Jumat, 30 April 2010

PELAKSANAAN PSIKOTEST SMP TARUNA BAKTI


Salam sejahtera           
Dalam melaksanakan program identifikasi potensi siswa baru, SMP Taruna Bakti melaksanakan kegiatan psikotest yang dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal                             : Sabtu / 1 Mei 2010
Tempat                                     : Kampus SMP Taruna Bakti Bandung
                                                  Jalan LL.RE. Martadinata 52 Bandung
Waktu                                      : 08.00 – 14.00 WIB
Pelaksana                                 : BPIP Unpad Bandung
Jumlah peserta                          : 230 siswa
            Sehubungan dengan Siswa SD Moestopo sedang melaksanakan Ujian praktek pada saat psikotes dilaksanakan, sehingga beberapa siswa yang berasal dari SD tersebut harus mengikuti psikotest susulan. (PESERTA SUSULAN TERLAMPIR).
Waktu dan tempat pelaksanaan psikotest susulan akan dikonfirmasikan kembali kepada pihak penyelenggara psikotest. Untuk itu maka kami memohon kepada pihak penyelenggaran psikotest untuk menjadwalkan psikotest susulan dan menentukan tempat pelaksanaan psikotest tersebut. 
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Bandung, 30 Mei 2010
Selengkapnya...

Senin, 26 April 2010

PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME BAGI SISWA AKSELERASI SMP TARUNA BAKTI SEBAGAI WUJUD PROSES MENUMBUHKAN SEMANGAT BELAJAR MANDIRI DAN “LONG LIFE EDUCATION”

SMP TARUNA BAKTI
TAHUN AJARAN 2008-2009

A. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN MASALAH
1. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataan-nya mereka tidak memahaminya.
2. Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan
3. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.
4. Membiasakan siswa dan guru untuk membangun sebuah budaya ilmiah di sekolah sebagai media berbagi ilmu dan pengetahuan secara timbal balik untuk melahirkan sebuah karya yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah.
Metode ini pun merupakan sebagai jawaban atau solusi bagi berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran yang selama ini berjalan di sekolah. Beberapa permasalahan yang dirasakan diantaranya adalah:
1. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut ?
2. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh ?.
3. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari ?
4. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkait-kannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya?
5. Bagaimana sekolah mampu melibatkan seluruh komponen pendidikan baik guru, siswa, sekolah dan masyarakat untuk mampu terlibat secara aktif dalam memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman secara sistematis dan terprogram bagi siswa?

B. MENGAPA METODE KONSTRUKTIFISME?
Konstruktivisme adalah sebuah metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan menggali secara mandiri materi yang akan dipelajarinya. Oleh karena itu pada metode konstruktivisme telah mengandung berbagai metodelogi pembelajaran seperti kegiatan menemukan (Inquiri), pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) atau penilaian diri (Self Asessment).
Esensi dari pembelajaran kostruktif adalah bahwa siswa harus secara individual menemukan konsep atau informasi yang kompleks dan mengorganisasikan dalam benaknya untuk jadi miliknya sendiri atau disebut kepemilikan konsep yang utuh (Concept Attainment).
Hakekat dari pembelajaran konstruktif adalah pengakuan akan eksistensi siswa sebagai individu yang utuh dan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang harus dihargai dan diakui secara penuh oleh guru dan masyarakat sehingga mereka dapat melakukan ekspresi keilmuan secara ilmiah.
Secara akademik, yang dimaksud dengan keberhasilan belajar adalah kemampuan siswa dalam membangun konsep-konsep kunci keilmuan didalam benaknya dengan fasilitas yang telah diberikan oleh guru.
Melalui metode konstruktivisme diharapkan dapat :
1. Membuat materi pelajaran menjadi lebih bermakna, relevan dengan kebutuhan siswa dan dapat langsung diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mendorong siswa untuk belajar dengan polanya sendiri atau strateginya sendiri
3. Menyiapkan tahapan belajar yang dapat membantu siswa mencapai tingkat penguasaan oleh dirinya sendiri sebagai perolehan belajar.

C.. ALOKASI WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN
NO KEGIATAN ALOKASI WAKTU KETERANGAN
1 Siswa menentukan tema yang akan diangkat sebagai materi penelitian, pengamatan atau presentasi yang akan diajukan kepada dewan guru 2 MINGGU
(8 – 26 Januari 2009)
Dalam bentuk pengajuan judul atau tema yang akan diangkat sebagai karya ilmiah
2 Dewan guru menentukan dan menetapkan tema dan judul yang layak untuk diteliti dan dipaparkan dalam sebuah karya ilmiah Dengan indikator :
1. Hubungannya dengan materi yang telah diajarkan
2. Ketepatan tema yang diangkap
3. Manfaat bagi perkembangan dan pengalaman siswa yang bersangkutan
4. Ketersedian SDM guru pembikbing
3 Dewan guru menetapkan guru pembimbing untuk mendampingi siswa dalam menyusun dan menulis karya tulis ilmiah
4 Siswa mencari, menggali tema yang diajukan untuk kemudian mewujudkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah dan hasil karya ilmiah dengan bimbingan guru yang ditunjuk 3 MINGGU
(27 Januari -13 Februari 2009) Bimbingan meliputi metodologi penulisan karya ilmiah, materi dan kesiapan pengujian
5 Setelah disetujui dan dianggap layak maka siswa akan diuji secara akademis oleh pakar yang kompeten dibidang tema yang dipresentasikan oleh siswa 1 MINGGU
(21 dan 28 Februari 2009) Disesuikan dengan kesanggupan penguji
Tempat :
Media Resource Center
6 Siswa memperbaiki dan atau merubah hasil karya ilmiah sebagai langkah akhir proses pembelajaran 1 MINGGU
7 Sekolah membukukan hasil karya tulis ilmiah siswa dan memberikan sertifikat kelulusan bagi siswa yang telah melakukan presentasi dan uji kompetensi 1 MINGGU
Selengkapnya...

Jumat, 09 April 2010

MENCARI LEMBAGA PSIKOLOGI UNTUK REKRUITMENT SISWA AKSELERASI

Salah satu factor yang sangat penting dalam proses recruitment siswa akselerasi adalah pemilihan lembaga psikologi yang akan melakukan tes atau pengamatan terhadap siswa. Hal ini sangat penting karena ternyata, tidak semua lembaga psikologi memiliki pengetahuan yang lengkap atau minimal mengetahui tentang keberadaan program akselerasi.
Hal ini kami alami sendiri ketika setiap tahun mencoba mencari lembaga pembanding untuk melakukan psikotest khusus untuk penjaringan siswa akselerasi. Dari 5 lembaga yang disurvai, ternyata hanya dua yang mengetahui tentang program akselerasi dan itupun karena kedua lembaga tersebut pernah bekerjasama dengan SMP Taruna Bakti sebelumnya dalam proses penjaringan siswa akselerasi.
Beberapa hal yang harus dicermati oleh sekolah dalam pemilihan lembaga psikologi yang akan dijadikan partner dalam penjaringan siswa akselerasi, diantaranya adalah :
1. Pemahaman dan pengetahuan tentang program akselerasi.
Dari survai tahun ini, kami menyadari bahwa tidak semua lembaga psikologi memahami program akselerasi. Hal ini membuat lembaga yang akan diajak kerjasama dalam proses perekrutan siswa akselerasi harus membangun paradigma yang sama tentang keberadaan program akselerasi.
Membangun paradigma ini menjadi sangat penting karena ada lembaga yang tidak mengetahui bahwa program akselerasi merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan untuk anak-anak kategori Cerdas Istimewa.
Lembaga psikologi pasti memahami karakteristik maupun ciri dari anak-anak Cerdas Istimewa, namun belum memahami bahwa program akselerasi adalah salah satu bentuk layanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah dan sekolah untuk anak-anak CI. Oleh karena itu jangan heran bila kita juga menemukan ada psikolog yang memandang skeptis dan negatif terhadap program akselerasi. Namun setelah melalui penjelasan yang komprehensif, baru mereka menyadari bahwa program akselerasi hanya merupakan contoh layanan diantara berbagai bentuk layanan lainnya dan kalaupun sekolah memilih bentuk akselerasi karena memang program akselerasi yang telah dibakukan secara formal untuk melayani anak CI.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari program akselerasi, yang menjadi kendala dalam proses penjaringan dan penyaringan siswa akselerasi adalah menyamakan paradigma dan pandangan tentang hakekat dari program akselerasi. Hal ini akan berdampak pada pemahaman lembaga psikologi tentang berbagai hal yang perlu di”eksplore” dari psikotest tersebut sehingga lembaga psikotest bisa memberikan rekomendasi seorang anak tersebut layak atau tidak layak menjadi siswa akselerasi.
Ketika membicarakan bahwa psikotest ini dilakukan dalam rangka penjaringan akselerasi, pertanyaan pertama dari lembaga yang belum memahami program akselerasi adalah, alat ukur yang akan dipakai, unsur yang harus diukur, kriteria-kriteria yang harus diukur dan informasi tambahan bagi orang tua atau sekolah yang penting untuk diketahui bila anak tersebut masuk program akselerasi.
Ketika ditanyakan hal tersebut, bisa dibayangkan kalau tidak semua sekolah memahami alat ukur, indikator atau unsur yang harus ada dalam persyaratan penjaringan dan penyaringan siswa akselerasi. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dibeberapa sekolah masih banyak sekolah yang menjadi guru BK/BP nya tidak memiliki latar belakang keilmuan psikologi umum maupun Psikologi pendidikan.
Dari ketidaktahuan tentang program akselerasi, maka bisa melahirkan ksalahpahaman dari lembaga psikologi dalam menyikapi maupun memberikan rekomendasi bagi sekolah penyelenggara akselerasi. Beberapa kesalahpahaman tadi misalnya, terkesan bahwa akselerasi akan menjadi kelas eksklusif, asosial atau tidak memberikan kontribusi positif bagi perkembangan emosional anak.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka, sekolah harus benar-benar melakukan koordinasi yang progresif dan antisipatif sebelum melakukan kerjasama dengan lemabag yang akan melakukan psikotest. Diharapkan dengan adanya koordinasi dan komunikasi yang intens maka bisa terhindar dari kesalahapaham baik terhadap anak CI maupun terhadap program akselerasi itu sendiri.
2. Mekanisme perekrutan siswa akselerasi.
Ada sekolah yang menganggap bahwa untuk menjadi siswa akselerasi cukup hanya dengan melakukan psikotest yang mengukur aspek intelegensia saja, sehingga dengan hasil tes IQ tersebut maka sekolah sudah bisa langsung menetapkan siswanya masuk akselerasi atau tidak.
Padahal dalam aturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh Dirjen PLB Departeman Pendidikan Nasional, masih banyak indikator lainnya yang harus diperhatikan oleh sekolah untuk bisa menentukan apakah siswa itu layak atau tidak masuk program akselerasi. Misalnya perlu ada informasi tentang Creativity Quotion dan Task Comittment.
Dan selain informasi tersebut, sekolah juga harus melakukan identifikasi indeks raport, nilai tes masuk (USBN/Nilai UN) dan melakukan observasi terhadap siswa yang direkomendasikan untuk menjadi siswa akselerasi.
Pemahaman in penting juga disosialisasikan kepada lembaga psikologi sehingga lembaga tersebut bisa menyusun alat tes dan laporan yang harus diberikan untuk menentukan kelayakan siswa tersebut. Misalnya, selain IQ, siswa juga harus diukur tingkat kreatifitas dan komitmennya terhadap tugas yang harus dilakukan tes berbeda dengan alat untuk mengukur IQ.

3. Kriteria dari anak Cerdas Istimewa/gifted yang layak untuk mengikuti program akselerasi.
Hal yang harus diperhatikan berikutnya adalah indikator baku yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan nasional khususnya PLB dalam perekrutan siswa akselerasi.
Standar baku tersebut penting karena setiap sekolah penyelenggaran program akselerasi akan dinilai, dievaluasi dan diakreditasi kelayakannya setiap tahun. Bahkan setiap tahun sekolah harus membuat laporan pertanggungjawaban seputar kegiatannya dibidang pengembangan dan pelaksanaan program.
Dengan mengetahui standar baku tersebut, maka lembaga psikologi tidak akan melakukan kesalahan rekomendasi siswa akselerasi karena berpatokan pada aturan yang ada.
Dibeberapa sekolah bisa jadi masih ada yang menurunkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah karena semata mengejar target jumlah siswa akselerasi.
Dampak dari kesalahan dan “negosiasi” sekolah dengan lembaga pelaksana psikotest akan berpotensi melahirkan masalah dalam penyelenggaraan program akselerasi tersebut.

Demikian tulisan ini saya buat dengan harapan bisa memberikan gambaran singkat seputar permasalahan penentuan mitra lembaga psikologi yang akan melakukan penjaringan siswa akselerasi. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat.
Selengkapnya...