Kamis, 06 Mei 2010

Program Akselerasi Bagi Siswa Berbakat Akademik

T. Rusman Nulhakim*
Abstrak: Tujuan program akselerasi adalah memaksimalkan potensi peserta didik agar terlayani dengan baik dan tidak mengalami “underachievement.” Layanan pendidikan bagi peserta didik berbakat akademik harus diwarnai dengan kecepatan dan kompleksitas yang cocok dengan kemampuannya daripada peserta didik biasa. Ciri-ciri keberbakatan, meliputi: (1) kemampuan di atas rata-rata, (2) kreativitas, (3) pengikatan diri pada tugas. Terdapat tiga model praktik penyelenggaraan program akselerasi yang dikenalkan oleh Depdiknas, yakni: (1) model kelas reguler dengan cluster dan atau pull out, (2) model kelas khusus, dan
(3) model sekolah khusus. Standar kualifikasi yang diharapkan, yaitu: (a) perilaku kognitif, (b) perilaku kreatif, (c) perilaku keterikatan pada tugas, (d) perilaku kecerdasan emosi, dan (e) perilaku kecerdasan spiritual. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan pendidikan khusus kepada peserta didik berbakat akademik dan berkecerdasan luar biasa dibutuhkan oleh masyarakat dengan beberapa peningkatan layanan agar dapat berlangsung secara optimal dengan memperhatikan kebutuhan peserta didik yang memang “unggul”dan merupakan aset harapan masa depan bangsa.
Kata Kunci: keberbakatan akademik, program akselerasi, efektivitas program.
Pendahuluan
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Melalui pendidikan yang berkualitas diharapkan tujuan nasional “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam hakikatnya untuk mencapai suatu tatatanan peradaban negara dan bangsa
* T. Rusman Nulhakim adalah Guru SMA Negeri 63 Jakarta.
yang modern dapat terwujud (Soedijarto, 2003). Oleh karena itu, pembangunan sektor pendidikan merupakan proyek yang tidak akan pernah usai, disebabkan oleh dinamika tuntutan peradaban umat manusia yang senantiasa berubah sepanjang zaman.
Amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab IV bagian kesatu Pasal 5 ayat 4 berbunyi: “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.” Selanjutnya, pada Bab V Pasal 12 ayat 1 menegaskan bahwa, “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: huruf (b) mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; huruf (f) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Salah satu realisasi pendidikan, sebagai amanat konstitusi adalah layanan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Program percepatan belajar (PPB) atau akselerasi sebagai salah satu pilihan program layanan khusus pendidikan nasional. Program akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan waktu belajar dari enam tahun menjadi lima tahun pada jenjang SD dan tiga tahun menjadi dua tahun pada jenjang SMP dan SMA. Tujuan umum program ini adalah memberikan layanan kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan bakat istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuannya.
2
Program akselerasi memiliki muatan positif pada pendidikan secara umum. Karena menawarkan suatu diferensiasi model pendidikan dengan menempatkan anak didik sesuai kemampuannya. Tujuan operasional program akselerasi adalah memaksimalkan potensi anak didik yang “potensial” agar terlayani dengan baik dan tidak mengalami “underachievement.”
Kehadiran program akselerasi dilatarbelakangi oleh realitas hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang, Depdiknas. Diperoleh temuan bahwa pada 20 SMA unggulan di Indonesia terdapat 21,75% siswa dengan kecerdasan umum prestasinya di bawah rerata sedangkan para siswa yang tergolong berkemampuan dan berkecerdasan luar biasa sebesar 9,7% (Depdiknas:2001). Pada hasil temuan sebelumnya telah diungkapkan, bahwa masih tinggi siswa yang dikategorikan berbakat istimewa mengalami “underachiever” pada SD dan SMP sebesar 2 - 5% dan SMA sebesar 8% (Depdikbud: 1997). Kemudian hasil riset-riset independen (Yaumil Achir: 1990) pada SMA di DKI Jakarta ditemukan 39% siswa mengalami underachiever. Selanjutnya, Yusuf dan Widyastono (1997) melakukan penelitian serupa dan menemukan masih terdapat 13,5% sampai 20% siswa SMP mengalami underachiever.
Berangkat dari keadaan tersebut maka pemerintah pada tahun 2000 ketika Mendiknas dipimpin oleh Yahya Muhaimin meluncurkan Program Percepatan Belajar (PPB) atau lebih dikenal dengan sebutan program akselerasi pada SD, SMP, dan SMA. Program akselerasi kini telah berjalan beberapa tahun pada
3
sekolah yang menyelenggarakannya dan telah tersedia beberapa penelitian dalam berbagai jenis untuk diungkapkan.
Bertolak pada latar belakang yang telah dideskripsikan di atas, maka permasalahan umum studi ini meletakan pada “bagaimanakah kinerja program akselerasi sebagai upaya layanan pendidikan khusus pada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan luar biasa dan bakat istimewa?” Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa permasalahan khusus yang menjadi perhatian dalam studi ini: (1) Apakah pengertian dan karakteristik program akselerasi? (2) Bagaimanakah implementasi program akselerasi di sekolah? (3) Bagaimanakah hasil-hasil penelitian yang relevan memberikan kesimpulan dan rekomendasi tentang pendidikan khusus siswa berbakat akademik ?
Tujuan penulisan arttikel ini adalah menggambarkan kinerja layanan program akselerasi yang mempengaruhi efektivitas program menuju pada perbaikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang berbakat istimewa dan berkecerdasan luar biasa. Secara lebih spesifik, bertujuan untuk mengetahui pemahaman program akselerasi meliputi: (a) karakteristik program, (b) implementasi program, dan (c) hasil-hasil penelitian yang relevan mengenai peserta didik berpotensi kecerdasan dan berkemampuan istimewa.
4
Kajian Teori dan Pembahasan
Pengertian dan Karakteristik Program Akselerasi
Program percepatan belajar atau akselerasi, merupakan bagian kebijakan pendidikan jalur formal pada program layanan khusus peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan keberbakatan akademik istimewa. Program akselerasi memberikan kesempatan bagi peserta didik dalam percepatan waktu belajar dari enam tahun menjadi lima tahun pada jenjang SD dan tiga tahun menjadi dua tahun pada jenjang SMP dan SMA. Program akselerasi dilaksanakan sebagai wujud layanan pendidikan kepada para siswa yang memiliki keunggulan-keunggulan komparatif agar dapat berkembang secara maksimal.
Colangelo yang dikutip Hawadi (2004) menyebutkan bahwa istilah akselerasi merujuk pada layanan yang disajikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai layanan, akselerasi pada setiap tahap pendidikan berarti loncatan kelas/tingkat yang lebih tinggi dari masa studi normal. Dan sebagai kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang biasa disampaikan kepada kelas regular sehingga peserta didik (akseleran) akan menguasai banyak pengalaman belajar dalam waktu yang sedikit.
Adapun keuntungan yang diperoleh para akseleran melalui program ini adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas belajar, memberikan penghargaan atas kemampuannya yang tingi, menghemat waktu dan biaya, mempercepat untuk berkarir di dunia kerja, dan mereduksi underachievement.
5
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Ditjen Manajemen Dikdasmen, Depdiknas menggulirkan program layanan khusus yaitu program percepatan belajar dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Tujuan diselenggarakannya program adalah memberikan layanan pendidikan kepada siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa secara optimal. Adapun tujuan khususnya adalah: (a) Memberikan penghargaan kepada peserta didik untuk dapat menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat sesuai potensinya, (b) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran peserta didik, (c) Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung berkembangnya potensi keunggulan peserta didik secara optimal, dan (d) Memacu mutu siswa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, intelektual dan emosional secara seimbang.
Implementasi Program Akselerasi di sekolah
Terdapat tiga model praktik penyelenggaraan program percepatan belajar yang dikenalkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Ditjen Manajemen Dikdasmen, Depdiknas (2003), yaitu: (1) model kelas reguler dengan cluster dan atau pull out, (2) model kelas khusus, dan (3) model sekolah khusus. Pada sekolah-sekolah di Indonesia yang telah diberikan izin membuka layanan program akselerasi, pada umumnya lebih banyak menggunakan model kelas khusus yakni pengelompokkan akseleran pada kelas tersendiri yang terpisah dengan kelas regular.
