Jumat, 09 April 2010

MENCARI LEMBAGA PSIKOLOGI UNTUK REKRUITMENT SISWA AKSELERASI

Salah satu factor yang sangat penting dalam proses recruitment siswa akselerasi adalah pemilihan lembaga psikologi yang akan melakukan tes atau pengamatan terhadap siswa. Hal ini sangat penting karena ternyata, tidak semua lembaga psikologi memiliki pengetahuan yang lengkap atau minimal mengetahui tentang keberadaan program akselerasi.
Hal ini kami alami sendiri ketika setiap tahun mencoba mencari lembaga pembanding untuk melakukan psikotest khusus untuk penjaringan siswa akselerasi. Dari 5 lembaga yang disurvai, ternyata hanya dua yang mengetahui tentang program akselerasi dan itupun karena kedua lembaga tersebut pernah bekerjasama dengan SMP Taruna Bakti sebelumnya dalam proses penjaringan siswa akselerasi.
Beberapa hal yang harus dicermati oleh sekolah dalam pemilihan lembaga psikologi yang akan dijadikan partner dalam penjaringan siswa akselerasi, diantaranya adalah :
1. Pemahaman dan pengetahuan tentang program akselerasi.
Dari survai tahun ini, kami menyadari bahwa tidak semua lembaga psikologi memahami program akselerasi. Hal ini membuat lembaga yang akan diajak kerjasama dalam proses perekrutan siswa akselerasi harus membangun paradigma yang sama tentang keberadaan program akselerasi.
Membangun paradigma ini menjadi sangat penting karena ada lembaga yang tidak mengetahui bahwa program akselerasi merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan untuk anak-anak kategori Cerdas Istimewa.
Lembaga psikologi pasti memahami karakteristik maupun ciri dari anak-anak Cerdas Istimewa, namun belum memahami bahwa program akselerasi adalah salah satu bentuk layanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah dan sekolah untuk anak-anak CI. Oleh karena itu jangan heran bila kita juga menemukan ada psikolog yang memandang skeptis dan negatif terhadap program akselerasi. Namun setelah melalui penjelasan yang komprehensif, baru mereka menyadari bahwa program akselerasi hanya merupakan contoh layanan diantara berbagai bentuk layanan lainnya dan kalaupun sekolah memilih bentuk akselerasi karena memang program akselerasi yang telah dibakukan secara formal untuk melayani anak CI.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari program akselerasi, yang menjadi kendala dalam proses penjaringan dan penyaringan siswa akselerasi adalah menyamakan paradigma dan pandangan tentang hakekat dari program akselerasi. Hal ini akan berdampak pada pemahaman lembaga psikologi tentang berbagai hal yang perlu di”eksplore” dari psikotest tersebut sehingga lembaga psikotest bisa memberikan rekomendasi seorang anak tersebut layak atau tidak layak menjadi siswa akselerasi.
Ketika membicarakan bahwa psikotest ini dilakukan dalam rangka penjaringan akselerasi, pertanyaan pertama dari lembaga yang belum memahami program akselerasi adalah, alat ukur yang akan dipakai, unsur yang harus diukur, kriteria-kriteria yang harus diukur dan informasi tambahan bagi orang tua atau sekolah yang penting untuk diketahui bila anak tersebut masuk program akselerasi.
Ketika ditanyakan hal tersebut, bisa dibayangkan kalau tidak semua sekolah memahami alat ukur, indikator atau unsur yang harus ada dalam persyaratan penjaringan dan penyaringan siswa akselerasi. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dibeberapa sekolah masih banyak sekolah yang menjadi guru BK/BP nya tidak memiliki latar belakang keilmuan psikologi umum maupun Psikologi pendidikan.
Dari ketidaktahuan tentang program akselerasi, maka bisa melahirkan ksalahpahaman dari lembaga psikologi dalam menyikapi maupun memberikan rekomendasi bagi sekolah penyelenggara akselerasi. Beberapa kesalahpahaman tadi misalnya, terkesan bahwa akselerasi akan menjadi kelas eksklusif, asosial atau tidak memberikan kontribusi positif bagi perkembangan emosional anak.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka, sekolah harus benar-benar melakukan koordinasi yang progresif dan antisipatif sebelum melakukan kerjasama dengan lemabag yang akan melakukan psikotest. Diharapkan dengan adanya koordinasi dan komunikasi yang intens maka bisa terhindar dari kesalahapaham baik terhadap anak CI maupun terhadap program akselerasi itu sendiri.
2. Mekanisme perekrutan siswa akselerasi.
Ada sekolah yang menganggap bahwa untuk menjadi siswa akselerasi cukup hanya dengan melakukan psikotest yang mengukur aspek intelegensia saja, sehingga dengan hasil tes IQ tersebut maka sekolah sudah bisa langsung menetapkan siswanya masuk akselerasi atau tidak.
Padahal dalam aturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh Dirjen PLB Departeman Pendidikan Nasional, masih banyak indikator lainnya yang harus diperhatikan oleh sekolah untuk bisa menentukan apakah siswa itu layak atau tidak masuk program akselerasi. Misalnya perlu ada informasi tentang Creativity Quotion dan Task Comittment.
Dan selain informasi tersebut, sekolah juga harus melakukan identifikasi indeks raport, nilai tes masuk (USBN/Nilai UN) dan melakukan observasi terhadap siswa yang direkomendasikan untuk menjadi siswa akselerasi.
Pemahaman in penting juga disosialisasikan kepada lembaga psikologi sehingga lembaga tersebut bisa menyusun alat tes dan laporan yang harus diberikan untuk menentukan kelayakan siswa tersebut. Misalnya, selain IQ, siswa juga harus diukur tingkat kreatifitas dan komitmennya terhadap tugas yang harus dilakukan tes berbeda dengan alat untuk mengukur IQ.

3. Kriteria dari anak Cerdas Istimewa/gifted yang layak untuk mengikuti program akselerasi.
Hal yang harus diperhatikan berikutnya adalah indikator baku yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan nasional khususnya PLB dalam perekrutan siswa akselerasi.
Standar baku tersebut penting karena setiap sekolah penyelenggaran program akselerasi akan dinilai, dievaluasi dan diakreditasi kelayakannya setiap tahun. Bahkan setiap tahun sekolah harus membuat laporan pertanggungjawaban seputar kegiatannya dibidang pengembangan dan pelaksanaan program.
Dengan mengetahui standar baku tersebut, maka lembaga psikologi tidak akan melakukan kesalahan rekomendasi siswa akselerasi karena berpatokan pada aturan yang ada.
Dibeberapa sekolah bisa jadi masih ada yang menurunkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah karena semata mengejar target jumlah siswa akselerasi.
Dampak dari kesalahan dan “negosiasi” sekolah dengan lembaga pelaksana psikotest akan berpotensi melahirkan masalah dalam penyelenggaraan program akselerasi tersebut.

Demikian tulisan ini saya buat dengan harapan bisa memberikan gambaran singkat seputar permasalahan penentuan mitra lembaga psikologi yang akan melakukan penjaringan siswa akselerasi. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat.

Tidak ada komentar: