Minggu, 04 Juli 2010

MENGATUR ALOKASI WAKTU DAN MATERI DALAM PEMBELAJARAN KELAS AKSELERASI

Ketika membicarakan pembelajaran di kelas akselerasi, masih ada hal yang terus menjadi perdebatan dikalangan guru akselerasi. Diprogram akselerasi, kita mengenal kurikulum berdiferensiasi, yaitu kurikulum nasional yang dirubah, ditambah, dimodifikasi agar mampu merangsang anak untuk bisa mengoptimalkan kemampuannya secara penuh.
Dalam kurikulum akselerasi, kita mengenal istilah materi esensi dan non esensi. Esensi dan non esensi tidak berhubungan dengan pengelompokkan atau peng-kasta-an ilmu pengetahuan atau penting atau tidak pentingnya suatu materi. Esensi dan non esensi hanya mengatur antara materi yang harus didalami oleh siswa dengan pendampingan guru secara intens, sementara materi non esensi adalah materi yang diperkirakan bisa dipelajari secara mandiri.
Hal lainnya adalah pengayaan (enrichment) dan Pendalaman (escalation). Pengayaan berhubungan dengan kemampuan guru dalam memperluas wawasan diri dan siswanya dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Dan pendalaman adalah pembahasan secara rinci dan fokus dalam memahami suatu materi. Dan yang lebih penting adalah, kurikulum berdiferensiasi harus lebih menekankan pada kemampuan siswa untuk mandiri mencari pemahaman atas materi yang disampaikan. Oleh karena itu, pembelajaran yang berpusat pada siswa menjadi ruh bagi proses pembelajaran di kelas akselerasi. KONSTRUKTIFISME menjadi salah satu strategi yang harus dikembangkan oleh guru dalam menjalankan proses pembelajaran di kelas.
Namun metode kostruktifisme atau strategi lain yang lebih memberikan keleluasaan siswa sebagai subjek pembalajaran memiliki “kelemahan”, yaitu lebih membutuhkan waktu lebih panjang ketimbang metode ceramah atau demonstrasi yang didominasi oleh guru. Kembali, masalah waktu sering dijadikan kabing hitam dalam kegagalan guru dalam menjalankan kurikulum berdiferensiasi atau proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Oleh karena itu tidak semua guru bisa menjalankan kurikulum berdiferensiasi. Mereka berdalih, “Jangankan melakukan enrichment dan eskalasi, sementara menyampaikan semua materi pembelajaran saja sudah bingung”. Hal tersebut mengingat waktu yang ditempuh anak di kelas akselerasi lebih cepat dibandingkan dengan kelas reguler. Bahkan ada guru yang menyatakan, kalau mau pendalaman ustru harus dikelas reguler karena waktunya lebih leluasa. Masalahnya, direguler pun hal tersebut tidak dilakukan, jadi kendala implementasi kurikulum berdiferensiasi tidak bertumpu pada masalah alokasi waktu, namun lenbih pada kemauan dan kemampuan guru dalam merancang, merencanakan dan melaksanakan kurikulum tersebut.
WAKTU! Menjadi kendala bagi guru untuk menyampaikan materi yang sesuai dengan kurikulum berdiferensiasi. Sebagai koordinator program akselerasi, saya sempat menjadi bingung untuk menjelaskan kepada rekan guru karena dalam kenyataannya, waktu memang sering memotong aktifitas pembelajaran yang berpusat pada siswa atau pada saat menyampaikan materi dengan pengayaan dan pendalaman.

BAGAIMANA MENGATASINYA?
Apapun alasannya dan apapun kendalanya, seorang guru harus menjalankan kewajibannya sebagai tenaga profesional dibidang pendidikan yang memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan siswa menjadi manusia yang siap lahir bathin untuk memerankan fungsinya didalam masyarakat. Dan salah satunya adalah melalaui pembelajaran yang me”manusia”kan mereka dalam setiap proses pembelajaran sehari-hari. Dan salah satu metode atau strateginya adalah dengan memberikan keleluasaan kepada mereka untuk mandiri belajar melalui pembelajaran yang berpusat kepada siswa dan materi yang aplikatif dalam kehidupan mereka.
Untuk mengatasi masalah keterbatasan waktu, maka guru harus memiliki kiat dalam mengatasinya. Berikut beberapa hal yang harus dipahami guru agar waktu tidak lagi menjadi kendala.
Pertama, guru harus menguasai dan memahami silabus atau kurikulum yang akan disampaikan kepada siswa.
Hal ini wajib karena banyak guru tidak membaca dengan baik tentang materi yang seharusnya diajarkan. Silabus berisi tentang kompetensi yang harus dikuasai siswa, materi yang harus diajarkan, indikator serta metode dan alokasi waktu. Dengan memahami silabus, maka guru memiliki jalur dan batasan serta pedoman ketika memberikan materi kepada siswa.
Biasanya, kurikulum dan metode yang dipakai oleh guru adalah kurikulum atau metode yang pertama kali mereka kerjakan ketika tahun pertama mengajar. Berapa kalipun kurikulum diganti, tapi bagi beberapa guru, kurikulum yang dikenal dan dijalankan adalah kurikulum pertama kali yang mereka jalankan ketika bekerja sebagai guru. Oleh karena itu jangan heran, sangat sulit untuk bisa menjalankan kurikulum bentuk apapun selama paradigma, pikiran atau sikap guru tidak dirubah.
Maka, kunci utama untuk bisa menjalankan kurikulum dan metode yang cocok untuk siswa akselerasi adalah dengan merubah paradigma guru, paradigma kita sendiri! Jangan pernah puas dengan hasil yang sudah diperoleh, namun harus terus berpacu dan terpacu meningkatkan kemampuan diri setiap saat.
Kedua, guru jangan terjebak pada buku pegangan dan jangan berkeinginan untuk bisa menyampaikannya lembar demi lembar.
Mungkin sudah saatnya guru tidak lagi memiliki buku pegangan! Sudah saatnya guru memiliki sendiri rangkuman atau rundown dari materi yang harus disampaikan kepada siswa dengan tetap berpedoman pada kurikulum yang berlaku.
Guru selama ini mengatakan materi terlalu banyak atau materi terlalu sulit karena bukan lagi berpedoman pada kurikulum dengan indikator yang ditetapkan sebelumnya, namun lebih berpatokan kepada buku pegangan yang dipergunakan. Padahal, bisa jadi seribu cerita dan alasan sebuah buku pegangan bisa sampai ke tangan guru.
Bila diamati lebih mendalam, ternyata tidak semua materi yang ada di buku itu perlu atau layak disampaikan kepada anak. Banyak materi yang ada di buku ternyata sama sekali tidak berhubungan dengan silabus yang menjadi “pajangan” dihalaman depan maupun dihalangan belakang buku.
Ketiga, guru tidak terjebak pada rentetan atau urutan materi yang ada pada kurikulum. Untuk kelas akselerasi kita meramu materi sedemikian rupa sehingga tidak terpaku pada urutan materi dengan kaku. Pada beberapa pelajaran bisa kita temukan beberapa materi yang bisa dibahas dalam satu kesempatan. Hal ini akan menuntut guru bisa merencanakan dan melaksanakan metode pembalajaran yang bisa merangsang anak untuk ber-eksplorasi dengan materi yang diberikan sehingga tidak mustahil siswa akan meloncat untuk bertanya atau meminta guru membahas materi secara acak dan locat.
Momentum yang diciptakan oleh guru dan kemudian direspon oleh siswa dengan minat yang tinggi akan mampu membantu guru untuk memberikan materi secara cepat dan tetap fokus sehingga materi justru mengalami percepatan waktu penyampaian.
Keempat, guru harus membangkitkan motivasi internal siswa untuk mau mempelajari dan memahami materi yang diajarkan secara mandiri.
Untuk point keempat ini, lebih memfokuskan pada peran guru sebagai fasilitator dan motivator, bukan sebagai pemegang hak atas kendali proses pembelajaran. Sebagai fasilitator maka guru menjalankan sebuah filsofi pendidikan “tut wuri handayani” dan sebagai motivator guru menjalankan “ing madya mangun karsa”.
Dan ketika membicarakan kedua peran tersebut maka titik perhatian kita adalah pada kemampuan guru dalam merancang sebuah metode yang mampu membangkitkan kesadaran siswa akan pentingnya mempelajari sebuah materi dan kreatifitas guru dalam melakukan variasi pembelajaran.
Ketika seorang guru mengajak siswanya untuk berdiskusi dan ketika diskusi telah mampu menarik minat siswa untuk terlibat, maka ada kedua keuntungan yang bisa diperoleh oleh guru. Pertama adalah materi yang disampaikan akan lebih meluas dan “memaksa” guru untuk membahasnya secara intensif dan berarti memangkas waktu lebih pendek, kedua adalah disadari atau tidak bisa membangkitkan siswa untuk tahu lebih banyak dan mau belajar secara mandiri.
Dengan metode yang tepat, siswa sebenarnya bisa diajak untuk mau belajar secara mandiri dan ketika motivasi itu terbangun maka guru akan lebih mudah untuk menyampaikan materi. Siswa akan lebih siap untuk menerima pelajaran ketika mereka telah mempelajarinya. Mungkin mereka akan tidak mengerti tentang suatu materi yang belum diajarkan, namun dengan kesiapan mereka untuk mempelajari lebih awal, maka mereka akan jauh lebih mudah untuk menerima materi berikutnya.

Demikian sedikit uraian saya tentang mengatur alokasi waktu dan materi belajar di kelas akselerasi. belum tentu penulis juga telah berhasil melaksanakannya. Pencerahan ini baru penulis dapatkan pada acara WORKSHOP GURU MIPA UNTUK SISWA CERDAS ISTIMEWA, yang diselenggarakan di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia Depok Oleh Asosiasi CI-BI Banten pada tanggal 26 Juni 2010.
Apa yang diuraikan diatas pun tidaklah mudah untuk segera dirasakan dampak dan manfaatnya. Butuh waktu dan kesabaran dari guru dalam menjalankannya.
Namun doa kita, semoga semuanya menjadi lebih mudah.

Oleh Imam Wibawa Mukti,S.Pd
Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti Bandung
Selengkapnya...