6
Mekanisme penyelenggaraan bagi sekolah yang telah diberikan izin adalah dimulai dengan rekrutmen siswa berdasarkan kriteria-kriteria informasi objektif maupun subjektif. Informasi objektif diperoleh melalui hasil nilai rapor dan ujian nasional pada pendidikan sebelumnya, tes potensi akademik, dan tes psikologi. Sedangkan informasi subjektif bersumber pada keinginan peserta didik, nominasi dari teman sebaya, orang tua, dan guru.
Kurikulum akselerasi adalah kurikulum nasional dan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi esensial. Kurikulum akselerasi berdiferensiasi dengan memperhatikan empat dimensi yaitu dimensi umum, dimensi diferensiasi, dimensi nonakademis, dan dimensi suasana belajar. Struktur program sama dengan kelas reguler. Perbedaan terletak pada waktu penyelesaian yang lebih cepat.
Guru akselerasi adalah guru yang terbaik berdasarkan kriteria tertentu seperti pengalaman mengajar, prestasi, tingkat pendidikan yang dipersyaratkan, dan telah dipersiapkan untuk mengajar siswa akselerasi. Adapun tipologi guru berdasarkan buku pedoman (Depdiknas: 2003) adalah guru yang berkarakter sebagai berikut, yaitu: (1) adil dan tidak memihak, (2) sikap koperatif demokratis, (3) fleksibel, (4) memiliki rasa humor, (5) menerapkan penghargaan dan pujian, (6) minat yang luas, (7) memberi perhatian pada masalah siswa, dan (8) penampilan dan sikap menarik.
7
Sarana dan prasaran belajar program akselerasi dirancang untuk mampu memenuhi kebutuhan siswa berbakat akademik tinggi dalam kerangka mengembangkan potensinya. Sarana dan prasarana tersebut meliputi sarana fisik bangunan beserta instrumennya maupun sarana dan sumber belajar yang berbasis teknologi tinggi (multimedia).
Proses pembelajaran siswa akselerasi sama dengan siswa regular. Jika peserta didik akselerasi dikumpulkan dalam satu kelas tersendiri maka guru dan siswa dapat menerapkan berbagai strategi belajar. Ciri dominan proses belajar yang khas pada siswa akselerasi adalah pembelajaran individual atau mandiri lebih kontras dilaksanakan daripada siswa regular.
Komponen belajar yang juga penting adalah sistem evaluasi. Pada dasarnya sistem evaluasi program akselerasi sama dengan program regular yang terdiri atas ulangan harian, ulangan tengah semester (blok), ulangan semester dan Ujian Nasional/Sekolah. Perbedaan terletak pada tes-tes pilihan materi-materi yang bereskalasi sehingga butir-butir soal mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan cakupan yang lebih luas.
Guna menjaga keseimbangan antara intelektual, mental, dan kepribadian serta masalah yang timbul pada tiap-tiap akseleran, sekolah penyelenggara memberikan layanan bimbingan dan penyuluhan yang meliputi bidang akademis, kepribadian, dan bimbingan karir.
8
Standar kualifikasi (output) yang diharapkan dapat dihasilkan melalui PPB atau akselerasi (Depdiknas, 2003) adalah siswa yang memiliki kemampuan-kemampuan unggul, yaitu: (a) kualifikasi perilaku kognitif: daya tangkap cepat, mudah dan cepat memecahkan masalah, dan kritis; (b) kualifikasi perilaku kreatif: rasa ingin tahu, imaginatif, tertantang, berani ambil resiko; (c) kualifikasi perilaku keterikatan pada tugas: tekun, bertanggungjawab, disiplin, kerja keras, keteguhan, dan daya juang; (d) kualifikasi perilaku kecerdasan emosi: pemahaman diri sendiri, pemahaman terhadap orang lain, pengendalian diri, penyesuaian diri, harkat diri, dan berbudi pekerti luhur; dan (e) kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual: pemahaman apa yang harus dilakukan siswa untuk mencapai kebahagiaan bagi diri dan orang lain.
