Kamis, 25 Juni 2009

KITA BISA KOK JADI ANAK JENIUS

Asyiknya jadi anak pintar. Langganan ranking satu, masuk kelas akselerasi atau juara lomba sains. Eits, tapi siapa bilang kita enggak bisa seperti mereka. Bisa kok!

Kita biasa menyebut mereka genius. Anak-anak superpintar yang beruntung bisa masuk kelas akselerasi dan menghemat waktu sekolah. Uuuh, bikin iri. Eh, tapi, jangan asal panggil mereka anak genius. Dalam ilmu psikologi dan dunia pendidikan, mereka biasa dipanggil anak berbakat alias gifted child.
"Istilah genius terlalu berlebihan. Genius itu berarti dia berhasil menciptakan karya yang diakui oleh manusia, seperti Einstein," kata psikolog pendidikan, Dr Reni Akbar-Hawadi. Anak genius itu pasti anak berbakat, tetapi anak berbakat belum tentu termasuk genius, lanjut Bu Reni yang sudah mendalami psikologi anak berbakat sejak tahun 1982. Jadi, lebih aman kalau kita pakai istilah anak berbakat daripada genius. Karena genius itu cuma digunakan untuk mereka yang benar-benar luar biasa pintar dan inovatif. Pokoknya sudah canggih banget deh!

Siapa yang berbakat?

Lalu, apa sih yang bikin seseorang tergolong anak berbakat? Paling kelihatan, ya, dari IQ-nya. Taruhan deh, kita sering menilai seseorang pintar atau enggak dari IQ-nya, kan? Tapi, itu aturan lama! Zaman sekarang penilaian itu enggak cukup cuma dari IQ. Menurut Prof Joe Renzulli, psikolog pendidikan asal Amerika, seseorang dikatakan berbakat kalau mempunyai nilai di atas standar pada tiga macam karakteristik, yaitu kemampuan umum, komitmen tugas, dan kreativitas. Konsep dari Prof Renzulli inilah yang dipakai Kelompok Kerja Pendidikan Luar Biasa (KKPLB) untuk mendeteksi anak berbakat.
Kemampuan umum yang dimaksud di sini antara lain adalah daya tangkap, kemampuan numerik (matematika), dan wawasan kita. Ini akan langsung ketahuan dari nilai IQ kita. "Di Indonesia, nilai IQ minimum untuk masuk kelas akselerasi adalah 125," ujar Bu Reni. Selain IQ, ada dua kemampuan lain yang enggak kalah penting.
Komitmen tugas adalah perasaan senang saat kita sedang menyelesaikan suatu pekerjaan. Ini biasanya kelihatan dari perjuangan, kerja keras, dan keuletan kita. Pantang menyerah gitulah. "Di kelas akselerasi, aku enggak bisa nyantai. Aku harus sering belajar. Tapi, masuk kelas aksel kan keinginanku. Jadi, aku harus tanggung jawab," kata Alyssa yang akrab dipanggil Icha (12), siswi kelas II SMP Madania, yang ikut kelas akselerasi sewaktu SD.
Ada lagi ciri lain anak berbakat. Suka tantangan! Mereka juga mandiri dan enggak takut mengambil risiko. "Kriteria ini termasuk dalam aspek kreativitas," papar Bu Dosen pengarang buku Identifikasi Keberbakatan Intelektual terbitan tahun 2002.
"Di sekolah, Fisika adalah pelajaran yang paling ditakuti. Tapi, aku malah pengin mencoba sesuatu hal yang beda dan enggak disukai orang lain," ujar Thomas (17), siswa kelas II SMU 3 Bandung, anggota Tim Olimpiade Fisika Indonesia 2004.
"Aku lebih senang les biola daripada piano karena jarang banget ada anak kecil bisa main biola. Sementara yang bisa piano kan banyak," ujar Icha yang sejak kelas I SD sudah mengikuti les biola.
Ck-ck-ck… Jadi penasaran, gimana sih cara mereka belajar? "Anak berbakat sudah bisa mengatur sendiri tempo belajarnya. Mereka enggak perlu diingatkan lagi," kata Bu Reni. Adanya inisiatif dan kemandirian tinggi membuat mereka terampil mengatur jadwalnya tanpa harus dibantu orang lain. Wah, jadi malu nih. Soalnya, banyak di antara kita yang baru belajar kalau disuruh ortu.
"Aku biasa belajar setelah mandi sore sampai makan malam. Setelah itu, belajar lagi. Enggak perlu diingetin lagi, ini kan sudah tanggung jawabku," kata Icha.
"Aku belajar keinginan sendiri saja. Sejak SMP, ortu enggak pernah nyuruh-nyuruh belajar. Biasa belajar malam hari. Ngantuk sih, tapi kalau lagi semangat, enggak terasa," cerita Thomas yang langganan ranking satu sejak SMP. Duh, hebat banget sih! Kayaknya hidup anak berbakat asyik banget! Eh, tapi, enggak juga lho.

Problem anak berbakat

"Semakin tinggi IQ seorang anak, ia akan semakin merasa beda," tutur Bu Reni. Anak berbakat punya kebutuhan berbeda dibandingkan dengan anak lain yang seusianya. Contoh, mereka cepat banget menangkap ilmu yang diajarin sehingga gampang kesal kalau menghadapi orang yang enggak sepintar dia. Kemampuan bahasa mereka yang biasanya di atas rata-rata juga sering membuat mereka mendominasi pembicaraan dan sulit mendengarkan orang lain.
Persoalan-persoalan yang dihadapi anak berbakat biasanya seputar dunia pergaulan. Kenapa ya? "Sebab, perkembangan pikiran mereka lebih maju dibandingkan dengan perkembangan emosi," jawab Bu Reni. Sering terjadi, anak berbakat justru dianggap aneh oleh orang lain. Anggapan ini muncul karena cara berpikir mereka yang terlalu kreatif. Mereka sering melontarkan ide-ide nyeleneh yang dianggap aneh bagi banyak orang.
Mereka juga sering diperlakukan berbeda oleh orang-orang di sekitarnya. "Aku paling bete kalau teman-teman pada becandain aku pakai label ’jago Fisika’. Aku enggak suka dibedain," keluh Thomas.
Hidup anak berbakat memang akan semakin susah kalau orang sekitarnya enggak bisa memahami dia. Di Indonesia sendiri, fasilitas untuk mereka masih belum memadai. "Fasilitas konseling dan pengarahan anak berbakat belum banyak ditemui. Apalagi pengetahuan masyarakat tentang mereka masih minim," ujar Bu Reni yang sedang berencana membuat klub anak berbakat.

Jadi anak berbakat

Sebenarnya dari mana datangnya anak berbakat? Ada dua faktor. Pertama, faktor keturunan dari keluarga. Nyokap-bokap yang pintar kemungkinan besar akan melahirkan anak yang pintar juga. Faktor kedua yang enggak kalah penting adalah lingkungan. Ini berjalan sepanjang kehidupan kita. Kita mendapatkannya dari pola asuh orangtua, teman-teman, dan benda-benda di sekitar kita. Kebanyakan anak berbakat dibesarkan dalam lingkungan yang mendukung potensinya.
"Anak berbakat akan semakin berkembang kalau orangtuanya mendukung kegiatan mereka. Misal, membebaskan mereka ikut les-les," ujar Bu Reni.
"Mama ngebebasin aku ikut les apa saja yang aku pengin," kata Icha yang sampai sekarang aktif les balet, biola, dan Bahasa Inggris.
Fasilitas di rumah juga ikut mendukung. Seperti yang dialami Thomas, "Waktu kecil, ortu langganan koran. Aku paling suka baca artikel-artikel tentang sains." Pengaruh faktor lingkungan yang dahsyat ini juga memberikan pencerahan buat kita. Bahwa sesungguhnya kita yang IQ-nya normal pun bisa maju seperti anak berbakat!
"Kalau menaikkan IQ memang sulit. Sebab, otak kita sudah punya kapasitas yang enggak bisa ditambah. Lebih baik kembangkan aspek komitmen tugas dan kreativitas!" ujar Bu Reni. Jadi, serius nih, kita bisa jadi anak berbakat? "Bukan bisa lagi!" kata Bu Reni tegas.
Tapi, tetap ada syarat utama. Minimal IQ kita 100. Ini adalah patokan IQ normal. Kalau syarat ini sudah terpenuhi, kita kembangkan kemampuan lain, yaitu kreativitas dan komitmen pada tugas. Keberhasilan malah lebih tergantung pada dua aspek ini lho! Enggak percaya?
"Lihat saja kisah orang sukses. Enggak ada yang ngomongin IQ. Mereka lebih menekankan kerja keras dan panjang akal," papar Bu Reni.
"Aku pernah gagal waktu masuk kelas akselerasi SMU karena IQ-ku cuma 116. Tapi, aku belajar keras buat membuktikan ke sekolah kalau bisa tetap lolos olimpiade fisika," curhat Thomas. Kerja kerasnya berbuah manis. Sekarang Thomas jadi satu-satunya perwakilan sekolah yang berhasil lolos dan tergabung dalam Tim Olimpiade Fisika Indonesia. Nah, ini jadi bukti sakti bahwa IQ bukan patokan mati!
Kerja keras, mandiri, pantang menyerah, kritis, kreatif, senang menyerap ilmu baru, dan berani ambil risiko adalah beberapa sifat penting yang harus dikembangkan supaya bisa sehebat anak berbakat. Jangan cuma gigit jari dan iri hati melihat mereka. Di dalam diri kita tersimpan potensi yang menunggu untuk dikembangkan. Sekarang pertanyaannya, apakah kita mau mengeluarkannya?
Even if you have doubts about the extent of your giftedness, you will really bring your talents to life if you will embrace your drive to become, serve, create, achieve, and contribute.

(Mary Rocamora, pendiri sekolah anak berbakat Rocamora di Los Angeles)
TRINZI MULAMAWITRI Tim MUDA

src="http://js-kit.com/ratings.js"> Selengkapnya...

Rabu, 24 Juni 2009

PENTINGNYA PROSES PENJARINGAN DAN PENYARINGAN DALAM PROGRAM AKSELERASI

(sambungan....)

Pada saat observasi, siswa digabung di kelas reguler dan diobservasi oleh semua guru kelas VII. Dengan demikian ada dua keuntungan dari tahapan observasi ini yaitu adanya kesempatan para calon akseleran untuk bersosialisasi dengan rekannya di reguler. Kedua, siswa mendapatkan pengamatan secara langsung oleh semua guru sehingga potensi dan aktualisasinya dapat dipantau secara seksama.. Hasil observasi ini akan dibawa kedalam rapat pleno untuk menentukan siswa yang akan mengikuti program akselerasi. Dengan adanya rapat pleno maka penyelenggara akselerasi akan mendapat informasi lebih lengkap baik perihal akademis, komitmen dan tanggungjawabnya selama proses pembelajaran. Keuntungan kedua adalah karena diambil secara musyawarah maka seluruh guru dilibatkan dan memiliki tanggung jawab yang sama untuk membina dan mendampingi siswa.

Dengan pelaksanaan penjaringan dan penyaringan yang sesuai dengan prosedur maka diharapkan kualitas input peserta akselerasi akan lebih baik sehingga tidak akan ditemui masalah yang berarti dalam proses pembelajaran. Semoga !

REFLEKSI

Kalau siswa yang dapat mengikuti program akselerasi adalah yang memenuhi karakteristik diatas, maka bagaimana dengan siswa yang memiliki IQ tinggi namun tidak terjaring dalam tahapan-tahapan yang telah ditentukan...? ini menjadi PR kita semua...! pernah sekolah kami mendapatkan anak dengan IQ di atas 145! Fantastis, namun sayang potensinya tidak diikuti dengan kemampuan mengeluarkannya dalam bentuk prestasi atau kemampuan akademis yang luar biasa. Mereka adalah golongan underachiever yang sebenarnya memiliki potensi luar biasa apabila ditangani secara serius. Mari berbagi....!

Bandung 24 Juni 2009

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Koordinator Akselerasi SMP Taruna Bakti Bandung

085624098017 Selengkapnya...

Selasa, 23 Juni 2009

PENTINGNYA PROSES PENJARINGAN DAN PENYARINGAN DALAM PROGRAM AKSELERASI

(BAGIAN PERTAMA)

Ada pandangan negatif terhadap program akselerasi saat ini, padahal program ini telah berjalan kurang lebih 10 tahun. Ada apa sebenarnya? Mengapa masyarakat belum juga bisa menerima program ini secara penuh?

Dari pada mencari-cari kesalahan orang lain lebih baik kalau kita (sekolah penyelenggara akselerasi) untuk mencoba melakukan evaluasi diri, kira-kira apa kelemahan dari program akselerasi kita selama ini.

Saya mencoba beberapa artikel untuk menjadi bahan renungan atau refleksi bagi keberadaan akselerasi saat ini. Ternyata bisa kita identifikasi beberapa masalah yang menjadi sorotan pihak yang kontra program akselerasi, diantaranya adalah :

Adanya keraguan terhadap program ini untuk mampu memberikan layanan terbaik bagi anak cerdas istimewa. Hal ini dikarenakan adanya berita tentang siswa akselerasi yang stress, depresi atau drop ke kelas reguler karena tidak mampu mengikuti program akselerasi di tengah jalan.

Mengapa ada siswa yang stress, depresi atau tidak mampu mengikuti program ini padahal anak ini memiliki potensi diatas rata-rata? Apakah waktu dua tahun untuk menguasai materi SMP atau SMA ini sangat berat bagi siswa? Atau apakah progam ini membebankan tugas dan materi yang terlalu berat buat mereka?

Mari kita mencoba memikirkan penyebab hal tersebut!

Ada beberapa kemungkinan, diantaranya :

Sekolah membuat jadwal waktu pembelajaran melebihi standar baku, misalnya menambah jam belajar siswa akseleran dibandngkan kelas reguler.

Guru tidak melakukan modifikasi atau rekayasa kurikulum sehingga semua materi dan metode pembelajaran persis sama dengan reguler namun dengan kecepatan lebih tinggi daripada kelas reguler.

Kurangnya pengawasan, pendampingan dan bimbingan dari guru Bimbingan dan Konseling sehingga guru dan orang tua tidak mampu mengantisipasi perkembangan permasalahan yang dihadapi siswa.

Yang terakhir dan yang terpenting adalah adanya kesalahan atau kekurangtepatan dalam proses penjaringan dan penyaringan.

Pada tulisan ini saya hanya ingin membahas satu point penting saja, yaitu proses penjaringan dan penyaringan siswa calon akseleran. Karena pangkal dari keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh seberapa tepatnya sekolah melakuka proses memilih input, sehingga siswa yang masuk program akselerasi benar-benar telah memenuhi standar yang ditentukan.

Apa sih yang mungkin salah dalam proses perekrutan siswa akseleran selama ini...? Mari kita identifikasi beberapa langkah atau tahapan dalam yang sesuai dengan petunjuk umum pedoman penyelenggaraan akselerasi.

PROSES PENJARINGAN DAN PENYARINGAN

Proses rekrutmen dan seleksi dipengaruhi oleh model layanan pendidikan yang diberikan bagi peserta didik cerdas istimewa. Beberapa prinsip identifikasi yang perlu diperhatikan adalah (Klein, 2006; Porter, 1999):

Kecerdasan istimewa merupakan suatu fenomena yang kompleks sehingga identifikasi hendaknya dilakukan secara multidimensional dengan:

1. Menggunakan sejumlah cara pengukuran untuk melihat variasi dari kemampuan yang dimiliki oleh anak cerdas istimewa pada usia yang berbeda.

2. Mengukur bakat-bakat khusus yang dimiliki untuk dijadikan acuan penyusunan program belajar bagi anak cerdas istimewa.

3. Tidak hanya memperhatikan kecerdasan istimewa yang sudah teraktualisasi, namun juga mengidentifikasi potensi.

4. Identifikasi tidak hanya untuk mengukur aspek kognitif, namun juga motivasi, minat, perkembangan sosial emosional serta aspek non kognitif lainnya.

Prosedur dirancang utk semua anak artinya harus dapat menjangkau semua anak dengan berbagai perbedaan latar belakang. Dan prosedur tersebut telah ditetapkan dalam PEDOMAN PENATALAKSANAAN PSIKOLOGI UNTUK PENDIDIKAN SISWA CERDAS ISTIMEWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA JAKARTA 2007 meliputi :

1. Melaksanakan psikotest untuk memperoleh data objektif berupa skor hasil psikotest yang meliputi IQ, CQ dan TC. Menurut pedoman diatas, skor minimal untuk IQ yaitu 130 skala Cettel (kategori superior) dengan indikator lainnya seperti kreatifitas dan tanggung jawab diatas rata-rata.

Sebagai titik pangkal acuan, maka penyelenggara akselerasi dilarang untuk mempermainkan atau merubah standar baku ini karena akan mempengaruhi tingkat kualitas peserta didik akselerasi. Memang ada ketentuan bagi siswa yang memiliki IQ 140 maka secara otomatis (tanpa mempertimbangkan factor kreatifitas dan tanggung jawab) menjadi peserta akselerasi, namun tentunya dalam realitas sekolah akan memperhitungkan berbagai hal karena apabila ada kesenjangan potensi dan produk yang sangat tinggi maka harus melibatkan lembaga professional untuk turut menanganinya.

Bila ada sekolah yang menurunkan standar IQ dengan alasan untuk menjaring siswa sebanyak-banyaknya, maka siswa bisa dipastikan akan menghadapi masalah dalam proses kegiatan belajar mengajar. Karena dirasakan atau tidak, proses pembelajaran diakselerasi akan menuntut ketahanan mental dan fisik. Oleh karena itu maka menurunkan standar baku utama adalah sebuah kesalahan yang harus dihindari bahkan diberikan sangsi bila diketahui ada sekolah yang melakukannya.

2. Setelah diidentifikasi dari hasil psikotest, maka sekolah harus menggabungkannya dengan alat ukur lainnya, yaitu prestasi akademis. Hal ini penting untuk membaca track record siswa dan memetakan antara potensi dengan produk yang mampu dicapai oleh calon akseleran. Adapun criteria akademis yang dibakukan adalah :

a. Nilai Ujian Nasional dari sekolah sebelumnya, dengan rata-rata minimal 8,0 untuk SMP dan SMA.

b. Tes kemampuan Akademis, dengan nilai sekekurang-kurangnya 8,0

c. Rapor kelas sebelumnya , nilai rata-rata seluruh mata pelajaran tidak kurang dari 80.

d. Nilai hasil Ujian Akhir Sekolah Dasar Rata-rata ³ 8,0

e. 8.Tidak terdapat nilai 6 di rapor SD

f. Nilai Rapor kelas 5 dan 6 untuk mata pelajaran Agama, Bahasa Indonesia dan Matematika ³ 8,0 (delapan koma nol)

Pertanyaannya, apakah sekolah telah melaksanakan ketentuan ini dengan baik? Mungkin sekolah memiliki mekanisme atau system tersendiri untuk melaksanakan ketetapan diatas. Namun tentunya apapun system tersebut tidaklah berarti menurunkan standar baku tersebut.

2. Langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi program akselerasi sekaligus menawarkan program ini kepada siswa dan orang tua. Hal sangat penting untuk dilakukan mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami arti dari layanan akselerasi ini sehingga

Dari pengalaman melakukan sosialisasi kepada orang tua, kami dapat mengelompokan mereka ke dalam dua kelompok ekstrim, pertama adalah kelompok yang sudah memasang sikap apriori, skeptis atau sinis terhadap program akselerasi. Mereka merasa telah mengetahui program ini walaupun sumbernya mungkin baru dari warung kopi atau hasil arisan..? sehingga materi yang diterima kurang lengkap dan cenderung tendensius.

Kelompok kedua adalah orang tua yang merasa pantas anaknya masuk program akselerasi dengan alasan pintar dan memiliki prestasi saat SD atau SMP. Mereka terkadang tidak terlalu peduli dengan sosialisasi karena targetnya adalah bagaimana anak mereka dapat masuk ke program ini.

Oleh karena itu, sosialisasi merupakan jembatan antara orang tua dari kelompok apatis dengan kelompok peminat supaya mereka mendapatkan informasi yang menyeluruh dan lengkap untuk memahami akselerasi, tidak sekedar mengetahui.

Apabila sekolah tidak melakukan sosialisasi dalam proses penjaringan, kita menghawatirkan masih adanya kesalahpahaman orang tua dalam memandang program akselerasi dan menolak mengikutkan anaknya kedalam program akselerasi sementara anaknya memenuhi standar. Atau mungkin ada orang tua yang memaksakan anakanya untuk masuk ke dalam program akselerasi sementara anaknya tidak memenuhi syarat untuk masuk program. Dan pada akhirnya akan memperngaruhi kualitas input dari siswa yang mengikuti program akselerasi.

Dengan adanya sosialisasi, maka apabila ada orang tua dan siswa yang mengikuti atau menolak keikutsertaannya di program akselerasi dilandasi oleh pemahaman yang utuh tentang akselerasi.

3. Setelah sosialisasi dan penawaran, maka orang tua dan siswa harus menandatangai kesepakatan bersama dengan sekolah untuk menyatakan bahwa keputusan ini merupakan keputusan bersama tanpa adanya tekanan dari salah satu pihak. Ini penting! Sebenarnya kesepakatan itu untuk menjaga komitmen antara siswa, orang tua dan sekolah untuk bekerja sama memberikan segala sesuatu yang terbaik untuk kepentingan bersama. Hal ini disebabkan karena akselerasi harus memiliki program terintegrasi dan didukung oleh semua pihak.

Dampak apabila sekolah tidak membuat nota kesepahaman adalah kurangnya dukungan orang tua dalam berbagai program sekolah yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pembelajaran, seperti outbond, Achievment Motivation Training dan lain sebagainya.

4. Proses berikutnya adalah tahap observasi. Tahap ini merupakan tahapan yang sangat penting mengingat pada tahap ini siswa diamati secara intens oleh guru kelas VII untuk menilai tingkat keseriusan dan kemampuannya untuk mengikuti program akselerasi.

(bersambung...)

Selengkapnya...

Senin, 22 Juni 2009

MENCARI SOLUSI DARI BERBAGAI KEKELIRUAN PELAKSANAAN PROGRAM AKSELERASI

Seiring perjalanan waktu, program akselerasi telah berjalan kurang lebih 10 tahun. Perjalanan waktu yang tidak sebentar mengingat banyak hal yang mengiringi pelaksanaan program ini, baik yang bersifat mendukung maupun yang menentang program ini. Masih butuh waktu bagi program ini untuk mampu membuktikan sumbangsihnya kepada dunia pendidikan khususnya dan kepada bangsa secara umum.

Kepada dunia pendidikan, akselerasi harus mampu membuktikan bahwa program ini bukanlah sekedar program coba-coba atau trial and error yang memang senantiasa menjadi ciri khas dunia pendidikan di Indonesia. Dunia pendidikan harus mengakui bahwa akselerasi mampu melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki kompetensi yang sejajar atau bahkan lebih dari lulusan yang ada selama ini. Bahkan kalau bisa, program ini harus mampu menjadi sebuah proyek percontohan bagi jenis-jenis layanan pendidikan bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus di Indonesia. Dengan keberanekaragaman kebutuhan khusus peserta didik, sekolah harus terus dipacu untuk mampu meningkatkan layanan kepada mereka yang unik dan memiliki karakter khas sebagai pengakuan kepada peserta didik secara utuh.

Kepada bangsa, mungkin program ini harus mampu menunjukkan sebuah karya nyata bagi bangsa dengan menghasilkan karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat atau memberikan catatan prestasi tinggi di dunia internasional sehingga mampu mengangkat nama bangsa dikancah pendidikan internasional.

Terlepas dari semua itu, berbagai tentangan dan kontra dari para pakar pendidikan dan masyarakat lainnya tidaklah lantas membuat akselerasi semakin berkurang peminatnya. Bahkan dibeberapa sekolah justru mampu mengangkat nama sekolah karena dinilai memiliki kapasitas untuk melaksanakan pendidikan untuk anak cerdas istimewa. DAN...DISINILAH UJUNG PANGKAL MASALAH PROGRAM AKSELERASI SELAMA INI....!


BEBERAPA KEKELIRUAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM AKSELERASI DAN DAMPAKNYA

Karena anggapan atau pandangan yang salah dari pihak sekolah terhadap program ini, telah membuat kesalahan dalam pelaksanaannya. Harus kita akui masih ada sekolah yang menganggap program ini sebagai prestige aa sekedar mengangkap gengsi sekolah atau kepala sekolahnya saja. Tidak mustahil anggapan ini benar adanya mengingat masih ada beberapa kekeliruan dalam pelaksanaannya.

Beberapa kekeliruan tersebut diantaranya :

1. Karena memandang sebagai program prestiSe, maka sekolah berusaha untuk terus memaksakan supaya program ini selalu ada di setiap tahun ajaran dengan jumlah siswa semaksimal mungkin. Kekosongan program ini dianggap sebagai sebuah kemunduran, padahal keberadaan program ini pada hakekatnya adalah sebagai bentuk layanan terhadap siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa, sehingga keberadaannya sangat tergantung pada ada atau tidaknya siswa yang memiliki kemampuan intelektual diatas rata-rata.

Bahkan dalam kasus dimana jumlah siswanya relatif sedikit, misalnya 3 atau 5 orang, mungkin anak-anak ini akan lebih baik kalau dilayani bersamaan dengan kelas reguler dengan diberikan materi, tugas dan tantangan lebih ketimbang siswa lainnya sehingga tetap mampu mengikuti program belajar selama 2 tahun. Hal ini karena apabila dipaksakan, secara proses kegiatan memisahkan siswa yang 5 orang atau kurang ke dalam satu kelas tidaklah efektif dan efisien.

Yang lebih parah lagi adalah, tidak mustahil ada sekolah yang kemudian melakukan berbagai hal untuk ”menggenapkan” jumlah sampai jumlah maksimal sekitar 20 orang bahkan lebih. Lantas ”kekeliruan” apa yang mungkin dilakukan sekolah dalam mencapai tujuannya tersebut?

Pertama, dengan menurunkan standar minimal bagi siswa untuk mengikuti program ini. Misalnya standar minimal IQ yang seharusnya minimal 130 skala Cettel diturunkan menjadi 120-125 dengan maksud untuk menambah jumlah siswa yang dapat mengikuti program akselerasi. Selain IQ, perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap indikator lainnya seperti Task Commitment dan Creativity Quotient. Atau merekayasa indikator lainnya, seperti hasil test akademis yang minimal 8 menjadi cukup hanya dengan angka 7 atau dengan tidak menjadikan track record (misalnya indeks raport) siswa selama di SD sebagai bahan pertimbangan.

Kekeliruan ini melahirkan anggapan bahwa program akselerasi sebagai program asal coba dan asal jadi yang membebani siswa dengan beban akademis yang tinggi dan tugas yang banyak. Padahal apabila proses penjaringan dan penyaringan berjalan sesuai aturan dan prosedur, maka siswa yang mengikuti program ini akan mampu mengikuti program ini dengan sangat-sangat baik.

Kedua, menawarkan pilihan kepada siswa atau orang tua untuk mengikuti program akselerasi atau tidak. Padahal program akselerasi bukanlah program pilihan karena program ini harus memenuhi standar yang telah baku dan bersifat menetap, yaitu IQ. Dengan menawarkan pilihan, maka dimungkinkan siswa yang tidak memenuhi standar IQ dapat mengikuti program ini selama memenuhi syarat “administrasi” kepada sekolah.

Kekeliruan ini kemudian membuat masyarakat menaruh curiga terhadap program akselerasi seolah menjadi ajang mengeruk dana dari orang tua yang memiliki kelebihan dana pendidikan.

2. Memberikan layanan pembelajaran yang tidak berbeda dengan layanan reguler. Kekeliruan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya keseriusan sekolah dalam mengelola akselerasi. Apabila sekolah memandang akselerasi hanya untuk mengingkatkan gengsi atau ajang promosi untuk menarik siswa saja, maka setelah PSB (penerimaan Siswa Baru) selesai dan tahun pelajaran dimulai maka sekolah menganggap perhatian terhadap program ini pun selesai dan diperlakukan sama dengan program lainnya. Faktor lainnya adalah kualitas dari Sumber Daya Manusia dari tenaga pendidik itu sendiri. Dengan tingkat tuntutan dan kecepatan yang tinggi, guru akselerasi dituntut untuk mampu terus mengembangkan berbagai inovasi dan kreatifitas dalam proses pembelajaran, dan untuk itu berarti berbanding lurus dengan sumber daya tenaga pendidik. Bila guru terlalu puas dengan metode yang telah dilakukan maka akan cenderung untuk stagnan dan berhenti untuk kreatif.

Padahal, dengan potensi yang dimiliki oleh siswa program akselerasi maka guru harus mampu menggali materi lebih luas dan lebih mendalam dengan memanfaatkan berbagai fasilitas dan sarana belajar yang tersedia, bahkan tidak mungkin guru melibatkan siswa secara langsung dalam menentukan materi, metode, sarana dan media pembelajaran.

Kekeliruan ini berdampak pada anggapan bahwa metode, proses, media, , evaluasi hasil dan pembelajaran di akselerasi sama saja dengan program reguler dan tidak menjanjikan kelebihan atau keistimewaan lainnya selain pembelajaran yang dimampatkan menjadi dua tahun.

3. Progam akselerasi diperlakukan istimewa oleh sekolah khususnya dalam hal fasilitas dan sarana belajar sehingga menimbulkan kecemburuan dari siswa atau guru lainnya. Kembali kekeliruan ini ujung pangkalnya adalah kesalahan sekolah dalam memandang keberadaan program ini.

Dianggap sebagai icon atau simbol prestise maka sekolah memberikan beberapa keisitimewaan seperti fasilitas atau sarana belajar yang lebih lengkap di kelas akselerasi. Kesenjangan ini akan menimbulkan kecemburuan dari kelas lain yang merasa memiliki hak dan kewajiban yang sama namun diperlakukan berbeda. Alasan sekolah melakukan keistimewaan juga bisa disebabkan karena alasan dana. Biasanya, disekolah tertentu karena siswa akselerasi dipungut biaya pendidikan lebih dari reguler maka sekolah menganggap bahwa penambahan fasilitas untuk kelas akselerasi menjadi sesuatu yang wajar, padahal tanpa fasilitas dan perlakukan yang berbeda sekalipun secara psikologis dan pergaulan siswa akselerasi bisa jadi telah merasa berbeda dengan kelas lainnya.

Dampak dari perbedaan perlakuan ini akan semakin memperdalam jurang perbedaan antar program dan akhirnya bisa menciptakan suasana belajar yang kurang kondusif bagi siswa.


SOLUSI

Perlu waktu dan kerja keras bagi penyelenggara program akselerasi di manapun untuk mampu membuktikan bahwa progam akselerasi memberikan kontribusi positif bagi pendidikan Indonesia, terlepas dari berbagai kekurangan yang ada. Berbagai wacana yang berkembang selama ini di berbagai media informasi telah mampu memberikan pencerahan, khususnya dari pihak yang selama ini kontra terhadap peyelenggaraan program akselerasi.

Ada beberapa solusi yang kami coba lemparkan untuk menjadi wacana lebih lanjut dan menjadi bahan diskusi semua pihak. Adapun beberapa solusi tersebut diantaranya adalah :

  1. Membenahi pandangan atau paradigma dari sekolah dan masyarakat dalam memandang program akselerasi. Oleh karena itu maka sekolah penyelenggara akselerasi harus terus membenahi diri dalam pelaksanaan akselerasi sehingga tidak menimbulkan kesalahanpahaman dari masyarakat. Sekolah berada pada posisi sebagai ujung tombak pelaksanaan program ini, sehingga dituntut untuk membenahi diri dalam memandang keberadaan program akselerasi. Pandangan bahwa akselerasi hanya menjadi icon atau simbol dari status sekolah semata harus ditanggalkan dan diganti menjadi bentuk pengabdian dalam melayani siswa secara utuh dan disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Apabila sekolah memandang program ini sebagai bentuk layanan bagi siswa cerdas istimewa maka sekolah tidak akan main-main atau asal dalam menjalankan program ini karena manyangkut masa depan siswa dan pemenuhan hal mereka secara utuh. Setelah melakukan hal tersebut kami mengusulkan supaya sekolah penyelenggara akselerasi melakukan sosialisasi yang baik dan tepat tentang hakekat dan landasan penyelenggaraan program akselerasi. Hal ini bisa dilakukan terbatas yaitu kepada stakeholder pendidikan maupun secara umum melalui berbagai media yang tersedia. Misalnya kalau kita mencoba membuka internet dan mencari artikel atau tulisan seputar akselerasi, maka yang kita temukan banyak sekali yang bernada negatif atau kontra. Ini bukan semata kesalahan masyarakat, namun juga kekurangan sekolah dan pemerintah dalam mensosialisasikan program ini secara tepat dan baik. Begitu pun orang yang mengaku sebagai pakar pendidikan yang biasa bergulat dengan berbagai teori dan wacana tanpa mampu melihat pelaksanaannya secara lebih detil atau merata. Kekeliruan pelaksanaan progam di beberapa sekolah kemudian menjadi dalih atau alasan bagi mereka dalam menyatakan bahwa akselerasi tidak tepat, salah dan ngawur dalam mengakomodasi anak-anak yang memiliki kecerdasan superior atau cerdas istimewa. Sementara sekolah yang dinilai berhasil menyelenggarakan program ini cenderung menutup diri untuk berbagi pengalaman dan strategi pelaksanaan mereka kepada sekolah lain. Harus kita akui dan pahami bahwa akselerasi memangg bukan satu-satunya jenis layanan pada anak cerdas istimewa, namun yang harus dimengerti pula oleh masyarakat bahwa sekolah tidak dapat dengan mudah atau asal-asalan membuat sebuah inovasi layanan pendidikan karena menyangkut masalah legalitas dan kesinambungan program bagi siswa-siswa yang mengikuti program tersebut. Dan sampai saat ini, program yang relatif siap untuk itu adalah akselerasi. Oleh karena itulah maka kami senantiasa mengusullkan kepada pemerintah untuk juga memfasilitasi bentuk layanan lainnya. Melakukan proses rekruitmen yang benar-benar mengikuti aturan dan prosedur baku dan telah ditentukan oleh Dinas Pendidikan. Masalah yang dihadapi sekolah penyelenggara akselerasi dalam perjalanan proses pendidikan di kelas salah satu faktor yang sangat menentukannya adalah pada proses perekrutan. Apabila sekolah mencoba-coba bermain atau tidak serius dalam masalah perekrutan ini maka akan dapat dipastikan mengalami berbagai masalah perkembangan siswa didiknya, seperti ada siswa yang tidak kuat mengikuti proses pembelajaran dalam tingkat kecepatan yang tinggi atau masalah dalam perkembangan dan kematangan psikologis. Jadi apabila perekrutan dijalankan secara benar maka tidak akan kita temui siswa yang drop dan masuk ke kelas reguler karena pada hakekatnya mereka telah memiliki potensi yang baik.
  2. Solusi untuk kekeliruan kedua, sekolah terus membenahi diri dalam meningkatkan sumber daya tenaga pendidik, minimal dalam pemahaman tentang karakteristik anak cerdas istimewa. Dengan demikian maka guru secara individual bisa melakukan perbaikan metode dan sarana pembelajaran secara mandiri. Pemahaman guru dan orang tua akan pentingnya layanan untuk anak cerdas istimewa ini akan sedikit demi sedikit mendorong perubahan ke arah lebih baik dalam pengelolaan akselerasi.
  3. Solusi ketiga adalah tidak memperlakukan akselerasi secara berlebihan, kecuali dalam hal metode dan pendalaman materi. Perlakuan berbeda akan semakin membuat siswa akselerasi jauh dari lingkungan sekitarnya. Dan dana yang mungkin ditarik dari orang tua akselerasi bisa dimanfaatkan untuk menambah kualitas guru dengan mengadakan workshop atau seminar tentang anak-anak berbakat atau metode pengajaran yang tepat bagi mereka.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

SMP Taruna Bakti

Akselerasismptarbak.blogspot.com

Selengkapnya...

Minggu, 21 Juni 2009

PERTANYAAN DAN PERNYATAAN SEPUTAR SOSIALISASI PROGRAM AKSELERASI

Ini lagi…pengalaman dari sosialisasi program akselerasi di SMP Taruna Bakti Bandung. Pertanyaan dan pernyataan itu umumnya :


PERTANYAAN :

Apa saja indikator seorang siswa menjadi peserta program akselerasi...? bayangan saya, program akselerasi ini adalah program yang memaksa anak untuk belajar lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat.

JAWABAN :

Terima kasih atas pertanyaan yang menurut saya sangat mendasar dan apabila salah dalam menjelaskan akan berpotensi disalahpahami oleh masyarakat.

Landasan hakekat dari adanya program akselerasi adalah memberikan layanan pendidikan kepada anak yang memiliki kebutuhan khusus, yaitu anak yang memiliki kebutuhan untuk belajar lebih banyak dan lebih cepat. Karena lebih cepat dan lebih banyak, maka siswa yang mengikuti program ini harus memiliki kriteria tertentu.

Adapun kriteria seorang siswa yang direkomendasikan untuk mengikuti program ini adalah :

  1. Memiliki tingkat kecerdasan kategori superior, yaitu IQ 130 untuk scala cattel. Kedua, memiliki task comitment (komitmen terhadap tugas) yang tinggi minimal 2 serta creativity quotient (tingkat kreatifitas) minimal 2.
  2. Prestasi akademis selama kelas IV-VI rata-rata 8 dengan nilai akademis tidak ada angka 6.
  3. Indeks raport diatas 100, yang artinya siswa tersebut memiliki nilai lebih tinggi dari rata-rata kelas.

Dengan tiga indikator awal ini, kita mengharapkan akan mendapatkan input yang benar-benar akan mampu mengikuti program ini secara maksimal.

Yang perlu bapak/ibu pahami adalah adalah kami sangat hati-hati dalam merekrut siswa yang akan ditawarkan mengikuti program ini. Adalah sebuah kedzaliman apabila kita memaksakan seorang anak untuk mengikuti program ini sedangkan anak tersebut diperkirakan tidak akan mampu mengikutinya. Begitu pula sebaliknya, adalah sebuah kedzaliman bila kita tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan layanan yang sesuai dengan kemampuannya, program apapun itu!

Tapi proses penyaringan belum selesai pada tiga indikator diatas. Langkah berikutnya adalah :

  1. Proses sosialisasi yang sedang kita laksanakan sekarang. Langkah berikutnya adalah penawaran program ini kepada orang tua dan siswa untuk kemudian menjadi wacana untuk didiskusikan bersama. Mengikuti program ini haruslah atas kesadaran dan kesepakatan antara orang tua dan siswa, tidak boleh atas penekanan dari salah satu pihak. Hal ini wajib dilakukan agar dalam proses mengikuti akselerasi, kedua belah pihak dapat bekerja sama dengan sekolah untuk mencapai tujuan bersama.
  2. Setelah ada kesepakatan antara kedua belah pihak, maka siswa akan mengikuti tahapan observasi dari seluruh guru yang mengajar di kelas VII selama kurang lebih dua minggu. Ada 8 point yang menjadi bahan penilaian,diantaranya keaktifan, pemenuhan tugas, kreatifitas, stabilitas emosi, interaksi sosial.
  3. Setelah melakukan observasi maka guru mengadakan rapat pleno untuk menetapkan siswa yang akan direkomendasikan mengikuti program akselerasi....

PERTANYAAN :

Pak Imam, ada teman saya yang bertanya mengapa anaknya tidak dipanggil mengikuti program akselerasi. Menurut dia, anaknya lebih pintar daripada anak saya kalau dilihat dari rangking di kelasnya.

JAWABAN :

Oh ya...kemarin juga saya menerima kehadiran orang tua yang bertanya mengapa anaknya tidak diundang mengikuti program sosialisasi hari ini. Menurut ibu itu, anaknya selama ini mendapat rangking 3 besar selama duduk di SD.

Perlu bapak ibu ketahui, bahwa untuk mengikuti program akselerasi, kami tidak menjadikan nilai dan rangking di SD sebagai entry point. Awal bahan kami mempertimbangkan seorang anak dapat mengikuti program ini atau tidak adalah atas rekomendasi psikolog dari hasil psikotest. Karena program ini merupakan salah satu layanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa.

Ibu bapak yang saya hormati, ada anak yang bisa mencapai nilai tinggi atau rangking yang baik dengan cara kerja keras dan melalui pengulangan materi berkali-kali. Namun ada juga anak yang bisa meraih nilai tinggi dengan tingkat pengulangan yang minim karena pada dasarnya anak tersebut cerdas.

Untuk mengikuti program akselerasi memang tidak bisa hanya mengandalkan kerja keras atau kecerdasan saja, namun juga gabungan dari tiga faktor, yaitu intelektual, kreatifitas dan komitmen terhadap tugas (Renzulli).


PERTANYAAN :

Maaf pak Imam, saya kok masih ragu ya kalau anak saya masuk dalam kategori anak cerdas istimewa. Soalnya anak saya males dan tidak memperlihatkan tanda-tanda kejeniusan...! bagaimana pak Imam...?

JAWABAN :

Bapak, saya mau bertanya, apakah kesimpulan bapak itu berdasarkan pengamatan yang utuh atau hanya sebatas praduga saja? Atau mungkin bapak melihatnya hanya dari sudut produk atau hasil yang diraih oleh anak selama ini? Sekarang saya nyatakan bahwa alasan kami mengundang bapak dan ibu untuk menghadiri sosialisasi program akselerasi ini karena putra/i bapak dan ibu memenuhi beberapa kriteria sebagai anak yang layak masuk program akselerasi. Adapun indikator itu adalah :

Hasil psikotest dengan unsur IQ diatas 129 scala Cattel, CQ diatas 2 dan TC diatas 2.

Tes akademis masuk SMP Taruna Bakti minimal 8 dan indeks raport diatas 100. dan semua dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun akademis. Sementara bapak-ibu selama ini memberikan penilaian berdasarkan pengamatan, perasaan dan kira-kira. Lantas mana yang paling bisa dipertanggungjawabkan sebagai bahan kita dalam membimbing anak-anak kita...?


PERTANYAAN :

Begini Pak imam, anak saya itu sering membuat gara-gara di sekolah. Kalau tidak iseng usilin temennya, dia bergerak kesana-kemari bahkan sampai naik ke atas bangku, sembunyi di bawah meja atau ketiduran. Saya sering dipanggil ke sekolah karena kelakukan anak saya ini. Sekarang dia dinyatakan sebagai anak cerdas istimewa, ngga salah tuh pak?

JAWABAN :

Pernahkah bapak ibu mengetahui bahwa bisa jadi semua sikap dan tingkah anak-anak bapak ibu selama adalah merupakan ciri atau karakter dari anak cerdas istimewa? Tentunya karakter ini adalah karakter yang cenderung negatif. Naun walaupun demikian, ciri ini merupakan akibat dari kesalahan kita atau minimal kekurangtepatan kita dalam menangani anak tipe cerdas istimewa.

Seperti yang saya pampangkan ini, bahwa anak cerdas istimewa secara umum memiliki beberapa karakteris negatif sebagai berikut :

  1. Mudah bosan pada hal-hal yang dianggapnya rutin
  2. Kadang-kadang tingkah lakunya tidak disukai orang lain.
  3. Tampil sombong, arogan, canggung
  4. Berfokus pada minatnya sendiri, bukan pada apa yang diajarkan
  5. Mempunyai daya imajinasi yang hidup dan orisinil
  6. Sangat logis.

Dari karakter diatas kita bisa mengidentifikasi efek domino dari salah asuh yang kita berikan kepada mereka. Misalnya disebabkan proses belajar di sekolah membosankan karena sering melakukan pengulangan, maka si anak akan cenderung bosan atau jenuh. Untuk melampiaskannya si anak bisa saja melakukan kegiatan-kegiatan lainnya bila tidak mendapatkan perhatian khusus dari guru. Begitu juga di rumah, bila mereka disuruh belajar secara konvensional, maka tidak mustahil mereka akan memberontak denngan cara tidak mau belajar.

Masalahnya adalah, kita sebagai guru dan orang tua selalu langsung menghakimi bila si anak melakukan sebuah kesalahan atau protes karena ketidakpuasannya pada sebuah proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah.


PERTANYAAN :

Dengan dimampatkanya materi untuk tiga tahun menjadi dua tahun, apakah tidak akan membuat anak-anak merasa tertekan karena materi dan tugas yang sangat banyak pak Imam. Karena dengan materi yag biasa saja, anak saya suka mengeluh dengan tugas yang diberikan sekolah...?

JAWABAN :

Saya ingin meralat sedikit tentang kata pemampatan kurikulum ya bu....! sebenarnya bukan dimampatkan seperti bedak yag di compress sehingga menjadi lebih padat. Atau memampatkan mie instan supaya lebih awet namun menghilangkan kandungan yang penting di dalamnya.

Di program akselerasi, yang ada adalah penyusunan materi berdasarkan tingkat esensi dan non esensi. Ini pun sebenarnya kurang tepat karena seolah-olah ada materi yang akan disampaikan dan ada materi yang tidak penting untuk disampaikan. Sebenarnya hakekat dari materi esensi dan non esensi adalah ada materi yang memposisikan guru lebih dominan ketimbang siswa ada pula posisi siswa dominan dalam memahami materi.

Misalnya dalam IPS yang saya ajarkan, ada materi tentang perhitungan pajak dimana saya relatif dominan untuk mengajarkan dasar-dasar perhitungan pajak. Sementara disaat menerangkan peristiwa perang Diponegoro dan perang Imam Bonjol, siswa diberikan keleluasaan untuk belajar secara mandiri dan akan dibahas secara umum dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membahas bila ada yang tidak dimengerti. Pengelompokkan materi non esensi ini juga memiliki kriteria tertentu, seperti tingkat kesulitan, bobot materi, sering atau tidak keluar di ujian, dan kesinambungan materi untuk tingkat selanjutnya .

Dari penjelasan diatas, saya berharap ibu bisa memahami mengapa materi tiga tahun bisa menjadi dua tahun tanpa mengurangi hak anak untuk mempelajari semua materi.


PERNYATAAN :

Kalau anak saya hanya belajar dua tahun Pak, berarti nanti dia masuk SMA setahun lebih muda. Saya khawatir nanti dia tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

JAWABAN :

Begini,menurut pengalaman kami selama ini, kami menilai bahwa perbedaan satu tahun dalam melakukan sosialisasi tidaklah terlalu jauh kesenjangannya. Bahkan bisa dibilang tidak terlalu berpengaruh karena satu tahun masih dalam perkembangan yang relatif sama kecenderungannya. Berbeda kasusnya apabila putra/i ibu dari SD sudah akselerasi, lalu dilanjutkan sampai SMP dan SMA sehingga ketika kuliah anak ibu bapak berusia kurang lebih 14-15 tahun. Nah itu tentunya akan berdampak pada perkembangan psikologis karena berada dalam ranah perkembangan yang berbeda. Dan ini tentunya memerlukan pendampingan dan bimbingan yang intens dari semua pihak, baik orang tua, guru atau dosen dan masyarakat.

Terlepas dari itu semua, yang terpenting dalam progam akselerasi adalah adanya kerjasama yang kuat, sistematis dan terpadu antara orang tua dan sekolah. Dengan demikian perkembangan sekecil apapun dapat dideteksi dan diantisipasi sedini mungkin bila ditemukan masalah. Selama ini SMP Taruna Bakti mengadakan beberapa program yang memfasilitasi adanya pertemuan antar orang tua dan orang tua dengan sekolah. misalnya arisan orang tua dengan melibatkan guru dan ahli sebagai nara sumber seputar perkembangan psikologis anak-anak.

Dengan demikian, maka selama ini perkembangan anak-anak akselerasi bisa tumbuh dan berkembang secara normal.


PERTANYAAN :

Kegiatan anak di sekolah apakah sama dengan kelas lainnya. Sudah mah kelasnya sedikit jumlah siswanya, terus saya khawatir mereka tidak memiliki media bersosialisasi untuk berinteraksi dengan teman sebaya...!

JAWABAN :

Di SMP Taruna Bakti, jadwal belajar, ekstrakurikuler, olah raga, dan kegiatan organisasi lainnya sama persis dengan kelas reguler dan kelas bilingual. Misalnya dalam belajar, anak masuk jam 7 pagi dan pulang jam 2 siang dengan jam istirahat yang sama, estrakurikuler mereka sama hari dan waktunya tergantung jenis eskul yang mereka ikuti, olah raga mereka bergabung dengan kelas reguler dan mereka juga mengikuti kegiatan OSIS bersama dengan yang lainnya. Dalam pekan olah raga dan seni sekalipun, mereka bahkan bergabung dengan kelas induknya masing-masing (kelas observasi) ketika mengikuti pertandingan sepak bola atau basket yang membutuhkan anggota tim lebih banyak.

Kami beranggapan, kalau jam belajar siswa akselerasi lebih banyak ketimbang kelas lainnya maka sebenarnya kelas tersebut tidak layak disebut kelas akselerasi. Karena pada hakekatnya, dengan potensi mereka, mereka bisa mengikuti pelajaran dengan jatah waktu yang sama dengan reguler namun bisa menguasai materi lebih dalam dan lebih luas.


PERTANYAAN :

Dari uraian pak Imam, terkesan bahwa kelas akselerasi ini menekankan kepada kemampuan akademis, khususnya MIPA, bagaimana usaha SMP Taruna Bakti untuk menyeimbangkan perkembangan otak kanan dan otak kiri siswa sehingga mereka tidak hanya mampu berpikir lgis dan sistematis namun juga kreaatif dan peka dengan perkembangan sosial disekelilingnya?

JAWABAN :

Terima kasih, memang progam akselerasi secara umum menekankan kepada kemampuan akademis khususnya MIPA. Namun demikian tidak kemudian sekolah mnegabaikan perkembangan kemampuan dan bakat siswa yang lain. Beberapa program yang kami sudah rencanakan dan laksanakan untuk mengembangan dan menyeimbangkan otak kanan siswa diantaranya ialah :

Khusus untuk anak akselerasi kami mengadakan ekstrakurikuler angklung. Angklung ini menjadi eskul wajib bagi siswa akselerasi namun dengan tetap memberikan mereka kesempatan untuk mengikuti eskul yang lainnya sesuai dengan minat dan bakat mereka. Permainan angklung ini selain melatih harmonisasi nada, juga membutuhkan kepekaan rasa untuk saling bekerjasama dan melakukan harmonisasi rasa. Dan yang jelas, askul akngklung ini menjadi media mereka untuk mengembangkan otak kanan untuk mengimbangai perkembangan otak kiri-nya di kelas.

Alasan menjadi wajib karena di usia mereka, kecenderungan untuk mempelajari musik tradisional masih sangat kurang sehingga peran sekolah menjadi dominan. Dan setelah mereka mengikuti pelatihan dan akhirnya memiliki kesempatan untuk tampil di depan umum, maka kegemaran mereka dan kepercayaan dirinya menjadi muncul. Sekolah dan penyelenggara akselerasi harus mampu mengemas metode dan pendekatan pelajaran angklung ini secara lembut dan bisa diterima anak secara utuh dan tidak terkeasn otoriter.


PERTANYAAN :

Dengan kelas kecil apakah tidak akan melahirkan sikap arogan dan asosial pada anak-anak akselerasi karena terkesan eksklusif?

JAWABAN :

Percayalah bapak/ibu sekalian, sebenarnya masalah pertemanan yang muncul selama ini bukanlah masalah dia berada di kelas akselerasi atau tidak. Sebenarnya karakter anak dalam bergaul sehari-hari saya melihatnya sebagai perwujudan dari pola asuh di dalam keluarga. Keluarga sangat berperan penting dalam melatih keterampilan siswa mengelola emosinya dalam pertemanan. Misalnya apabila ada anak akselerasi yang dijauhi teman-temannya, itu bukan karena akselerasi-nya namun karena sifat bawaan anak itu memang judes atau terlalu berprasangka dari ”sono”nya.

Sehingga selama perjalanan akselerasi selama ini, anak-anak cenderung tidak menemukan masalah yang berarti karena sekolah pun mencoba membuka diri melalui berbagai media untuk mengungkapkan permasalahannya secara terbuka sehingga memungkinkan sekolah dan guru mengantisipasi masalah sedini mungkin.

Namun demikian, biasanya di awal pelajaran siswa baru memang sering saling ”meraba” satu sama lain dalam menjalin pertemanan. Apalagi siswa yang masuk terdiri atas latarbelakang asal sekolah yang berbeda, sehingga apabila terjadi perselisihan tidak pernah berkepanjangan. Bahkan seiring perjalanan waktu, biasanya ”klik” atau pengelompokan pertemanan tidak lagi karena perbedaan program yang diikuti, tapi sudah cenderung berdasarkan persamaan hobi, jenis eskul yang diikuti, tempat les atau selera makan.

Ditambah lagi di SMP Taruna Bakti keberadaan program akselerasi sudah bukan lagi barang baru. Sehingga rekan di lain kelas tidak lagi memandang akselerasi atau bilingual sebagai program terpisah dan berbeda.


PERTANYAAN :

Apa saja jenis program akselerasi yang berbeda dengan kelas lainnya? Hal ini penting sehingga kami orang tua bisa mempersiapkan segala sesuatunya sedini mungkin, baik program yang insidental maupun yang bersifat temporal?

JAWABAN :

Baik, secara umum karena akselerasi berada dalam satu pengelolaan yaitu bidang kurikulum, jadi kegiatan akselerasi selama ini tidak berbeda dengan kelas reguler. Kegiatan umum tersebut diantaranya adalah :

  1. POMG atau pertemuan orang tua dan siswa. Kegiatan ini merupakan kegiatan belajar mengajar yang melibatkan orang tua sebagai sumber pembelajaran. Kegiatan ini bertujuan untuk mendekatkan orang tua dengan siswa. Orang tua bisa menjadi sumber dan guru bagi mereka, juga orang tua bisa melihat langsung perkembangan siswanya di sekolah. tujuan lainnya adalah membuka wawasan seputar pekerjaan dan berbagai keterampilan yang harus dimiliki bila mereka memiliki cita-cita tertentu. Dalam program ini ruang belajar tidak lagi dibatasi oleh kelas, namun bisa dilaksanakan di luar kelas. Orang tua bisa membawa anak-anaknya untuk mengunjungi tempat mereka bekerja dan siswa secara langsung dapat melihat kegiatan di tempat kerja orang tua mereka.
  2. AMT (Achievment Motivating Training,Kegiatan ini bekerja sama dengan lembaga yang kompeten untuk mengembangkan dan melatih siswa dalam mengeluarkan segala kemampuannya dengan latar belakang kesadaran sendiri.
  3. Pemantapan dan matrikulasi materi. Dimana siswa akselerasi dan reguler dicampur dalam menerima materi menjelang Ujian Negara. Dengan digabungnya akselerasi dan reguler diharapkan siswa dan guru dapat menyesuaikan diri dan materi menjelang UN karena siswa akselerasi telah menyelesaikan materi sama dengan kelas reguler.

Kegiatan-kegiatan lainnya pun sama dengan reguler.

Adapun beberapa program yang khusus dilaksanakan oleh perogram akselerasi diantaranya adalah :

  1. Pertemuan rutin antara sekolah dan orang tua. Pertemuan ini biasanya dilaksanakan dua bulan sekali dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan anak-anak setelah mengikuti program akselerasi dalam jangka waktu tertentu. Bagi guru ini juga menjadi media komunikasi apabila guru menemukan masalah khusus dengan anak tertentu baik dalam bidang akademis maupun sikap. Sementara orang tua dapat menerima informasi perkembangan anaknya langsung dari setiap guru mata pelajaran.
  2. Memfasilitasi silaturahmi para orang tua untuk melakukan pertemuan rutin dalam rangka saling bertukar pikiran antara orang tua siswa seputar perkembangan anak-anaknya. Sekolah tidak terlibat langsung dalam program ini karena tujuan utamanya adalah pertemuan khusus orang tua akselerasi. Namun sekolah akan hadir bila diminta oleh pihak orang tua. Sering pula media ini dimanfaatkan orang tua sebagai tempat mengundang para ahli pendidikan dan psikologi untuk berdiskusi seputar perkembangan anak dan pola asuh yang tepat bagi anak cerdas istimewa.
  3. Seminar atau pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh pihak penyelenggara program akselerasi dengan mengundang orang tua dan guru untuk menambah wawasan dan pemahaman seputar permasalahan pendidikan secara umumnya maupun khusus masalah akselerasi dan anak cerdas.
  4. Studi banding program akselerasi. Dengan melibatkan sekolah, siswa dan orang tua, program akselerasi mengadakan studi banding dengan tujuan untuk menjalin silaturahmi antar penyelenggaraan program, siswa dan orang tua sekolah lain. Juga menjadi ajang bertukar informasi seputar program dan inovasi pendidikan, khususnya dalam penyelenggaraan program akselerasi.
  5. Penulisan karya ilmiah. Program ini bisa dibilang baru sebagai hasil studi banding di sekolah Labschool kebayoran. Dimana siswa selama mengikuti program akselerasi harus mampu menyelesaikan sebuah karya yang memenuhi standar ilmiah dan akademis. Hasil karya tersebut kemudian dipresentasikan di depan pihak yang kompeten dan siswa harus mampu mempertanggungjawabkan hasilnya secara ilmiah pula. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih siswa belajar membuat sebuah karya tulis ilmiah sederhana dan mampu mempertahankannya di depan pihak yang kompeten.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Pada acara sosialisasi program akselerasi

SMP Taruna Bakti tahun pelajaran 2008-2009

Tanggal 16 Juni 2009

Selengkapnya...