Senin, 10 Mei 2010

KECERDASAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF GENDER (Part 1)

Oleh : Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Mengapa di jurusan MIPA SMA terasa sekali dominasi laki-laki sementara di jurusan humaniora atau bahasa di dominasi oleh perempuan? Mengapa di SMK yang berbau tekhnologi dan ilmu pasti, laki-lai terasa lebih banyak? Sementara di SMK yang berhubungan dengan tata boga atau keterampilan lebih banyak diikuti oleh perempuan? Atau mungkin ada sekolah yang memiliki lebih banyak pria-nya untuk kelas unggulan atau akselerasi? Benarkah jenis kelamin berpengaruh pada kecerdasan atau pada keterampilan? Atau benarkah bahwa laki-laki lebih cerdas ketimbang perempuan?
Ditengah-tengah masyarakat yang masih didominasi oleh budaya patriarki, masih banyak berkembang mitos atau anggapan yang menganggap bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki kemampuan dan tingkat keterampilan lebih tinggi dibandingkan perempuan. Demikian pula dalam dunia pendidikan.
Dibeberapa sekolah di Indonesia, masih terasa sekali pembedaan dan pemilahan jenis keterampilan yang diberikan di sekolah dengan sudut pandang jenis kelamin. Misalnya keterampilan dibidang elektronik atau ekstrakurikuler tekhnologi informasi dan telekominasi hanya diikuti oleh siswa laki-laki sementara keterampilan memasak menjahit dan menyulam diberikan untuk siswa perempuan.
Namun benarkah jenis kelamin sangat berpengaruh pada tingkat kecerdasan siswa atau setidaknya terhadap kemampuan siswa dalam meraih prestasi di sekolah? Pertanyaan ini sangat penting untuk diketahui dan disadari oleh guru maupun orang tua sehingga kita semua dapat memperlakukan semua siswa didik dan anak secara proporsional dan pada akhirnya memberikan kemampuan pada diri siswa atau anak kita untuk menghayati perannya di dalam masyarakat sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing.

GENDER
Masih banyak orang yang mengartikan gender sebagai jenis kelamin. Ketika kita membicarakan gender maka seolah yang kita bicarakan adalah sebuah organ tubuh dan horman yang berhubungan dengan kelaki-lakian atau kewanitaan. Padahal gender lebih merupakan sebuah anggapan atau stereotif baik itu bersifat posititf atau negatif yang dilekatkan terhadap jenis kelamin tertentu. Padahal anggapan atau stereotif tersebut lebih disebabkan oleh budaya yang berkembang dan tumbuh di lingkungan tersebut.
Wanita itu cengeng, lemah, terlalu menuruti perasaan, bawel, cerewet, emosional atau lemah di ilmu-ilmu pasti. Sementara laki-laki memiliki sifat berani, egois, memiliki bakat memimpin, pantang menangis atau lebih mengedepankan logika ketimbang perasaan. Anggapan itu pada akhirnya akan berpengaruh pada pola didik baik di rumah maupun disekolah.
Di rumah orang tua akan menyediakan mainan berupa boneka dan alat masak untuk perempuan dan menyediakan mobil-mobilan atau senjata mainan untuk anak lelaki. Orang tua akan kaget, tidak nyaman atau merasa heran bila anak perempuannya lebih tertarik memainkan mobil-mobilan ketimbang bonekanya, atau sebaliknya. Hal itu dilakukan tanpa ada penjelasan ilmiah selain kekhawatiran bila anaknya berkembang tidak sesuai dengan peran yang diharapkan oleh perbedaan jenis kelamin tersebut.
Begitu juga disekolah. Tidak mustahil seorang guru atau sekolah telah mempersiapkan beberapa jenis keterampilan atau fasilitas pendidikan yang “disesuaikan” menurut jenis kelamin. Sehingga semakin kuatlah anggapan – angapan yang memandang laki-laki dan perempuan memang memiliki sifat dan kemampuan yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin.

GENDER DAN PENDIDIKAN
Dalam bukunya tentang akselerasi, Reni Akbar Hawadi menyatakan, Riset-riset terakhir yang memandang dari sudutbiologis menyiratkan bahwa perbedaan jenis kelamin juga memiliki kaitan aspek biologis dari otak. Analisis Moir dan Jessel (1989) mengatakan bahwa otak perempuan memproses informasi dengan cara yang berbeda, yang kemudian menghasilkan perbedaan persepsi, prioritas kebutuhan dan tingkah laku. Perbedaan ini lebih ditentukan oleh hormon yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan ini semakin menonjol pengaruhnya ketika pada tahap usia perkembangan remaja.
Perbedaan lainnya yang paling mudah diamati adalah terletak pada agresivitas fisik. Laki-laki terlihat lebih agresif, begitu juga dalam mengikuti pembelajaran. Laki-laki terlihat lebih bersemangat dalam proses pembelajaran. Namun agresivitas tersebut tidak selamanya dalam pengertian negatif, seperti tidak bisa tenang dalam belajar, beraktivitas guru atau lebih tertarik pada aktivitas fisik. Sementara perempuan terlihat lebih tenang namun memiliki tingkat perhatian yang lebih baik ketimbang laki-laki.
Namun ternyata dari berbagai pengamatan, ternyata pengaruh budaya dan sudut pandang budaya merupakan faktor tunggal yang menimbulkan perbedaan yang ada secara menyeluruh. Oleh karena itu perlu sebuah revolusi budaya untuk bisa meyakinkan bahwa sebenarnya perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki, khususnya didunia pendidikan.
Beberapa perbandingan antara perempuan dan laki-laki ditinjau dari aspek kemampuan dan kepribadian dikemukakan oleh Travis dan Offir tahun 1997. Perbedaan tersebut meliputi:
Kemampuan :
1. Intelegensia umum : tidak ada perbedaan.
2. Kemampuan verbal : wanita lebih tinggi setelah usia sepuluh-sebelas tahun.
3. Kemampuan kuantitatif : pria lebih tinggi yang dimulai pada tahap remaja.
4. Kreatifitas : wanita lebih tinggi pada kreatifitasverbal, selebihnya tidak ada perbedaan.
5. Kognisi : tidak ada perbedaan.
6. Kemampuan visual-ruang : pria lebih tinggi yang dimulai pada tahap remaja.
7. Kemampuan fisik : pria lebih berotot dan rawan terhadap penyakit.

Kreativitas (bersambung...)

Tidak ada komentar: