HASRAT UNTUK BERUBAH
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal
Aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku kudapai bahwa dunia tak kunjung berubah
Maka cita-cita itupun aku persempit
Lalu kupuskan untuk hanya mengubah negeriku
Namun nampaknya
Hasrat itupun tiada hasilnya
Ketika usiaku semakin senja
Dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan untuk mengubah keluargaku
Tetapi selakanya…
Merekapun tak mau diubah
Dan kini
Sementara aku terbaring saat ajal menjelang
Tibatiba kusadari…
“Andaikan pertama-tama yang kuubah adalah diriku
Maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan
Mungkin aku bias mengubah keluargaku
Lalau berkat inspirasi dan dorongan mereka
Bias jadi akupun mampu memperbaiki negeri
Kemudian siapa tahu
Aku bahkan bias mengubah dunia”
MENDIDIK KARAKTER DENGAN KARAKTER
Mendidik dengan karakter, berarti mendidik dengan memberikan panutan. Masalah yang muncul terkadang adalah, standar panutan dan nilai setiap orang untuk menjadikan seseorang menjadi panutan sering berbeda satu sama lain. Hal ini kemudian menjadikan figure guru yang sering diharapkan memiliki nilai dan standar ideal jenis manusia sering menimbulkan kekecewaan ketimbang kepuasan. Ditambah dengan perubahan social yang terjadi di perkotaan maupun di pedesaan, tidak lagi mendudukan guru sebagai sebuah profesi pengabdian namun telah berubah menjadi profesi kerja yang tak lepas dari urusan keduniawian.
Namun terlepas dari semua itu, masih ada nilai-nilai wajib yang harus dilakukan oleh guru dimanapun berada dan dalam kondisi social dan budaya apapun. Serangkaian nilai dan tata laku universal yang akan terus melekat pada diri guru yang akan sulit untuk berubah.
Nilai dan tata laku ini pada hakekatnya harus dimiliki oleh profesi apapun, namun guru yang sering dijadikan dan menjadi “orang tua kedua” telah menempatkan nilai dan tata laku tertentu menjadi lebih special melekat pada diri guru.
Beberapa nilai dan tata laku yang biasanya melekat ini merupakan warisan dari profesi pendidik dalam perkembangan peradaban manusia. Guru merupakan pengembangan (atau malah penyempitan?) dari posisi tabib di masa manusia masih tradisional, penasehat dan pendidik keluarga kerajaan, empu, kiai atau title lainnya yang berhubungan dengan kesinambungan sebuah peradaban.
Oleh karena itu, idealnya, katika seseorang memutuskan untuk mengambil profesi guru, maka salah satu yang harus menjadi pertimbangan adalah kemampuan dalam memberikan totalitas kehidupannya di dunia pendidikan, dunia langit, dunia pengabdian dan dunia penuh tuntutan dan tuntunan etika yang akan terus melekat sepanjang hayat.
MENGAPA HARUS MENJADI GURU BERKARAKTER ?
Seorang anak, akan bisa kita prediksi masa depannya berdasarkan perkembangan dan pertumbuhannya sejak dini, sekarang! Tentunya semua itu tidak akan terlepas dari berbagai factor lainnya yang akan mempengaruhi dia dimasa depan.
Dan seperti apa anak didik kita sekarang adalah juga bagaimana kita menanamkan kesadaran utuh kepada setiap siswa dalam memaknai setiap kehidupan dan informasi yang telah masuk ke dalam otak dan hatinya.
Jadi pendidikan berkarakter adalah pendidikan yang menekankan kepada kemampuan guru dan siswa dalam menarik setiap nilai dan hikmah dari apa yang telah dan akan diperbuatnya berdasarkan informasi yang telah diterimanya dalam hidup lalu siap menerima segala konsekuensi dari akibat dari segala perbuatannya. Dan kemudian menjadi cirri yang melekat pada dirinya. Manusia yang mampu dengan maksimal mengolah dan memberdayakan pengetahuan, ilmu, logika dan perasaannya dalam bersikap dan bertindak sesuai dengan tata nilai kebaikan, itulah manusia yang berkarakter.
Seorang guru yang berkarakter, adalah seorang guru yang mampu mencurahkan kemampuan, pengetahuan, ilmu dan perasaannya dalam memberikan layanan pendampingan terhadap anak didiknya agar mampu memahami dan memaknai kehidupan ini sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Karakter menjadi penting ketika masyarakat berada di dunia penuh ketidakpastian. Revolusi budaya, ilmu dan tekhnologi telah mengantar manusia ke pintu gerbang rasa ketidakpastian. Rasa ketidakpastian dalam jati diri sebagai sebuah komunitas, Rasa ketidakpastian akan kemutlakan dari kebenaran agama yang selama ini diyakini, rasa ketidakpastian dalam menetapkan norma yang dianut dan rasa ketidakpastian dalam aturan dan hukum yang ditetapkan serta dijalankan.
Rasa ketidakpastian ini membuat manusia menjadi hampa. Tidak ada lagi sebuah kepercayaan atau keyakinan yang mampu menjadi pedoman dan sandaran dalam menjalani dan mengatasi permasalahan dalam hidupnya. Bayangkan itu semua telah terjadi pada masyarakat Indonesia sekarang!
Suatu masyarakat yang menghalalkan korupsi karena merasa tidak ada yang mengawasinya, masyarakat yang menganggap membunuh dengan berbagai alasan sebagai sebuah keniscayaan untuk bertahan hidup, suatu komunitas yang saling mencurigai satu sama lain karena merasa lahan hidupnya terganggu, suatu komunitas yang menganggap politik dan jabatan sebagai lapangan pekerjaan baru dan menjanjikan kekayaan dalam waktu singkat, suatu masyarakat yang menganggap pendidikan adalah sarana untuk merenda masa depan untuk mencapai kesuksesan materi, pendidikan adalah wadah mengajarkan ilmu pengetahuan tanpa pemahaman nilai dari setiap pengetahuan yang diperoleh yang kemudian keberhasilannya diukur hanya dari angka-angka mati dan mengukur kedangkalan ingatan sesaat.
Disinilah perlunya pendidik yang berkarakter ! Pendidik yang memiliki integritas moral yang tinggi dan menjunjung nilai-nilai universal kemanusiaan. Pendidik yang tidak saja berkutat dan bergulat dengan teori langit namun juga menjalankan nilai-nilai adiluhung manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Sosok yang akan mampu memberikan pegangan teguh bagi anak didiknya.
Sosok berkarakter bukanlah sosok yang sempurna. Itu tidak mungkin! Guru bukanlah dewa atau malaikat. Sosok berkarakter adalah sosok yang bersahaja dan mampu menjadi tempat menjawab segala permasalahan melalui tingkah laku yang akan dilihat siswa didik. Bagaimana guru dalam menghadapi kenakalan siswanya, ketika menghadapi berjuta beban pekerjaan dan permasalahan di masyarakat.
Pribadi yang berkarakter akan memunculkan suasana, rasa, aura atau atmosfer kebaikan, keceriaan dan keyakinan menjalani hidup yang penuh dengan dekadensi moral dan akhlak. Suatu sikap bijak dalam menyikapi hidup dan permasalahannya yang akan terus mendera hidup setiap orang, termasuk anak didiknya kelak.
MENGAPA HARUS BERKARAKTER?
“Mendidik seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak bukan pada aspek moral adalah ancaman marabahaya dalam masyarakat” (Theodore Roosevelt).
Rekan guru yang terhormat,
Mengapa bangsa yang telah merdeka selama 63 tahun ini tetap terpuruk dalam berbagai masalah berbangsa, bernegara dan akhlak? Tak perlulah saya mengungkap berbagai masalah yang mender bangsa ini karena yang terpenting sekarang adalah bagaimana semua elemen bangsa ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perbaikan bangsa di masa depan.
Sekarang tentunya kita yakin bahwa sumber kehancuran bangsa ini adalah karena selama ini kita melupakan pentingnya membangun sebuah pendidikan yang menanamkan karakter sebagai sebuah bangsa yang memiliki nilai-nilai adiluhung dalam filsafat kehidupan. Bangsa ini terlalu terbuai oleh pembangunan ekonomi yang menekankan keberhasilan dari aspek materi. Sangat mengagungkan hasil akhir ketimbang proses. Dan apa yang kita raih sekarang?
BAGAIMANA MENJADI GURU BERKARAKTER?
Tak perlu kita berharap bisa merubah bangsa ini apabila kita tidak pernah merubah diri kita sendiri. Sebagai guru, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memulainya, sekarang!
Siswa kita adalah manusia yang utuh. Memiliki jasmani dan jiwa yang sama dengan kita yang mengaku lebih dewasa. Mereka masih dalam proses pertumbuhan dan tengah menjajaki kehidupannya sendiri. Ketika masyarakat memberikan peluang kepada mereka kebebasan, mereka akan dengan tidak sadar berusaha merenggutnya dari kita secepat yang mereka mau. Berikanlah kebebasan itu! Mereka akan mempergunakannya dengan kepolosan dan keluguannya sebagai manusia yang sedang tumbuh dan berkembang.
Pertama, Sayangilah mereka, cintailah mereka dan maklumilah mereka selayaknya kita pun pernah mengalami fase-fase seperti mereka. Jiwa mereka sangat sensitive menangkap setiap kata dan tingkah laku. Bersikaplah santun sesuai dengan dunia mereka. Mereka akan menangkapnya di alam bawah sadar bagaimana kita memperlakukan mereka, merangkainya sebagai informasi dan melakukannya walaupun tidak seketika. Kasih sayang yang kita curahkan, akan membuat mereka percaya kepada apa yang kita katakaan. Setiap perkataan yang datang dari hati akan sampai ke hati dan perkataan yang hanya datang dari mulut akan hanya sampai ke telinga.
Kedua, Berikan perhatian individual. Jangan jadikan perbandingan guru dan murid yang tidak proporsional sebagai alasan untuk tidak pernah melakukannya. Banyak cara untuk mengatasi hal itu. Perhatian ini akan menghujam dalam kehidupan mereka bila kita memperlakukannya dengan santun dan penuh rasa percaya bahwa mereka bisa berubah. Karakter mereka belum stabil sehingga masih sangat mungkin untuk berubah menjadi lebih baik. Keterlibatan kita yang bersifat individu akan menanamkan rasa nyaman untuk menyandarkan diri dari segala permasalahan yang mereka hadapi.
Ketiga, Mengoreksi tingkah laku dengan cinta. Tidak ada alasan apapun, tidak ada teori apapun dan tidak ada pembenaran apapun seorang guru melakukan kekerasan kepada siswanya. Cara mendidik, menghukum, memberikan efek jera dan dengan alasan untuk kebaikan mereka, tidaklah pernah bisa menjadi alasan untuk menempeleng, memukul, menjambak dan memaki. Jiwa mereka akan terluka dan memori mereka akan sangat lekat peristiwa itu dalam hati mereka, dan yakinlah, mereka tidak akan pernah menjadi lebih baik dengan cara itu!
Keempat, Menjadikan perubahan karakter sebagai tujuan utama proses pengajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun. Seberapa jauh kurikulum kita mengukur tentang keberhasilan proses penanaman karakter pada siswa? Jangan terlalu berharap untuk itu. Kita harus mulai sendiri menjadikan perubahan karakter sebagai tujuan utama. Ramulah materi dan metode untuk mencapainya. Bagaimana materi IPS, PPKn maupun IPA dirangkai dalam sebuah proses yang mengarahkan pemahaman mereka akan pentingnya kejujuran, kebaikan, dan keadilan. Mungkin tidak perlu memaksakan untuk memasukkannya ke dalam materi apabila memang tidak mungkin, tapi metode dapat guru arahkan menjadi sebuah proses pembelajaran yang efektif menanamkan pentingnya kerjasama, empati dan untuk memahami karakter orang lain.
Kelima, Menciptakan suasana pembelajaran yang memiliki atmosfer untuk saling menghargai, saling mencintai dan menghormati sesama. Curahkan perhatian dan pikiran untuk meramu sebuah cara bagaimana siswa dapat diperkenalkan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Seribu satu cara untuk melakukannya, dan beribu buku sudah mencoba untuk menguraikan tekhnisnya, tinggal lagi bagaimana guru mampu meramu setiap proses pembelajaran menjadi sebuah pengalaman hidup yang positif bagi siswa.
Marilah kita memulai pendidikan yang berorientasi pada nilai dan karakter melalui perbuatan ketimbang kata-kata. Saatnya proses pembelajaran menjadi sebuah proses pengalaman hidup. Mari tanamkan kebaikan sebagai tujuan setiap gerakan dan tindakan kita di sekolah. Manfaatkan setiap detik menjadi buah-buah kemuliaan melalui tindakan dan kata.
Bandung, 22 Februari 2009
Berbagi Pengalaman dan Pengetahuan Seputar Layanan Pendidikan Anak Cerdas Istimewa
Minggu, 22 Februari 2009
at
18.06
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar