Rabu, 10 September 2008

GURUKU BUKAN HIDUPKU

Denting waktu terus bergerak dalam keheningan dan kehampaan bagian diriku sepanjang masa…
Aku menemukan harapan kebermaknaan itu di sekolah…
Karena aku akan menemui orang bijak, pewaris dewata…
Yang orang sebut itu…
Guru…

Namun…
Kutak temukan hidupku dari kata-katanya…
Tak kutemukan kebermaknaan dari tiap kata yang keluar dari mulutnya…
Yang kutemukan kembali hanyalah kehampaan…

Guruku bilang…
Aku harus jujur karena kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana…
Yang kutemukan hanyalah kebohongan dan kemunafikan…

Guruku bersabda…
Sederhanalah hidup karena menuruti hawa nafsu laksana minum air laut tatkala haus…
Yang kutemukan adalah keserakahan berselimut kerakusan luar biasa…

Guruku berkata…
Bijaksanalah berkata karena lidahmua lebih tajam dari sebilah pedang…
Yang kutemukan hanyalah keliaran kata-kata dan kekosongan mantra dari sebuah kalimat…

Guruku menasehatiku…
Bicaralah kebenaran walau itu pahit karena buahnya manis…
Yang kutemukan adalah bentakan dan arogansi kedewasaan yang masih mentah…

Akhirnya
Guruku berbisik…
Diamlah…
Diamlah…
Atau kejujuran itu akan membuatmu menjadi fosil hidup tanpa makna
Diamlah…
Diamlah…
Atau nafsumu akan menyulitkanmu bangkit dari kematianmu karena kepenasaran tanpa batas…
Diamlah…
Diamlah…
Atau kebijaksanaan akan membuatmu tersisih dari ketatnya persaingan hidup…
Diamlah…
Diamlah…
Atau kebenaran akan membuatmu matilebih muda karena perlawanan iblis nan abadi…
Akhirnya
Guruku menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam kegalauan karena aku belum juga menemukan kebermaknaan hidup…


Bandung, 10 Juni 2008

1 komentar:

Dwiky Rizkya mengatakan...

heheheh ternyata pak imam punya blog... serius pisan isinya, pak, beda sekali sama yg saya, hehehe. kunjungin juga blog saya juga ya pak