Kamis, 13 Mei 2010

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

(Tinjauan Deskriptif Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Beberapa Sekolah di Kota Bandung)


PENDAHULUAN
Pendidikan inklusif menjadi wacana yang marak didiskusikan akhir-akhir ini. Hal itu terjadi karena telah munculnya kesadaran dari pihak pemerintah untuk seluas-luasnya memberikan kesempatan dan layanan pendidikan kepada seluruh warga negara tanpa ada pemisahan dan perbedaan yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak prinsipil. Apalagi hak mendapatkan layanan pendidikan yang layak tidak saja merupakan hak namun juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar BAB XIII tentang PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pasal 31 yang berisi :(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendidikan yang memberikan kesempatan dan layanan yang sama kepada seluruh peserta didik, khususnya siswa berkebutuhan khusus untuk belajar yang sama dengan teman sebaya di kelas reguler. Hal ini bertujuan untuk menjadikan pendidikan sebagai sebuah wahana sosialisasi bagi siswa berkebutuhan khusus untuk dapat hidup secara wajar dan mendapatkan perlakukan yang sama dengan siswa-siswa lainnya.
Selama ini, siswa yang memiliki kebutuhan khusus dilayani oleh sekolah khusus yang memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan khusus-nya. Mereka diisolir dan belajar hanya dengan siswa yang memiliki kebutuhan yang sama. Hal ini menyebabkan siswa yang berkebutuhan khusus hanya mengenal dunianya sendiri tanpa ada proses pembelajaran untuk hidup bersama orang yang tidak berkebutuhan khusus. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kemampuan sosial dari siswa yang berkebutuhan khusus ketika mereka harus menjalani kehidupan bersama masyarakat lainnya. Ketergantungan terhadap fasilitator maupun fasilitas yang biasa mereka temui di sekolah akan mempersulit kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingungan sekitar.
Namun dalam kenyataannya, sekolah masih belum banyak yang berani memberikan layanan pendidikan inklusif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Kekurangpahaman tentang hakekat dari pendidikan inklusif.
2. Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan wawasan seputar layanan pendidikan inklusif.
3. Kurangnya sarana prasarana bagi pelayanan terhadap siswa yang berkebutuhan khusus.
Untuk itu maka diperlukan langkah-langkah kongkret dari sekolah dan pemerintah untuk menyamakan persepsi, langkah dan strategi bagi pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia, khususnya di Kota Bandung. Dengan demikian maka pelaksanaan pendidikan inklusif bisa diterapkan oleh semua sekolah dengan disesuaikan kemampuan sekolah masing-masing.
Tulisan ini pun bertujuan untuk menggali berbagai pelaksanaan pendidikan inklusi dari sekolah-sekolah yang telah melaksanakan pendidikan inklusi dalam berbagai bentuk dan metode. Dengan tulisan ini pula kita berharap bisa berbagi pengalaman tentang apa itu pendidikan inklusif, bagaimana penerapannya dan apa saja kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam melaksanakan dan solusi untuk mengatasinya.

LANDASAN TEORI
1. Pengertian pendidikan inklusif
Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
"Indonesia adalah laboratorium terbesar dan paling menarik untuk menghadapi permasalahan dan tantangan pendidikan inklusif, karena inilah negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Pendidikan inklusif bukan hanya ditujukan untuk anak-anak cacat atau luar biasa, tetapi juga bagi anak-anak yang menjadi korban HIV/AIDS, anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak korban bencana alam. "Anak-anak ini yang harus dilayani dengan Pendidikan Layanan Khusus (PLK)". (Bambang Soedibyo, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo dalam Konferensi Asia Pasifik Pendidikan Inklusif di Bali).

2. Landasan Dari Pendidikan Inklusif
a. Landasan filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dsb. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajuban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.
b. Landasan Yuridis formal
1. Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989.
2. Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990.
3. Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994.
4. UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
5. UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
6. PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
7. Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004.
c. Landasan pedagogis
Pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, nerilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab.Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
d. Landasan empiris
Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995).
Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis (analisis lanjut) atas hasil banyak penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985/1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan teman sebayanya.
3. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 )
7. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
8. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
9. Autis
10. Korban Penyalahgunaan Narkoba
11. Indigo

4. Jenis Layanan Pendidikan
1. Pendidikan Khusus
Sekolah khusus untuk anak-anak :
a. Penyandang Cacat : (d/h TKLB, SDLB, SMPLB, SMLB)
b. Berkecerdasan Istimewa (e.g : Program “Aksel”)
c. Berbakat Istimewa
2. Pendidikan Layanan Khusus
Sekolah layanan khusus untuk anak-anak :
a. Pada daerah terbelakang/terpencil/pulau-pulau kecil/ pedalaman
b. Masyarakat etnis minoritas terpencil
c. Pekerja anak, pelacur anak/trafficking, lapas anak, anak jalanan
d. Pengungsi anak (gempa, bencana, konflik)
e. Anak TKI, Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN)
3. Pendidikan Inklusif
a. Sekolah Biasa/Sekolah Umum, yang mengakomodasi semua Anak Berkebutuhan Khusus
b. SLB/Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak normal
c. Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, Peserta Didik, Tenaga Administrasi dan Lingkungan Sekolah/Masyarakat.

Tidak ada komentar: