu saja dihilangkan karena di sisi lain guru juga merupakan korban kekerasan yang dilakukan oleh sistem pendidikan.

"Adanya target nilai minimal kelulusan, target peningkatan kualifikasi sekolah dan tekanan dari atasan membuat guru lupa akan hak anak," katanya.

Selain itu, lanjut dia, kurikulum yang tersedia juga tidak ramah anak. Siswa diharapkan baik di semua mata pelajaran, padahal setiap siswa itu unik. "Anak harus dapat nilai bahasa segini, matematika segini. Kalau anaknya tidak bisa di satu mata pelajaran langsung tidak lulus, Anak bisa depresi," ujar dia.

Meski begitu, kata Arist, kekerasan bisa hilang dari dunia pendidikan jika sistem pendidikan diubah dan setiap unsur pendidikan paham hak anak. Arist mengusulkan penambahan kriteria pemahaman terhadap hak anak atau siswa dalam proses sertifikasi guru. "Jadi tidak hanya mampu mengajar karena pintar tapi juga mampu mendidik dengan benar tanpa melakukan kekerasan," ujarnya Selengkapnya...


HASRAT UNTUK BERUBAH
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal
Aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku kudapai bahwa dunia tak kunjung berubah

Maka cita-cita itupun aku persempit
Lalu kupuskan untuk hanya mengubah negeriku
Namun nampaknya
Hasrat itupun tiada hasilnya

Ketika usiaku semakin senja
Dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan untuk mengubah keluargaku
Tetapi selakanya…
Merekapun tak mau diubah

Dan kini
Sementara aku terbaring saat ajal menjelang
Tibatiba kusadari…
“Andaikan pertama-tama yang kuubah adalah diriku
Maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan
Mungkin aku bias mengubah keluargaku
Lalau berkat inspirasi dan dorongan mereka
Bias jadi akupun mampu memperbaiki negeri
Kemudian siapa tahu
Aku bahkan bias mengubah dunia”


MENDIDIK KARAKTER DENGAN KARAKTER
Mendidik dengan karakter, berarti mendidik dengan memberikan panutan. Masalah yang muncul terkadang adalah, standar panutan dan nilai setiap orang untuk menjadikan seseorang menjadi panutan sering berbeda satu sama lain. Hal ini kemudian menjadikan figure guru yang sering diharapkan memiliki nilai dan standar ideal jenis manusia sering menimbulkan kekecewaan ketimbang kepuasan. Ditambah dengan perubahan social yang terjadi di perkotaan maupun di pedesaan, tidak lagi mendudukan guru sebagai sebuah profesi pengabdian namun telah berubah menjadi profesi kerja yang tak lepas dari urusan keduniawian.
Namun terlepas dari semua itu, masih ada nilai-nilai wajib yang harus dilakukan oleh guru dimanapun berada dan dalam kondisi social dan budaya apapun. Serangkaian nilai dan tata laku universal yang akan terus melekat pada diri guru yang akan sulit untuk berubah.
Nilai dan tata laku ini pada hakekatnya harus dimiliki oleh profesi apapun, namun guru yang sering dijadikan dan menjadi “orang tua kedua” telah menempatkan nilai dan tata laku tertentu menjadi lebih special melekat pada diri guru.
Beberapa nilai dan tata laku yang biasanya melekat ini merupakan warisan dari profesi pendidik dalam perkembangan peradaban manusia. Guru merupakan pengembangan (atau malah penyempitan?) dari posisi tabib di masa manusia masih tradisional, penasehat dan pendidik keluarga kerajaan, empu, kiai atau title lainnya yang berhubungan dengan kesinambungan sebuah peradaban.
Oleh karena itu, idealnya, katika seseorang memutuskan untuk mengambil profesi guru, maka salah satu yang harus menjadi pertimbangan adalah kemampuan dalam memberikan totalitas kehidupannya di dunia pendidikan, dunia langit, dunia pengabdian dan dunia penuh tuntutan dan tuntunan etika yang akan terus melekat sepanjang hayat.

MENGAPA HARUS MENJADI GURU BERKARAKTER ?
Seorang anak, akan bisa kita prediksi masa depannya berdasarkan perkembangan dan pertumbuhannya sejak dini, sekarang! Tentunya semua itu tidak akan terlepas dari berbagai factor lainnya yang akan mempengaruhi dia dimasa depan.
Dan seperti apa anak didik kita sekarang adalah juga bagaimana kita menanamkan kesadaran utuh kepada setiap siswa dalam memaknai setiap kehidupan dan informasi yang telah masuk ke dalam otak dan hatinya.
Jadi pendidikan berkarakter adalah pendidikan yang menekankan kepada kemampuan guru dan siswa dalam menarik setiap nilai dan hikmah dari apa yang telah dan akan diperbuatnya berdasarkan informasi yang telah diterimanya dalam hidup lalu siap menerima segala konsekuensi dari akibat dari segala perbuatannya. Dan kemudian menjadi cirri yang melekat pada dirinya. Manusia yang mampu dengan maksimal mengolah dan memberdayakan pengetahuan, ilmu, logika dan perasaannya dalam bersikap dan bertindak sesuai dengan tata nilai kebaikan, itulah manusia yang berkarakter.
Seorang guru yang berkarakter, adalah seorang guru yang mampu mencurahkan kemampuan, pengetahuan, ilmu dan perasaannya dalam memberikan layanan pendampingan terhadap anak didiknya agar mampu memahami dan memaknai kehidupan ini sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Karakter menjadi penting ketika masyarakat berada di dunia penuh ketidakpastian. Revolusi budaya, ilmu dan tekhnologi telah mengantar manusia ke pintu gerbang rasa ketidakpastian. Rasa ketidakpastian dalam jati diri sebagai sebuah komunitas, Rasa ketidakpastian akan kemutlakan dari kebenaran agama yang selama ini diyakini, rasa ketidakpastian dalam menetapkan norma yang dianut dan rasa ketidakpastian dalam aturan dan hukum yang ditetapkan serta dijalankan.
Rasa ketidakpastian ini membuat manusia menjadi hampa. Tidak ada lagi sebuah kepercayaan atau keyakinan yang mampu menjadi pedoman dan sandaran dalam menjalani dan mengatasi permasalahan dalam hidupnya. Bayangkan itu semua telah terjadi pada masyarakat Indonesia sekarang!
Suatu masyarakat yang menghalalkan korupsi karena merasa tidak ada yang mengawasinya, masyarakat yang menganggap membunuh dengan berbagai alasan sebagai sebuah keniscayaan untuk bertahan hidup, suatu komunitas yang saling mencurigai satu sama lain karena merasa lahan hidupnya terganggu, suatu komunitas yang menganggap politik dan jabatan sebagai lapangan pekerjaan baru dan menjanjikan kekayaan dalam waktu singkat, suatu masyarakat yang menganggap pendidikan adalah sarana untuk merenda masa depan untuk mencapai kesuksesan materi, pendidikan adalah wadah mengajarkan ilmu pengetahuan tanpa pemahaman nilai dari setiap pengetahuan yang diperoleh yang kemudian keberhasilannya diukur hanya dari angka-angka mati dan mengukur kedangkalan ingatan sesaat.
Disinilah perlunya pendidik yang berkarakter ! Pendidik yang memiliki integritas moral yang tinggi dan menjunjung nilai-nilai universal kemanusiaan. Pendidik yang tidak saja berkutat dan bergulat dengan teori langit namun juga menjalankan nilai-nilai adiluhung manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Sosok yang akan mampu memberikan pegangan teguh bagi anak didiknya.
Sosok berkarakter bukanlah sosok yang sempurna. Itu tidak mungkin! Guru bukanlah dewa atau malaikat. Sosok berkarakter adalah sosok yang bersahaja dan mampu menjadi tempat menjawab segala permasalahan melalui tingkah laku yang akan dilihat siswa didik. Bagaimana guru dalam menghadapi kenakalan siswanya, ketika menghadapi berjuta beban pekerjaan dan permasalahan di masyarakat.
Pribadi yang berkarakter akan memunculkan suasana, rasa, aura atau atmosfer kebaikan, keceriaan dan keyakinan menjalani hidup yang penuh dengan dekadensi moral dan akhlak. Suatu sikap bijak dalam menyikapi hidup dan permasalahannya yang akan terus mendera hidup setiap orang, termasuk anak didiknya kelak.

MENGAPA HARUS BERKARAKTER?
“Mendidik seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak bukan pada aspek moral adalah ancaman marabahaya dalam masyarakat” (Theodore Roosevelt).
Rekan guru yang terhormat,
Mengapa bangsa yang telah merdeka selama 63 tahun ini tetap terpuruk dalam berbagai masalah berbangsa, bernegara dan akhlak? Tak perlulah saya mengungkap berbagai masalah yang mender bangsa ini karena yang terpenting sekarang adalah bagaimana semua elemen bangsa ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perbaikan bangsa di masa depan.
Sekarang tentunya kita yakin bahwa sumber kehancuran bangsa ini adalah karena selama ini kita melupakan pentingnya membangun sebuah pendidikan yang menanamkan karakter sebagai sebuah bangsa yang memiliki nilai-nilai adiluhung dalam filsafat kehidupan. Bangsa ini terlalu terbuai oleh pembangunan ekonomi yang menekankan keberhasilan dari aspek materi. Sangat mengagungkan hasil akhir ketimbang proses. Dan apa yang kita raih sekarang?

BAGAIMANA MENJADI GURU BERKARAKTER?
Tak perlu kita berharap bisa merubah bangsa ini apabila kita tidak pernah merubah diri kita sendiri. Sebagai guru, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memulainya, sekarang!
Siswa kita adalah manusia yang utuh. Memiliki jasmani dan jiwa yang sama dengan kita yang mengaku lebih dewasa. Mereka masih dalam proses pertumbuhan dan tengah menjajaki kehidupannya sendiri. Ketika masyarakat memberikan peluang kepada mereka kebebasan, mereka akan dengan tidak sadar berusaha merenggutnya dari kita secepat yang mereka mau. Berikanlah kebebasan itu! Mereka akan mempergunakannya dengan kepolosan dan keluguannya sebagai manusia yang sedang tumbuh dan berkembang.
Pertama, Sayangilah mereka, cintailah mereka dan maklumilah mereka selayaknya kita pun pernah mengalami fase-fase seperti mereka. Jiwa mereka sangat sensitive menangkap setiap kata dan tingkah laku. Bersikaplah santun sesuai dengan dunia mereka. Mereka akan menangkapnya di alam bawah sadar bagaimana kita memperlakukan mereka, merangkainya sebagai informasi dan melakukannya walaupun tidak seketika. Kasih sayang yang kita curahkan, akan membuat mereka percaya kepada apa yang kita katakaan. Setiap perkataan yang datang dari hati akan sampai ke hati dan perkataan yang hanya datang dari mulut akan hanya sampai ke telinga.
Kedua, Berikan perhatian individual. Jangan jadikan perbandingan guru dan murid yang tidak proporsional sebagai alasan untuk tidak pernah melakukannya. Banyak cara untuk mengatasi hal itu. Perhatian ini akan menghujam dalam kehidupan mereka bila kita memperlakukannya dengan santun dan penuh rasa percaya bahwa mereka bisa berubah. Karakter mereka belum stabil sehingga masih sangat mungkin untuk berubah menjadi lebih baik. Keterlibatan kita yang bersifat individu akan menanamkan rasa nyaman untuk menyandarkan diri dari segala permasalahan yang mereka hadapi.
Ketiga, Mengoreksi tingkah laku dengan cinta. Tidak ada alasan apapun, tidak ada teori apapun dan tidak ada pembenaran apapun seorang guru melakukan kekerasan kepada siswanya. Cara mendidik, menghukum, memberikan efek jera dan dengan alasan untuk kebaikan mereka, tidaklah pernah bisa menjadi alasan untuk menempeleng, memukul, menjambak dan memaki. Jiwa mereka akan terluka dan memori mereka akan sangat lekat peristiwa itu dalam hati mereka, dan yakinlah, mereka tidak akan pernah menjadi lebih baik dengan cara itu!
Keempat, Menjadikan perubahan karakter sebagai tujuan utama proses pengajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun. Seberapa jauh kurikulum kita mengukur tentang keberhasilan proses penanaman karakter pada siswa? Jangan terlalu berharap untuk itu. Kita harus mulai sendiri menjadikan perubahan karakter sebagai tujuan utama. Ramulah materi dan metode untuk mencapainya. Bagaimana materi IPS, PPKn maupun IPA dirangkai dalam sebuah proses yang mengarahkan pemahaman mereka akan pentingnya kejujuran, kebaikan, dan keadilan. Mungkin tidak perlu memaksakan untuk memasukkannya ke dalam materi apabila memang tidak mungkin, tapi metode dapat guru arahkan menjadi sebuah proses pembelajaran yang efektif menanamkan pentingnya kerjasama, empati dan untuk memahami karakter orang lain.
Kelima, Menciptakan suasana pembelajaran yang memiliki atmosfer untuk saling menghargai, saling mencintai dan menghormati sesama. Curahkan perhatian dan pikiran untuk meramu sebuah cara bagaimana siswa dapat diperkenalkan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Seribu satu cara untuk melakukannya, dan beribu buku sudah mencoba untuk menguraikan tekhnisnya, tinggal lagi bagaimana guru mampu meramu setiap proses pembelajaran menjadi sebuah pengalaman hidup yang positif bagi siswa.
Marilah kita memulai pendidikan yang berorientasi pada nilai dan karakter melalui perbuatan ketimbang kata-kata. Saatnya proses pembelajaran menjadi sebuah proses pengalaman hidup. Mari tanamkan kebaikan sebagai tujuan setiap gerakan dan tindakan kita di sekolah. Manfaatkan setiap detik menjadi buah-buah kemuliaan melalui tindakan dan kata.

Bandung, 22 Februari 2009 Selengkapnya...

Sabtu, 21 Februari 2009

Untuk kelas akselerasi II,, laporan nilai sementara dari IPS dua belum final dan masih dalam perhitungan sehingga nilai yang terpampangg sama sekali belum menujukkan hasil akhir untuk raport. terima kasih!


NILAI AKSELERASI
SEMESTER II

NO INDUK NT NR NU R
080907019 85 83 81 82
080907022 85 84 69 78
080907029 90 88 73 82
080907045 85 85 73 80
080907048 90 84 76 81
080907054 85 82 70 77
080907064 90 89 89 89
080907091 85 84 80 82
080907098 85 84 86 85
080907112 90 87 90 88
080907125 90 83 89 85
080907131 85 83 84 83
080907135 90 85 73 80
080907136 90 85 76 81
080907138 85 84 76 81
080907159 85 84 83 83
080907174 85 83 83 83
080907177 90 84 89 86
080907184 85 85 83 84
RATA-RATA 87 84 80 83

KETERANGAN :
1. Nilai yang dipampangkan merupakan nilai dari IPS 2 (Pak Imam) saja. Belum termasuk nilai dari IPS3 (Ibu Elis).
2. NT : rata-rata nilai tugas dan praktek
3. NR : rata-rata nilai IPS 2
4. NU : rata-rata nilai ULUM
5. R : rata-rata nilai raport
6. Nilai dibawah 8 akan remidial hari senin, 23 Februari 2009

Bandung, Februari 2009
Guru IPS 2


Imam Wibawa Mukti,S.Pd Selengkapnya...

Minggu, 15 Februari 2009

VALENTINE, MENGAPA DITOLAK?

Ah...masyarakat Indonesia memang selalu latah budaya dan gagap pendapat. Ketika televisi merebak dan menayangkan gegar budaya barat, maka kemudian masyarakat Indonesia pun meniru, dengan mentah dan tanpa saringan yang memadai. Kita tidak pernah sesaat untuk merenungkan setiap nilai dari budaya yang datang ke negeri ini. Makanan, pakaian, sistem sosial, perayaan dan lainnya begitu kentara dilakukan tanpa mampu melakukan penyesuaian dengan nilai dan budaya yang tumbuh dalam masyarakat Indonesia. Misalnya dalam meniru gaya pakaian, tidak semua pakaian yang cocok dikenakan orang Amerika atau Eropa dapat cocok dipakai orang Indonesia, tapi dengan kecerdasan perancang busana, pakaian barat menjadi enak dipandang ketika dipakai di Indonesia. Tapi masih ada juga yang secara mentah meniru dan memaksakan dipakai di tengah masyarakat yang masih lekat dengan tata nilai kesopanan leluhur, sehingga terkesan jauh dan terpisah dalam tata pergaulan masyarakat.
Ada hal yang penting ketika berbicara masalah penetrasi dan hegemoni budaya barat ke Indonesia. Pertama adalah tidak semua budaya barat itu jelek dan buruk, itu jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Kedua, budaya bangsa Indonesia yang mana yang selalu disanjung memiliki nilai tinggi? pakaian, kepercayaan, tata kesopanan atau korupsi? Ketiga, yang dimaksud dengan menyaring budaya memilikidua unsur, yaitu kesadaran akan tindakan meniru dan pengetahuan tentang budaya baru tersebut, sehingga ketika kita meniru dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, benar-benar atas kesadaran dan pengetahuan yang lengkap sehingga mampu melakukan penyesuaian dan tidak menjadi dan merasa terasing di dalam masyarakatnya sendiri.
Hal ini perlu dipaparkan mengingat, Valentine menjadi suatu "budaya" baru yang cukup menarik perhatian baik bagi yang merayakannya maupun yang menolaknya. sayangnya, semua itu hanya berlaku sesaat dan kemudian hilang lagi. Wacana dan langkah konkret melakukan perenungan bersama ini penting sehingga kita bisa lebih cerdas menyikapi perbedaan pendapat yang pro dan kontra tentang Valentine day ini.
Ketika menerima valentine day, masyarakat kita menerima dengan mentah dan begitu pula dengan sikap menolaknya. Beramai-ramai berbagai kalangan secara demonstratif menolak perayaan ini, tapi hanya sebatas menolak dengan alasan bukan budaya Indonesia. padahal kalau mau jujur sebetulnya, budaya mana yang benar-benar budaya bangsa ini? lalu ada yang beralasan karena dengan hari kasih sayang ini sering dijadikan kesempatan untuk mengumbar sex atas nama cinta. ada juga yang berpendapat bahwa budaya ini tidak Islami dan lebih bernuansa Kristiani.
Pakaian dengan dasi dan jas, dangdut, Maulid nabi dan hari Ibu juga bernuansa budaya barat. Bahkan Maulid Nabi pun merupakan peniruan dari perayaan Natal nya kaum Nasrani dengan maksud menanamkan dan mendakwahkan keteladanan Nabi Muhammad yang pada saat perang salib diperlukan untuk menumbuhkan semangat dan rasa solidaritas antara umat Islam. Lantas mengapa Valentine day ditolak karena semata-mata tidak Indonesia dan Islam? Free sex sebagai efek yang dikhawatirkan dari perayaan itupun hanyalah sebuah phobia. Karena tata pergaulan remaja dan orang dewasa saat ini benar-benar telah sedemikian permisif dengan tata pergaulan bebas akibat gempuran budaya dan ketidaktahanan budaya bangsa ini dalam mengantisipasinya. bukan semata-mata karena Valentine day. karena juga masih ada seorang anak yang menunjukkan kasih sayangnya kepada Ibu, seorang anak kepada sahabatnya, atau menggaungkan perdamaian dan kasih sayang justru di tanggal 14 Februari ini.
Tulisan ini bukan untuk membela atau menyatakan pro terhadap perayaan hari kasih sayang itu. itu tidaklah penting bagi penulis! yang terpenting adalah, menanamkan kesadaran yang utuh kepada siapapun yang merayakannya, untuk lebih memaknai hari itu dengan jernih dan memanfaatkannya secara cerdas dan sesuai dengan tata nilai yang berlaku di suatu masyarakat. Bagi yang menentangnya, semoga tulisan ini dapat merangsang untuk secara jeli dan cerdas mengajukan alasan yang dapat diakui sebagai pendapat logis dan argumentatif tanpa membawa sentimen-sentimen yang tidak laku di masyarakat.

SOLUSI
Siapapun yang memulai dan darimanapun suatu budaya itu muncul, pasti lahir dari sebuah kebutuhan. Indonesia memang menjadi pasar empuk bagi para kapitalis barat untuk menjual barang yang berhubungan dengan valentine tersebut. Kita menjadi tidak menyadari bahwa barang yang kita beli untuk perayaan itu adalah produk atau hanyalah hasil dari sebuah iklan para produsen di negara jauh sana. Kita hanya membeli tanpa mampu berkreasi untuk memanfaatkannya bagi bangsa ini.
Oleh karena itu, perlu kerjasama yang baik antar berbagai elemen untuk lebih cerdas menyaring dan menyesuaikan suatu budaya yang masuk sehingga dapat lebih mudah diterima tanpa ada penolakan yang berbau sentimen. Perayaan, pakaian, makanan atau apapun hasil budaya lain yang datang ke Indonesia dapat dijadikan momentum untuk memperkaya khazanah bangsa.
Misalnya dimulai dengan mensosialisasikan bagaimana seharusnya masyarakat Indonesia dalam menunjukkan rasa kasih sayangnya. buatlah sebuah tanggal dan waktu yang berbeda, warna dan ciri yang berbeda. akan lebih efektif melalui media massa ditumbuhkan sebuah budaya baru tersebut. sinteron atau acara musik dapat menghaluskan pesan yang disampaikan namun dapat diterima sebagai bagian dari budaya bangsa. tokoh agama menyaring dan menentukan rambu dari perayaan tersebut, psikolog dapat bersinergi dengan membuat sebuah sebuah landasan teori tentang perlunya sebuah momentum untuk menyatakan perasaan kasih sayang, sama halnya dengan orang yang meminta maaf disaat lebaran. Stasiun televisi lalu memulai sebuah kesadaran baru untuk tidak lagi menggembar-gemborkan 14februari sebagai hari valentine, tapi pada tatanan baru, bentuk dan simbol baru yang telah kita sesuaikan dengan khazanah bangsa.
sulit ya? bisa jadi, tapi itu jauh lebih bermanfaat ketimbang dua pihak hanya bisa berdemo tanpa memaknai peristiwa dari momentum, lalu melupakannya untuk kembali dipermasalahkan setiap tahun. dan yang penting hal ini tidak hanya berlaku untuk hari valentine saja tapi juga setiap perayaan lainnya, seperti Hallowen.
Semoga tulisan ini memberikan solusi dan tidak menjadi polemik baru. Selengkapnya...

Minggu, 08 Februari 2009

MENEMUKAN GAYA BELAJAR ANAK

“Pak Imam, anak saya sangat susah kalau disuruh belajar. Kami harus bertengkar dulu sebelum akhirnya dia mau duduk di meja belajar dan membaca buku pelajaran. Bagaimana yang menumbuhkan motivasi internal sehingga mereka menyadari bahwa belajar itu untuk kepentingan mereka sendiri. Bahwa bawwelnya kita adalah demi kebaikan mereka sendiri” begitu orang tua curhat masalah anak-anak mereka.
“Bapaaa….kkk, kenapa orang teh selalu cerewet ama marah ke kita kalau nyuruh belajar. Kan pegel pak lama-lama di belakang meja belajar dengan sorot lampu belajar dan setumpuk buku pelajaran. Bapak saya selalu mengatakan cara belajar saya salah. Ibu saya selalu mengatakan jam belajar saya masih kurang. Padahal khan nilai pelajaran saya ngga jelek-jelek amat” , begitu siswa curhat masalah orang tuanya kepada saya.
Ada yang pernah mengalami hal di atas?
Pasti ada yang salah dalam komunikasi antara seorang ayah dengan anaknya ketika masalah ini muncul. Kedua-duanya berbicara pada titik pandang yang berbeda. Tapi jangan harap kita sebagai orang tua akan mendapatkan sebuh diskusi dewasa dengan mereka, karena bagaimanapun pintarnya anak kita, mereka berpijak pada dunia mereka sendiri. Oleh karena itu, untuk memulai sebuah dialog yang efektif, saya hanya akan membahas dari aspek orang tua, karena kita telah pernah mengalami masa-masa seperti mereka, sementara mereka belum mengalami apa yang pernah kita lalui.
BEBERAPA HAL YANG SALAH DALAM MEMANDANG GAYA DAN CARA BELAJAR ANAK
Siapa yang mengatakan kalau belajar itu harus selalu duduk di belakang meja dengan setumpuk buku dan disorot meja belajar yang panas itu? Pasti pengalaman kita dahulu begitu. Dan anehnya, banyak orang tua menganggap kalau cara dan gaya belajar seperti itu adalah yang terbaik pula buat anak-anak kita. Kita dulu selalu belajar pada jam-jam khusus yang ketat dan tetap misalnya antara jam 19.00 – 21.00 karena saat itu, dahulu, TVRI tidak sedang menayangkan acara yang menarik dan kita mulai menonton acara televise lebih dari jam 21.30 pada saat ada film atau acara music. Pertanyaannya, apakah dunia dan keadaan sekarang juga sama dengan jaman kita sekolah dulu?
Dari obrolan saya dengan orang tua dan siswa, dapat saya simpulkan beberapa hal dari pandangan orang tua dengan konsep belajar yang ingin harus dilakukan anak-anaknya, diantaranya :
1.Belajar harus selalu dibelakang meja belajar dengan lampu sorot dan buku diatas meja.
2.Belajar harus selalu mengerjakan soal matematika, fisika atau lainnya tanpa harus menunggu PR atau tugas dari guru.
3.Tangan harus bergerak lebih banyak ketimbang badan atau mulut karena kegiatan menulis dan mengerjakan perhitungan.
4.Tidak boleh ada iringan music dan makanan di meja belajar.
5. Jam belajar harus teratur dan tetap setiap hari, misalnya jam 19.00 – 21.00.
MENGENAL DAN TERLIBAT AKTIF DALAM PROSES BELAJAR ANAK DI RUMAH
Sekarang yang harus kita cermati sebagai orang tua adalah kemampuan untuk lebih memahami anak sesuai dengan jamannya. Jaman yang penuh persaingan, penuh godaan, penuh tantangan ini jauh dengan kehidupan kita sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Menyamakan gaya dan cara belajar kita dengan mereka dijaman sekarang benar-benar akan membuat mereka merasa aneh dan asing di duniannya sendiri. Pemahaman ini penting karena beberapa hal, diantaranya, si anak akan merasa bahwa mereka diterima oleh orang tua secara penuh, baik dunia, gaya dan kehidupannya. Mereka akan merasa bahwa rumah adalah tempat paling nyaman baginya untuk menyandarkan kesadarannya yangtelah dipenuhi beban hidup yang semakin berat di sekolahnya, dengan temannya dan dengan perkembangan psikologisnya yang sedang mengalami masa “pancaroba”. Dampak psikologis ini penting karena kematangan dan kenyamanan psikologis akan berdampak pada prestasi belajar mereka.
Yang kedua, pemahaman dari orang tua penting mengingat kita adalah sosok yang telah banyak pengalaman dalam menjalani kehidupan ini sehingga diharapkan akan mampu lebih memahami perbedaan dan perkembangan jaman yang telah dilalui. Sementara anak kita hanya bertemu dan menghadapi apa yang ada di depan matanya saja tanpa kemampuan meramu dan merakit pengalaman menjadi sebuah informasi yang utuh. Jangan berharap anak kita akan memahami maksud baik kita dengan mudah dan sekali proses. Kasih sayang dan maksud baik kita akan terasa pada saat mereka dewasa dan mulai mejlanai banyak peristiwa dalam hidupnya. Marilah kita pahami itu.
Yang ketiga adalah mulai saatnya orang tua melakukan redefinisi tentang konsep belajar yang selama ini kita bayangkan. Duduk di meja dengan sorotan lampu belajar dari jam 7 sampai jam 9 malam harus mulai ditinggalkan, dan metode membaca sambil duduk selama dua jam benar-benar harus dicari kembali teori pendukungnya sebagai metode paling baik dalam belajar.
Saatnya sekarang sebagai orang tua, untuk lebih terlibat alam proses belajar anak. Orang tua bukan lagi “pemberi perintah” kepada anaknya untuk belajar sendiri, tapi juga langsung terlibat dalam proses belajar tersebut. Orang tua tidak bias sudah merasa memperhatikan anak belajar hanya dengan menyuruhnya ke kamar untuk belajar setelah itu orang tua melanjutkan pekerjaan, hobi lalu tidur.
Hal tersebut akan sangat membuka peluang anak untuk melakukan manipulasi dan rekayasa seolah mereka belajar, padahal mereka tetap dengan aktivitasnya main game atau membaca komik. Orang tua tidak bisa melakukan evaluasi terhadap kemajuan dan perkembangan pemahaman anak. Bahkan bisa jadi orang tua tidak mampu memberikan teladan terbaiknya bagi proses belajar anak. Mereka masih mencari metode dan gaya belajar, salah satunya dengan mencontoh kedua orang tua dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Sudah saya perkirakan ini akan menimbulkan sedikit protes dengan alasan keterbatasan waktu, tuntuan pekerjaan yang padat, jarang ada di rumah dan tidak sempat karena pekerjaan lain sedang dan akan selalu menunggu. Permasalahannya adalah bukan sempat atau tidak sempat tapi mau atau tidak mau. Keberatan lainnya adalah dengan alasan tidak memahami materi yang diajarkan. Tidak semua orang tua bekerja di pekerjaan yang menuntut harus tahu banyak tentang segala sesuatu. Ini alasan yang paling mungkin membuaut orang tua tidak merasa perlu terlibat banyak dalam proses belajar anak.
Kita memahami semua bahwa kewajiban orang tua tidak hanya mendidik anak, tapi ada juga mencari pendapatan untuk biaya keluarga, membangun relasi dan hubungan social, mempersiapkan dana untuk masa depan anak, menjalin silaturahmi dengan keluarga lainnya, menjaga eksistensi di tempat pekerjaan dan menjalin hubungan harmonis di dalam keluarga. Tapi dari semua urusan itu, tentukan prioritas dan jalankan prioritas utama. Saya tidak tahu persis, priotitas keberapa anak anda ada dalam aktivitas sehari-hari.
Dari beberapa pembicaraan yang dilakukan dengan orang tua, saya menemukan beberapa orang tua yang rela meninggalkan karier dan pekerjaan karena menganggap melakukan pendampingan adalah sebuah kewajiban mulia. Namun tentunya tidak semua harus se ekstrim itu dalam menyikapi belajar anak. Yang terpenting adalah bagaimana orang tua bisa terlibat aktif dalam belajar ananknya, lalu memperhatikan kecenderungan anak dalam belajar sehingga dapat membantu anak menemukan gaya belajarnya yang paling tepat.
Untuk itulah saya membuat tulisan ini. Mencoba menjembatani permasalahan komunikasi antara anak dan orang tua. Bagaimana orang tua bisa mulai sedikit memberikan keleuasaan kepada anak dalam mencari metode belajarnya namun dengan tetap pendampingan orang tua. Dengan demikian maka orang tua dan siswa akan menemukan sebuah metode belajar yang cocok bagi anak itu sendiri.
BEBERAPA GAYA DAN TIPE BELAJAR ANAK
Pernahkah orang tua menemukan anaknya sedang belajar sambil mendengarkan music? Atau sambil membaca buku pelajaran dengan suara keras, atau ada yang sambil jalan dari satu tempat ke tempat lainnya? Atau mungkin ada yang rajin membuat ringkasan dan catatan untuk dipelajar? Atau bahkan yang sering kita lihat si anak malah tidak memiliki waktu dan tempat yang sama untuk melakukan kegiatan belajarnya?
Menurut teori, secara garis besar ada 3 tipe anak dalam belajar, yaitu :
1.Auditory
Anak ini sangat tergantung pada indera pendengaran dalam menangkap informasi. Apa yang dia dengar akan jauh lebih mudah dia pahami ketimbang dari yang dia baca. Perhatiannya sangat focus ketika sedang mendengarkan guru menerangkan sebuah materi. Catatannya cenderung kosong karena dia mencoba untuk mengingat materi yang ditangkap indera pendengarnya. Kemudian mereka akan cepat menghubungkan informasi tersebut ketika dibutuhkan. Tipe ini disebut sebagai tipe auditory listening learner.
Tipe yang kedua dari anak auditory ini adalah lebih menyenangi suaranya sendiri dalam belajar. Tipe ini cenderung akan membaca materi secara keras sehingga mampu dia dengar sendiri suaranya. Jangan heran dan jangan terkejut ketika orang tua mendengar suara anaknya sedang membaca dalam belajarnya. Jangan larang dan hindari dari gangguan yang dapat mempengaruhi konsentrasinya. Tipe ini disebut dengan auditory verbal learner.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oran tua untuk membantu tipe ini diantaranya dengan :
1.Jika mungkin, pinjam atau belilah CD atau tape (books-on-tape) yang isinya bahan pelajaran yang diikuti anak di sekolah. Biasanya banyak terdapat di perpustakaan
2.Untuk merangsang minat belajar anak tipe ini :
•Maka undanglah kawan-kawannya atau suruhlah ia belajar dengan sahabatnya, diluar jam sekolah.
•Biarkan ia mengucapkan apa yang ia baca, tidak harus keras-keras asalkan cukup dia bisa mendengar suaranya sendiri.
•Suruhlah ia mempresentasikan atau berpura-pura menjadi guru yang mengajarkan apa yang ia pelajari di depan kelas.
•Jika ia punya hobby menyanyi, suruhlah ia melantunkan melodi lagu kesayangannya dari apa yang ia pelajari.
2.Visual
Sesuai dengan namanya, anak seperti ini cenderung akan lebih mudah menangkap informasi dari indera penglihatannya. Melihat gambar atau membaca mungkin akan lebih bermanfaat bagi dirinya ketimbang mendengar uraian dari guru. Namun yang harus diperhatikan adalah tidak semua tipe ini akan senang membaca huruf atau buku karena tipe ini memiliki dua jenis, yaitu :
Picture learner, yaitu anak yang senang melihat gambar, film, grafik, table untuk memahami materi. Misalnya dia akan membuat uraian dan peristiwa sejarah dalam bentuk table yang memisahkan tahun, peristiwa, tokoh dan kejadian dari suatu peristiwa sejarah.
Print learner, tipe ini selain akan membuat catatan yang rapi dan baik juga cenderung akan membuat resume dari materi dan informasi yang telah diperolehnya.
Bantulah anak tipe ini dengan memberikan keleluasaan untuk mencatat dan merekam sebuah peristiwa. Sediakan alat visual seperti VCD atau kamus bergambar untuk menjelaskan suatu permasalahan atau dengan membuat tanda dari apa yang ia baca, misalnya diberi highlight, garis bawah, membuat tulisan/catatan kaki, membuat tulisan demi tulisan yg dihubungkan dengan tanda panah, menulis sesuatu yang menjelaskan sebuah informasi bergambar, dsb
3.The Tacticale Kinesthetic
Ada 4 macam tipe ini :
1.Hands on learner : paling suka aktifitas membuat model, membongkar pasang sesuatu, bekerja dengan material yang bertekstur, dsb.
2.Whole body learner : butuh menggerakkan tubuh, jalan, main, olahraga dsb
3.Sketching learner : butuh menggambar, mewarnai, dsb
4.Writing learner : butuh menulis, mengetik sesuatu yang ia pelajari agar cepat ingat. Bedanya dengan Print Learners hanyalah writing learners tidak selalu menerjemahkan gambar menjadi kata-2 yang ia tulis seperti pada Print Learners.
Karena itu untuk merangsang belajar tipe ini, sebaiknya :
1.Biarkan ia melacak apa yang ia baca dengan jarinya
2.Beri ia kesibukan jika anda tak ingin diganggu, misalnya suruhlah ia membuat gambar, mewarnai, membuat karya tangan, bermain clay dan aktifitas lain yang membuat ia menggerakkan tangan.
3.Saat belajar sesuatu biarkan ia membuat modelnya. Misalnya saat belajar piramyd, biarkan ia menggambarnya atau membuat model dari kertas, daripada hanya membaca buku sejarah.
4.Biarkan ia keluar rumah untuk belajar biologi dari alam secara langsung. Misalnya dengan mengumpulkan daun dan ia rasakan strukturnya, daripada hanya diberi buku biologi bergambar.
5.Untuk matematika, dia akan suka jika menggunakan kalkulator, atau abascus, dsb.
Biarkan ia menggerakkan tubuh, apakah untuk bermain bola, atau lainnya saat istirahat dari belajar.

GAYA BELAJAR MENURUT GREGORC
Ada juga beberapa teori yang mencoba untuk mengidentifikasi dan menemukan gaya mengajar anak. Hal ini perlu diketahui dan dipahami orang tua maupun guru sehingga akan dengan mudah menentukan metode cara belajar dan mengajar anak atau siswa.
Teori dan Model yang dihasilkan oleh para ahli mengenai Gaya Belajar memang sangat beragam. Dalam bukunya, "Cara Mereka Belajar", Cynthia Ulrich Tobias menjelaskan bahwa ada empat gaya atau cara belajar anak. Dia mendasarkan pokok pikirannya itu dari hasil riset Dr. Anthony F. Gregorc. Model yang dikembangkannya memberikan wawasan yang sangat berharga mengenai bagaimana pikiran kita MENERIMA dan MENGGUNAKAN informasi.

A.Menurut Dr. Gregorc, ada dua hal penting yang perlu diketahui tentang bagaimanakah anak menangkap pelajaran. Dia membagi fungsi otak dalam dua macam, pertama PERSEPSI, yaitu cara kita menerima informasi, kedua PENGATURAN, yaitu cara menggunakan informasi yang kita persepsikan.

1.PERSEPSI
Persepsi adalah cara kita menerima informasi atau menangkap sesuatu hal, secara pribadi atau individu. Persepsi-persepsi ini membentuk apa yang kita pikirkan, mendefinisikan apa yang penting bagi kita, dan selanjutnya juga akan menentukan bagaimana kita mengambil keputusan. Menurut Gregorc, persepsi yang dimiliki setiap pikiran/pribadi ada dua macam, yaitu Persepsi Konkret dan Persepsi Abstrak.
a)PERSEPSI KONGKRET/NYATA
Persepsi Kongkret membuat anak lebih cepat menangkap informasi yang nyata dan jelas, secara langsung melalui kelima indranya, yaitu penglihatan, penciuman, peraba, perasa, dan pendengaran. Anak tidak mencari arti yang tersembunyi atau mencoba menghubungkan gagasan atau konsep. Kunci ungkapannya: "Sesuatu adalah seperti apa adanya."
b)PERSEPSI ABSTRAK/KASAT MATA
Persepsi abstrak memungkinkan anak lebih cepat dalam menangkap sesuatu yang abstrak/kasat mata, dan mengerti atau percaya apa yang tidak bisa dilihat sesungguhnya. Sewaktu anak menggunakan persepsi abstrak ini, mereka menggunakan kemampuan intuisi, intelektual dan imajinasinya. Kunci ungkapannya: "Sesuatu tidaklah selalu seperti apa yang terlihat."
Meskipun setiap anak menggunakan Persepsi Konkret dan Persepsi Abstrak setiap harinya, namun ada kecenderungan seseorang merasa lebih mampu dalam menggunakan yang satu dibanding yang lainnya.

2. PENGATURAN
Setelah anak menerima informasi yang masuk, maka anak akan mengatur dan menggunakan informasi yang dipersepsikan tersebut. Menurut Gregorc, kedua kemampuan anak untuk mengatur persepsi adalah sekuensial (teratur, menurut suatu aturan bertahap) dan random (acak, yang mana saja).
a)SEKUENSIAL/BERURUTAN
Metode pengaturan sekuensial membiarkan pikiran anak mengatur informasi secara berurutan, linear atau setapak demi setapak. Anak yang bertipe berurutan biasanya menyukai metode belajar satu demi satu secara berurutan. Orang-orang yang memiliki kemampuan pengaturan sekuensial yang kuat mungkin lebih suka mempunyai suatu rencana dan mengikutinya daripada bertumpu kepada dorongan-dorongan hati. Kunci ungkapannya: "Ikutilah langkah-langkah tersebut."\
b) RANDOM/ACAK
Pengaturan acak membuat pikiran kita mengatur informasi dalam potongan-potongan dan tanpa rangkaian tertentu, seperti memulai di tengah-tengah atau memulai di akhir bagian dan kembali kepermulaan. Anak yang bertipe acak biasanya lebih menyukai cara belajar yang spontan, tidak harus berurutan. Seolah-olah mereka tidak mempunyai suatu rencana tertentu. Kunci ungkapannya: "Lakukan saja!"

B. Berdasarkan konsep ini Cyntia Ulrich Tobias menyusun empat gaya belajar, agar orangtua dan guru lebih dapat memahami cara anak dalam belajar. Setiap anak sebenarnya memiliki kemampuan untuk menggunakan tipe yang lain namun biasanya anak mempunyai tipe yang dominan. Empat tipe kombinasi yang dominan tersebut adalah:

1.SEKUENSIAL KONGKRET (Kongkret Berurutan)
Anak yang bertipe Kongkret Berurutan biasanya mengalami kesulitan apabila diminta untuk menangkap suatu pelajaran yang bersifat abstrak dan yang memerlukan daya imajinasi yang kuat. Ia cenderung menangkap pelajaran yang dopresentasikan secara verbal dan yang dapat ia lihat. Dengan kata lain, ia membutuhkan banyak contoh atau peragaan dan semua ini disajikan dalam bentuk yang sistematis dan berurutan.
Anak ini tidak bisa diburu-buru untuk menyelesaikan tugasnya, karena dia harus benar-benar memahami informasi yang diterimanya satu demi satu. Ini tidak berarti bahwa ia lebih lamban daripada anak yang lain. Ketertarikannya terhadap kerapian, membuat dia sukar menerima beberapa informasi yang datang bersamaan. Istilah kunci baginya adalah SATU DEMI SATU dan NYATA.

2. SEKUENSIAL ABSTRAK (Abstrak Berurutan)
Anak yang bertipe Abstrak Berurutan dilengkapi Tuhan dengan kemampuan penalaran yang tinggi. Anak ini cenderung kritis dan analitis karena dia memiliki daya imajinasi yang kuat. Pada umumnya ia menangkap pelajaran atau informasi secara abstrak dan tidak memerlukan peragaan yang kongkret. Biasanya ia bersifat pendiam dan menyendiri karena ia sibuk berpikir dan menganalisa. Ia pun lebih menyukai pelajaran atau informasi yang disajikan secara sistematis. Istilah kunci baginya adalah SATU DEMI SATU dan IMAJINATIF.

3. RANDOM ABSTRAK (Abstrak Acak)
Anak yang bertipe Abstrak Acak, pelajaran yang disajikan secara berurutan atau sistematis tidaklah menarik. Cara belajar anak model ini tidak teratur dan penjadwalan sangat menyiksa dirinya. Ia tidak terbiasa terpaku oleh pengajaran di dalam kelas; baginya semua pengalaman hidup merupakan pelajaran yang berharga. Istilah kunci baginya adalah SPONTAN dan IMAJINATIF.

4. RANDOM KONGKRET (Kongkret Acak)
Anak yang bertipe Konkret Acak adalah anak yang penuh dengan energi dan ide-ide yang segar. Ia belajar banyak melalui pancaideranya dan tidak terlalu tertarik dengan hal-hal yang memerlukan penalaran abstrak. Ciri praktisnya yang diperkuat oleh kemampuannya menerima pelajaran secara acak membuatnya menjadi orang yang penuh dengan ide-ide yang baru. Kesulitannya adalah melakukan hal-hal yang sama, sebab baginya hal ini sangat membosankan. Anak bertipe ini cenderung mengalami masalah dalam sistem pengajaran di sekolah sebab ia bukanlah tipe penurut. Istilah kunci baginya adalah SPONTAN dan NYATA.

Sebagaimana kita melihatnya, setiap anak (dan juga kita) belajar dengan cara yang berbeda. Untuk itu sangatlah penting bagi orangtua atau guru untuk mengenal gaya belajar anak-anak dan murid-muridnya, agar memiliki pemahaman yang benar terhadap mereka sehingga menghasilkan buah yang maksimal. Demikian pula sebagai Guru Sekolah Minggu, kita harus waspada dengan kelemahan Gaya Belajar kita sendiri serta berusaha untuk mengembangkan beberapa teknik mengajar yang mungkin "secara alami" kurang kita sukai.

CARA PRAKTIS MENGAJAR ANAK-ANAK MENURUT KOMBINASI GAYA BELAJAR GREGORC

Di dalam artikel diatas kita telah membahas empat kombinasi gaya belajar yang dikembangkan oleh Cynthia Ulrich Tobias berdasarkan riset dari Dr. Anthony F. Gregorc. Berikut ini adalah langkah - langkah praktis yang dapat dilakukan oleh guru untuk menolong anak - anak yang memiliki kecederungan gaya belajar tersebut.

1. SEKUENSIAL KONGKRET (Kongkret Berurutan)
Anak yang bertipe Kongkret Berurutan lebih menyukai rutinitas, melakukan hal-hal dengan cara yang sama, dan senang bekerja secara sistematis (langkah demi langkah) dengan batasan waktu dan jadwal kerja yang jelas.
Cara praktis yang dapat digunakan guru untuk membantu anak bertipe Konkret Berurutan ini adalah:
1.Menyediakan waktu dan tempat dimana anak dapat belajar/ bekerja dengan tenang.
2.Memberikan contoh konkret tentang apa yang diharapkan, kalau perlu menggunakan alat bantu dan peraga.
3.Bertanya pada anak apa yang dapat anda lakukan untuk membantunya.

2. SEKUENSIAL ABSTRAK (Abstrak Berurutan)
Anak dengan gaya belajar Abstrak Berurutan membutuhkan informasi sebanyak mungkin sebelum mereka membuat suatu keputusan dan waktu yang cukup agar dapat menyelesaikan pekerjaannya.
Cara praktis yang dapat dilakukan guru untuk menolong anak ini adalah:
1.Memberikan waktu tambahan atau mengusahakan tidak ada tekanan waktu sementara anak belajar/bekerja.
2.Tidak terlalu memaksa anak untuk mengutarakan perasaan/ emosinya bila dia belum merasa siap.
3.Mengusahakan untuk senantiasa menggunakan logika dan memaparkan fakta-fakta dalam mengajar atau membimbing anak.

3. RANDOM ABSTRAK (Abstrak Acak)
Bagi anak yang bertipe Abstrak Acak, keseluruhan hidup dan belajar merupakan suatu pengalaman yang amat sangat pribadi. Anak ini biasanya sensitif terhadap perasaan orang lain maupun "suasana" belajarnya.
Cara praktis Guru dalam membangun motivasi anak ini adalah:
1.Memberikan jaminan kasih dan penghargaan serta pujian yang tulus.
2.Menegaskan pentingnya "pelajaran" tertentu bagi kehidupan pribadi mereka serta apa yang dapat mereka lakukan bagi sesama dengan bekal "pelajaran" tersebut
3.Menghindari kompetisi dan konflik, sementara mendorong anak untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain

4. RANDOM KONGKRET (Kongkret Acak)
Anak yang bertipe Kongkret Acak cenderung ingin "mengalami" sendiri fakta-fakta supaya dapat benar-benar mempercayainya. Anak ini juga dikenal sering melawan struktur dan rutinitas, mereka ingin menjaga agar semua pilihan mereka tetap terbuka lebar. Mereka sangat menyukai tantangan baru.
Cara praktis yang dapat digunakan guru untuk membantu anak bertipe Kongkret Acak adalah:
1.Memberikan kesempatan pada anak untuk berinspirasi dan berkreasi (mengembangkan kreativitasnya).
2.Memberikan bimbingan serta pengarahan dan jangan memberi peraturan serta batasan yang cenderung mengikat senantiasa menyediakan 'tantangan baru' dan sebisa mungkin menghindari rutinitas.

Nah…setelah menyimak beberapa tipe belajar, apakah orang tua mulai bisa membedakan tipe belajar anaknya atau tidak. Kita perlu secara aktif menemukan, mengidentifikasi gaya belajar anak dan kemudian menetapkan, membiasakan pola belajar menurut kecenderungan anak. Tidak mustahil seorang anak telah merasa nyaman dengan gaya belajar yang telah dilakukannya selama ini. Namun orang tua dapat mengamati apakah haisl belajar anak berbanding lurus dengan gaya belajarnya atau tidak, bila tidak ada hubungan signifikan antara gaya yang tengah dilakukan dengan hasil yang diperoleh, maka orang tua harus secara sabar dan bijak merubah gaya belajar anak.
Bahan ini dirangkum dari:
1. Judul buku : Cara Mereka Belajar
Penulis : Cynthia Ulrich Tobias
Penerbit : Harvest Publication House
Halaman : 16-27
2. Judul buletin: Parakaleo
Edisi : Juli - September 1995
Penulis : Dr. Paul Gunadi
Penerbit : Departemen Konseling STTRII
Halaman : 2-3
3. Bahan ini diambil dan diringkas dari:
Judul buku : Cara Mereka Belajar
Penulis : Cynthia Ulrich Tobias
Penerbit : Harvest Publication House
Halaman : 31-83

Imam Wibawa Mukti dengan mengutip banyak sumber. Selengkapnya...

“Pak Imam, anak saya sangat susah kalau disuruh belajar. Kami harus bertengkar dulu sebelum akhirnya dia mau duduk di meja belajar dan membaca buku pelajaran. Bagaimana yang menumbuhkan motivasi internal sehingga mereka menyadari bahwa belajar itu untuk kepentingan mereka sendiri. Bahwa bawwelnya kita adalah demi kebaikan mereka sendiri” begitu orang tua curhat masalah anak-anak mereka.
“Bapaaa….kkk, kenapa orang teh selalu cerewet ama marah ke kita kalau nyuruh belajar. Kan pegel pak lama-lama di belakang meja belajar dengan sorot lampu belajar dan setumpuk buku pelajaran. Bapak saya selalu mengatakan cara belajar saya salah. Ibu saya selalu mengatakan jam belajar saya masih kurang. Padahal khan nilai pelajaran saya ngga jelek-jelek amat” , begitu siswa curhat masalah orang tuanya kepada saya.
Ada yang pernah mengalami hal di atas?
Pasti ada yang salah dalam komunikasi antara seorang ayah dengan anaknya ketika masalah ini muncul. Kedua-duanya berbicara pada titik pandang yang berbeda. Tapi jangan harap kita sebagai orang tua akan mendapatkan sebuh diskusi dewasa dengan mereka, karena bagaimanapun pintarnya anak kita, mereka berpijak pada dunia mereka sendiri. Oleh karena itu, untuk memulai sebuah dialog yang efektif, saya hanya akan membahas dari aspek orang tua, karena kita telah pernah mengalami masa-masa seperti mereka, sementara mereka belum mengalami apa yang pernah kita lalui.
BEBERAPA HAL YANG SALAH DALAM MEMANDANG GAYA DAN CARA BELAJAR ANAK
Siapa yang mengatakan kalau belajar itu harus selalu duduk di belakang meja dengan setumpuk buku dan disorot meja belajar yang panas itu? Pasti pengalaman kita dahulu begitu. Dan anehnya, banyak orang tua menganggap kalau cara dan gaya belajar seperti itu adalah yang terbaik pula buat anak-anak kita. Kita dulu selalu belajar pada jam-jam khusus yang ketat dan tetap misalnya antara jam 19.00 – 21.00 karena saat itu, dahulu, TVRI tidak sedang menayangkan acara yang menarik dan kita mulai menonton acara televise lebih dari jam 21.30 pada saat ada film atau acara music. Pertanyaannya, apakah dunia dan keadaan sekarang juga sama dengan jaman kita sekolah dulu?
Dari obrolan saya dengan orang tua dan siswa, dapat saya simpulkan beberapa hal dari pandangan orang tua dengan konsep belajar yang ingin harus dilakukan anak-anaknya, diantaranya :
1. Belajar harus selalu dibelakang meja belajar dengan lampu sorot dan buku diatas meja.
2. Belajar harus selalu mengerjakan soal matematika, fisika atau lainnya tanpa harus menunggu PR atau tugas dari guru.
3. Tangan harus bergerak lebih banyak ketimbang badan atau mulut karena kegiatan menulis dan mengerjakan perhitungan.
4. Tidak boleh ada iringan music dan makanan di meja belajar.
5. Jam belajar harus teratur dan tetap setiap hari, misalnya jam 19.00 – 21.00.
MENGENAL DAN TERLIBAT AKTIF DALAM PROSES BELAJAR ANAK DI RUMAH
Sekarang yang harus kita cermati sebagai orang tua adalah kemampuan untuk lebih memahami anak sesuai dengan jamannya. Jaman yang penuh persaingan, penuh godaan, penuh tantangan ini jauh dengan kehidupan kita sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Menyamakan gaya dan cara belajar kita dengan mereka dijaman sekarang benar-benar akan membuat mereka merasa aneh dan asing di duniannya sendiri. Pemahaman ini penting karena beberapa hal, diantaranya, si anak akan merasa bahwa mereka diterima oleh orang tua secara penuh, baik dunia, gaya dan kehidupannya. Mereka akan merasa bahwa rumah adalah tempat paling nyaman baginya untuk menyandarkan kesadarannya yangtelah dipenuhi beban hidup yang semakin berat di sekolahnya, dengan temannya dan dengan perkembangan psikologisnya yang sedang mengalami masa “pancaroba”. Dampak psikologis ini penting karena kematangan dan kenyamanan psikologis akan berdampak pada prestasi belajar mereka.
Yang kedua, pemahaman dari orang tua penting mengingat kita adalah sosok yang telah banyak pengalaman dalam menjalani kehidupan ini sehingga diharapkan akan mampu lebih memahami perbedaan dan perkembangan jaman yang telah dilalui. Sementara anak kita hanya bertemu dan menghadapi apa yang ada di depan matanya saja tanpa kemampuan meramu dan merakit pengalaman menjadi sebuah informasi yang utuh. Jangan berharap anak kita akan memahami maksud baik kita dengan mudah dan sekali proses. Kasih sayang dan maksud baik kita akan terasa pada saat mereka dewasa dan mulai mejlanai banyak peristiwa dalam hidupnya. Marilah kita pahami itu.
Yang ketiga adalah mulai saatnya orang tua melakukan redefinisi tentang konsep belajar yang selama ini kita bayangkan. Duduk di meja dengan sorotan lampu belajar dari jam 7 sampai jam 9 malam harus mulai ditinggalkan, dan metode membaca sambil duduk selama dua jam benar-benar harus dicari kembali teori pendukungnya sebagai metode paling baik dalam belajar.
Saatnya sekarang sebagai orang tua, untuk lebih terlibat alam proses belajar anak. Orang tua bukan lagi “pemberi perintah” kepada anaknya untuk belajar sendiri, tapi juga langsung terlibat dalam proses belajar tersebut. Orang tua tidak bias sudah merasa memperhatikan anak belajar hanya dengan menyuruhnya ke kamar untuk belajar setelah itu orang tua melanjutkan pekerjaan, hobi lalu tidur.
Hal tersebut akan sangat membuka peluang anak untuk melakukan manipulasi dan rekayasa seolah mereka belajar, padahal mereka tetap dengan aktivitasnya main game atau membaca komik. Orang tua tidak bisa melakukan evaluasi terhadap kemajuan dan perkembangan pemahaman anak. Bahkan bisa jadi orang tua tidak mampu memberikan teladan terbaiknya bagi proses belajar anak. Mereka masih mencari metode dan gaya belajar, salah satunya dengan mencontoh kedua orang tua dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Sudah saya perkirakan ini akan menimbulkan sedikit protes dengan alasan keterbatasan waktu, tuntuan pekerjaan yang padat, jarang ada di rumah dan tidak sempat karena pekerjaan lain sedang dan akan selalu menunggu. Permasalahannya adalah bukan sempat atau tidak sempat tapi mau atau tidak mau. Keberatan lainnya adalah dengan alasan tidak memahami materi yang diajarkan. Tidak semua orang tua bekerja di pekerjaan yang menuntut harus tahu banyak tentang segala sesuatu. Ini alasan yang paling mungkin membuaut orang tua tidak merasa perlu terlibat banyak dalam proses belajar anak.
Kita memahami semua bahwa kewajiban orang tua tidak hanya mendidik anak, tapi ada juga mencari pendapatan untuk biaya keluarga, membangun relasi dan hubungan social, mempersiapkan dana untuk masa depan anak, menjalin silaturahmi dengan keluarga lainnya, menjaga eksistensi di tempat pekerjaan dan menjalin hubungan harmonis di dalam keluarga. Tapi dari semua urusan itu, tentukan prioritas dan jalankan prioritas utama. Saya tidak tahu persis, priotitas keberapa anak anda ada dalam aktivitas sehari-hari.
Dari beberapa pembicaraan yang dilakukan dengan orang tua, saya menemukan beberapa orang tua yang rela meninggalkan karier dan pekerjaan karena menganggap melakukan pendampingan adalah sebuah kewajiban mulia. Namun tentunya tidak semua harus se ekstrim itu dalam menyikapi belajar anak. Yang terpenting adalah bagaimana orang tua bisa terlibat aktif dalam belajar ananknya, lalu memperhatikan kecenderungan anak dalam belajar sehingga dapat membantu anak menemukan gaya belajarnya yang paling tepat.
Untuk itulah saya membuat tulisan ini. Mencoba menjembatani permasalahan komunikasi antara anak dan orang tua. Bagaimana orang tua bisa mulai sedikit memberikan keleuasaan kepada anak dalam mencari metode belajarnya namun dengan tetap pendampingan orang tua. Dengan demikian maka orang tua dan siswa akan menemukan sebuah metode belajar yang cocok bagi anak itu sendiri.
BEBERAPA GAYA DAN TIPE BELAJAR ANAK
Pernahkah orang tua menemukan anaknya sedang belajar sambil mendengarkan music? Atau sambil membaca buku pelajaran dengan suara keras, atau ada yang sambil jalan dari satu tempat ke tempat lainnya? Atau mungkin ada yang rajin membuat ringkasan dan catatan untuk dipelajar? Atau bahkan yang sering kita lihat si anak malah tidak memiliki waktu dan tempat yang sama untuk melakukan kegiatan belajarnya?
Menurut teori, secara garis besar ada 3 tipe anak dalam belajar, yaitu :
1.Auditory
Anak ini sangat tergantung pada indera pendengaran dalam menangkap informasi. Apa yang dia dengar akan jauh lebih mudah dia pahami ketimbang dari yang dia baca. Perhatiannya sangat focus ketika sedang mendengarkan guru menerangkan sebuah materi. Catatannya cenderung kosong karena dia mencoba untuk mengingat materi yang ditangkap indera pendengarnya. Kemudian mereka akan cepat menghubungkan informasi tersebut ketika dibutuhkan. Tipe ini disebut sebagai tipe auditory listening learner.
Tipe yang kedua dari anak auditory ini adalah lebih menyenangi suaranya sendiri dalam belajar. Tipe ini cenderung akan membaca materi secara keras sehingga mampu dia dengar sendiri suaranya. Jangan heran dan jangan terkejut ketika orang tua mendengar suara anaknya sedang membaca dalam belajarnya. Jangan larang dan hindari dari gangguan yang dapat mempengaruhi konsentrasinya. Tipe ini disebut dengan auditory verbal learner.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oran tua untuk membantu tipe ini diantaranya dengan :
1.Jika mungkin, pinjam atau belilah CD atau tape (books-on-tape) yang isinya bahan pelajaran yang diikuti anak di sekolah. Biasanya banyak terdapat di perpustakaan
2.Untuk merangsang minat belajar anak tipe ini :
•Maka undanglah kawan-kawannya atau suruhlah ia belajar dengan sahabatnya, diluar jam sekolah.
•Biarkan ia mengucapkan apa yang ia baca, tidak harus keras-keras asalkan cukup dia bisa mendengar suaranya sendiri.
•Suruhlah ia mempresentasikan atau berpura-pura menjadi guru yang mengajarkan apa yang ia pelajari di depan kelas.
•Jika ia punya hobby menyanyi, suruhlah ia melantunkan melodi lagu kesayangannya dari apa yang ia pelajari.
2.Visual
Sesuai dengan namanya, anak seperti ini cenderung akan lebih mudah menangkap informasi dari indera penglihatannya. Melihat gambar atau membaca mungkin akan lebih bermanfaat bagi dirinya ketimbang mendengar uraian dari guru. Namun yang harus diperhatikan adalah tidak semua tipe ini akan senang membaca huruf atau buku karena tipe ini memiliki dua jenis, yaitu :
Picture learner, yaitu anak yang senang melihat gambar, film, grafik, table untuk memahami materi. Misalnya dia akan membuat uraian dan peristiwa sejarah dalam bentuk table yang memisahkan tahun, peristiwa, tokoh dan kejadian dari suatu peristiwa sejarah.
Print learner, tipe ini selain akan membuat catatan yang rapi dan baik juga cenderung akan membuat resume dari materi dan informasi yang telah diperolehnya.
Bantulah anak tipe ini dengan memberikan keleluasaan untuk mencatat dan merekam sebuah peristiwa. Sediakan alat visual seperti VCD atau kamus bergambar untuk menjelaskan suatu permasalahan atau dengan membuat tanda dari apa yang ia baca, misalnya diberi highlight, garis bawah, membuat tulisan/catatan kaki, membuat tulisan demi tulisan yg dihubungkan dengan tanda panah, menulis sesuatu yang menjelaskan sebuah informasi bergambar, dsb
3.The Tacticale Kinesthetic
Ada 4 macam tipe ini :
1.Hands on learner : paling suka aktifitas membuat model, membongkar pasang sesuatu, bekerja dengan material yang bertekstur, dsb.
2.Whole body learner : butuh menggerakkan tubuh, jalan, main, olahraga dsb
3.Sketching learner : butuh menggambar, mewarnai, dsb
4.Writing learner : butuh menulis, mengetik sesuatu yang ia pelajari agar cepat ingat. Bedanya dengan Print Learners hanyalah writing learners tidak selalu menerjemahkan gambar menjadi kata-2 yang ia tulis seperti pada Print Learners.
Karena itu untuk merangsang belajar tipe ini, sebaiknya :
1.Biarkan ia melacak apa yang ia baca dengan jarinya
2.Beri ia kesibukan jika anda tak ingin diganggu, misalnya suruhlah ia membuat gambar, mewarnai, membuat karya tangan, bermain clay dan aktifitas lain yang membuat ia menggerakkan tangan.
3.Saat belajar sesuatu biarkan ia membuat modelnya. Misalnya saat belajar piramyd, biarkan ia menggambarnya atau membuat model dari kertas, daripada hanya membaca buku sejarah.
4.Biarkan ia keluar rumah untuk belajar biologi dari alam secara langsung. Misalnya dengan mengumpulkan daun dan ia rasakan strukturnya, daripada hanya diberi buku biologi bergambar.
5.Untuk matematika, dia akan suka jika menggunakan kalkulator, atau abascus, dsb.
Biarkan ia menggerakkan tubuh, apakah untuk bermain bola, atau lainnya saat istirahat dari belajar.

GAYA BELAJAR MENURUT GREGORC
Ada juga beberapa teori yang mencoba untuk mengidentifikasi dan menemukan gaya mengajar anak. Hal ini perlu diketahui dan dipahami orang tua maupun guru sehingga akan dengan mudah menentukan metode cara belajar dan mengajar anak atau siswa.
Teori dan Model yang dihasilkan oleh para ahli mengenai Gaya Belajar memang sangat beragam. Dalam bukunya, "Cara Mereka Belajar", Cynthia Ulrich Tobias menjelaskan bahwa ada empat gaya atau cara belajar anak. Dia mendasarkan pokok pikirannya itu dari hasil riset Dr. Anthony F. Gregorc. Model yang dikembangkannya memberikan wawasan yang sangat berharga mengenai bagaimana pikiran kita MENERIMA dan MENGGUNAKAN informasi.
A. Menurut Dr. Gregorc, ada dua hal penting yang perlu diketahui tentang bagaimanakah anak menangkap pelajaran. Dia membagi fungsi otak dalam dua macam, pertama PERSEPSI, yaitu cara kita menerima informasi, kedua PENGATURAN, yaitu cara menggunakan informasi yang kita persepsikan.
1. 1. PERSEPSI
Persepsi adalah cara kita menerima informasi atau menangkap sesuatu hal, secara pribadi atau individu. Persepsi-persepsi ini membentuk apa yang kita pikirkan, mendefinisikan apa yang penting bagi kita, dan selanjutnya juga akan menentukan bagaimana kita mengambil keputusan. Menurut Gregorc, persepsi yang dimiliki setiap pikiran/pribadi ada dua macam, yaitu Persepsi Konkret dan Persepsi Abstrak.
a) PERSEPSI KONGKRET/NYATA
Persepsi Kongkret membuat anak lebih cepat menangkap informasi yang nyata dan jelas, secara langsung melalui kelima indranya, yaitu penglihatan, penciuman, peraba, perasa, dan pendengaran. Anak tidak mencari arti yang tersembunyi atau mencoba menghubungkan gagasan atau konsep. Kunci ungkapannya: "Sesuatu adalah seperti apa adanya."
b) PERSEPSI ABSTRAK/KASAT MATA
Persepsi abstrak memungkinkan anak lebih cepat dalam menangkap sesuatu yang abstrak/kasat mata, dan mengerti atau percaya apa yang tidak bisa dilihat sesungguhnya. Sewaktu anak menggunakan persepsi abstrak ini, mereka menggunakan kemampuan intuisi, intelektual dan imajinasinya. Kunci ungkapannya: "Sesuatu tidaklah selalu seperti apa yang terlihat."
Meskipun setiap anak menggunakan Persepsi Konkret dan Persepsi Abstrak setiap harinya, namun ada kecenderungan seseorang merasa lebih mampu dalam menggunakan yang satu dibanding yang lainnya.
2.PENGATURAN
Setelah anak menerima informasi yang masuk, maka anak akan mengatur dan menggunakan informasi yang dipersepsikan tersebut. Menurut Gregorc, kedua kemampuan anak untuk mengatur persepsi adalah sekuensial (teratur, menurut suatu aturan bertahap) dan random (acak, yang mana saja).
a)SEKUENSIAL/BERURUTAN
Metode pengaturan sekuensial membiarkan pikiran anak mengatur informasi secara berurutan, linear atau setapak demi setapak. Anak yang bertipe berurutan biasanya menyukai metode belajar satu demi satu secara berurutan. Orang-orang yang memiliki kemampuan pengaturan sekuensial yang kuat mungkin lebih suka mempunyai suatu rencana dan mengikutinya daripada bertumpu kepada dorongan-dorongan hati. Kunci ungkapannya: "Ikutilah langkah-langkah tersebut."\
b) RANDOM/ACAK
Pengaturan acak membuat pikiran kita mengatur informasi dalam potongan-potongan dan tanpa rangkaian tertentu, seperti memulai di tengah-tengah atau memulai di akhir bagian dan kembali kepermulaan. Anak yang bertipe acak biasanya lebih menyukai cara belajar yang spontan, tidak harus berurutan. Seolah-olah mereka tidak mempunyai suatu rencana tertentu. Kunci ungkapannya: "Lakukan saja!"

B. Berdasarkan konsep ini Cyntia Ulrich Tobias menyusun empat gaya belajar, agar orangtua dan guru lebih dapat memahami cara anak dalam belajar. Setiap anak sebenarnya memiliki kemampuan untuk menggunakan tipe yang lain namun biasanya anak mempunyai tipe yang dominan. Empat tipe kombinasi yang dominan tersebut adalah:

1. 1. SEKUENSIAL KONGKRET (Kongkret Berurutan)
Anak yang bertipe Kongkret Berurutan biasanya mengalami kesulitan apabila diminta untuk menangkap suatu pelajaran yang bersifat abstrak dan yang memerlukan daya imajinasi yang kuat. Ia cenderung menangkap pelajaran yang dopresentasikan secara verbal dan yang dapat ia lihat. Dengan kata lain, ia membutuhkan banyak contoh atau peragaan dan semua ini disajikan dalam bentuk yang sistematis dan berurutan.
Anak ini tidak bisa diburu-buru untuk menyelesaikan tugasnya, karena dia harus benar-benar memahami informasi yang diterimanya satu demi satu. Ini tidak berarti bahwa ia lebih lamban daripada anak yang lain. Ketertarikannya terhadap kerapian, membuat dia sukar menerima beberapa informasi yang datang bersamaan. Istilah kunci baginya adalah SATU DEMI SATU dan NYATA.

2. 2. SEKUENSIAL ABSTRAK (Abstrak Berurutan)
Anak yang bertipe Abstrak Berurutan dilengkapi Tuhan dengan kemampuan penalaran yang tinggi. Anak ini cenderung kritis dan analitis karena dia memiliki daya imajinasi yang kuat. Pada umumnya ia menangkap pelajaran atau informasi secara abstrak dan tidak memerlukan peragaan yang kongkret. Biasanya ia bersifat pendiam dan menyendiri karena ia sibuk berpikir dan menganalisa. Ia pun lebih menyukai pelajaran atau informasi yang disajikan secara sistematis. Istilah kunci baginya adalah SATU DEMI SATU dan IMAJINATIF.

3. 3. RANDOM ABSTRAK (Abstrak Acak)
Anak yang bertipe Abstrak Acak, pelajaran yang disajikan secara berurutan atau sistematis tidaklah menarik. Cara belajar anak model ini tidak teratur dan penjadwalan sangat menyiksa dirinya. Ia tidak terbiasa terpaku oleh pengajaran di dalam kelas; baginya semua pengalaman hidup merupakan pelajaran yang berharga. Istilah kunci baginya adalah SPONTAN dan IMAJINATIF.

4. 4. RANDOM KONGKRET (Kongkret Acak)
Anak yang bertipe Konkret Acak adalah anak yang penuh dengan energi dan ide-ide yang segar. Ia belajar banyak melalui pancaideranya dan tidak terlalu tertarik dengan hal-hal yang memerlukan penalaran abstrak. Ciri praktisnya yang diperkuat oleh kemampuannya menerima pelajaran secara acak membuatnya menjadi orang yang penuh dengan ide-ide yang baru. Kesulitannya adalah melakukan hal-hal yang sama, sebab baginya hal ini sangat membosankan. Anak bertipe ini cenderung mengalami masalah dalam sistem pengajaran di sekolah sebab ia bukanlah tipe penurut. Istilah kunci baginya adalah SPONTAN dan NYATA.

Sebagaimana kita melihatnya, setiap anak (dan juga kita) belajar dengan cara yang berbeda. Untuk itu sangatlah penting bagi orangtua atau guru untuk mengenal gaya belajar anak-anak dan murid-muridnya, agar memiliki pemahaman yang benar terhadap mereka sehingga menghasilkan buah yang maksimal. Demikian pula sebagai Guru Sekolah Minggu, kita harus waspada dengan kelemahan Gaya Belajar kita sendiri serta berusaha untuk mengembangkan beberapa teknik mengajar yang mungkin "secara alami" kurang kita sukai.

CARA PRAKTIS MENGAJAR ANAK-ANAK MENURUT KOMBINASI GAYA BELAJAR GREGORC

Di dalam artikel diatas kita telah membahas empat kombinasi gaya belajar yang dikembangkan oleh Cynthia Ulrich Tobias berdasarkan riset dari Dr. Anthony F. Gregorc. Berikut ini adalah langkah - langkah praktis yang dapat dilakukan oleh guru untuk menolong anak - anak yang memiliki kecederungan gaya belajar tersebut.

1. SEKUENSIAL KONGKRET (Kongkret Berurutan)
Anak yang bertipe Kongkret Berurutan lebih menyukai rutinitas, melakukan hal-hal dengan cara yang sama, dan senang bekerja secara sistematis (langkah demi langkah) dengan batasan waktu dan jadwal kerja yang jelas.
Cara praktis yang dapat digunakan guru untuk membantu anak bertipe Konkret Berurutan ini adalah:
1. Menyediakan waktu dan tempat dimana anak dapat belajar/ bekerja dengan tenang.
2. Memberikan contoh konkret tentang apa yang diharapkan, kalau perlu menggunakan alat bantu dan peraga.
3. Bertanya pada anak apa yang dapat anda lakukan untuk membantunya.

2. SEKUENSIAL ABSTRAK (Abstrak Berurutan)
Anak dengan gaya belajar Abstrak Berurutan membutuhkan informasi sebanyak mungkin sebelum mereka membuat suatu keputusan dan waktu yang cukup agar dapat menyelesaikan pekerjaannya.
Cara praktis yang dapat dilakukan guru untuk menolong anak ini adalah:
1. Memberikan waktu tambahan atau mengusahakan tidak ada tekanan waktu sementara anak belajar/bekerja.
2. Tidak terlalu memaksa anak untuk mengutarakan perasaan/ emosinya bila dia belum merasa siap.
3. Mengusahakan untuk senantiasa menggunakan logika dan memaparkan fakta-fakta dalam mengajar atau membimbing anak.

3. RANDOM ABSTRAK (Abstrak Acak)
Bagi anak yang bertipe Abstrak Acak, keseluruhan hidup dan belajar merupakan suatu pengalaman yang amat sangat pribadi. Anak ini biasanya sensitif terhadap perasaan orang lain maupun "suasana" belajarnya.
Cara praktis Guru dalam membangun motivasi anak ini adalah:
1. Memberikan jaminan kasih dan penghargaan serta pujian yang tulus.
2. Menegaskan pentingnya "pelajaran" tertentu bagi kehidupan pribadi mereka serta apa yang dapat mereka lakukan bagi sesama dengan bekal "pelajaran" tersebut
3. Menghindari kompetisi dan konflik, sementara mendorong anak untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain

4. RANDOM KONGKRET (Kongkret Acak)
Anak yang bertipe Kongkret Acak cenderung ingin "mengalami" sendiri fakta-fakta supaya dapat benar-benar mempercayainya. Anak ini juga dikenal sering melawan struktur dan rutinitas, mereka ingin menjaga agar semua pilihan mereka tetap terbuka lebar. Mereka sangat menyukai tantangan baru.
Cara praktis yang dapat digunakan guru untuk membantu anak bertipe Kongkret Acak adalah:
1. Memberikan kesempatan pada anak untuk berinspirasi dan berkreasi (mengembangkan kreativitasnya).
2. Memberikan bimbingan serta pengarahan dan jangan memberi peraturan serta batasan yang cenderung mengikat senantiasa menyediakan 'tantangan baru' dan sebisa mungkin menghindari rutinitas.

Nah…setelah menyimak beberapa tipe belajar, apakah orang tua mulai bisa membedakan tipe belajar anaknya atau tidak. Kita perlu secara aktif menemukan, mengidentifikasi gaya belajar anak dan kemudian menetapkan, membiasakan pola belajar menurut kecenderungan anak. Tidak mustahil seorang anak telah merasa nyaman dengan gaya belajar yang telah dilakukannya selama ini. Namun orang tua dapat mengamati apakah haisl belajar anak berbanding lurus dengan gaya belajarnya atau tidak, bila tidak ada hubungan signifikan antara gaya yang tengah dilakukan dengan hasil yang diperoleh, maka orang tua harus secara sabar dan bijak merubah gaya belajar anak.
Bahan ini dirangkum dari:
1. Judul buku : Cara Mereka Belajar
Penulis : Cynthia Ulrich Tobias
Penerbit : Harvest Publication House
Halaman : 16-27
2. Judul buletin: Parakaleo
Edisi : Juli - September 1995
Penulis : Dr. Paul Gunadi
Penerbit : Departemen Konseling STTRII
Halaman : 2-3
3. Bahan ini diambil dan diringkas dari:
Judul buku : Cara Mereka Belajar
Penulis : Cynthia Ulrich Tobias
Penerbit : Harvest Publication House
Halaman : 31-83

Imam Wibawa Mukti dengan mengutip banyak sumber.



Selengkapnya...