Pendidikan Khusus Siswa Berbakat
Pendidikan pada umumnya merupakan suatu intervensi eksternal yang memungkinkan peserta didik mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan dalam dirinya (intern) secara optimal sehingga berguna bagi diri, masyarakat dan bangsanya. Setiap manusia dilahirkan memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, membutuhkan pendidikan yang berbeda pula. Bakat menurut Semiawan (1997) adalah kemampuan ’inherent’ dalam diri seseorang yang dibawa sejak lahir. Bakat merupakan anugerah dari Tuhan YME yang terkait pada struktur otak yang secara genetis telah terbentuk sejak manusia
9
dilahirkan. Institusi pendidikan bertanggung jawab untuk mengidentifikasikan dan memupuk bakat tersebut termasuk di dalamnya mereka yang memiliki bakat istimewa dan potensi kecerdasan luar biasa (gifted and talented) untuk dapat terlayani dengan baik.
Sebagaimana peserta didik pada umumnya, siswa berbakat merupakan ‘anak unggul’ yang memerlukan pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Pendidikan bagi peserta didik berbakat harus diwarnai dengan kecepatan dan kompleksitas yang lebih cocok dengan kemampuan yang tinggi daripada peserta didik biasa.
King (http://www.hoagiesgifted.org/accademic_acceleration htm#3. 1996) memuat beberapa model pembelajaran untuk siswa berbakat dengan beberapa pendekatan, yaitu: (1) loncat kelas (grade skipping), (2) percepatan penempatan individual atas beberapa mata pelajaran (advanced placement or accelerated pacing for individual subject areas), (3) masuk sekolah lebih awal (early entrance to school or collage), (4) pembelajaran beberapa program mata kuliah pada sekolah di atasnya (enrollment in college courses while still high school), dan (5) program belajar khusus seperti kelas musim panas dan sejenisnya (special fast-paced courses: classroom, summer, or correspondence).
Konsep keberbakatan menurut Renzulli (http://www.indiana.educ./~itell/ renzulli.html.11/3/2002) pada hakikatnya terlihat pada tiga kelompok (cluster) ciri-ciri keberbakatan, yaitu: (1) kemampuan di atas rata-rata (above average
10
ability), (2) kreativitas (creativity), dan (3) pengikatan diri pada tugas (task-commitment). Ketiganya disebut The Three-Ring Conception of Giftedness dapat divisualisasikan sebagai berikut:
1. above average ability
2. creativity
3. task-commitment
Gambar 1. Konsep keberbakatan Renzulli
Konsep Renzulli ini menarik, karena untuk mengidentifikasi keberbakatan seseorang memfokuskan pada interaksi tiga ring lingkaran. Dua ring lingkaran mendampingi satu ring lingkaran kemampuan intelektual (intelegensi) yang merupakan kawasan nonintelektual. Meskipun dua ring lingkaran bukan kawasan intelektual, tetapi sangat signifikan menentukan kinerja intelektual. Dua kawasan itu adalah kreativitas dan komitmen pada tugas.
Ciri-ciri anak berbakat yang dikemukakan oleh Torrance (1981) dengan mengutip laporan USOE (United States Officer of Education) terdapat 6 (enam) tipe keberbakatan dengan keunggulan-keunggulan khusus, seperti (1) kemampuan intelektual umum, (2) kemampuan akademis khusus, (3) kemampuan berpikir

1

2

3
11
kreatif dan produktif, (4) kemampuan mempimpin, (5) kemampuan dalam bidang seni, dan (6) kemampuan psikomotor.
Keenam tipe tersebut merupakan ciri-ciri umum dalam eskalasi yang lebih luas. Meskipun demikian, pada kenyataan di lapangan peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (gifted and talented) dapat terjadi dalam satu atau beberapa bidang saja atau kombinasi dari beberapa kecerdasan.
Gardner (1999) dalam bukunya Intellegence reframe membuat klasifikasi yang spesifik dalam menjabarkan kecerdasan anak dalam delapan kecerdasan majemuk yang disebut dengan ‘multiple intelegence,’ yang terdiri atas: kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Kerangka kerja Gardner lebih tertuju sebagai kritik atas tes-tes IQ yang sangat mekanis menetapkan ukuran relatif kecerdasan otak manusia. Ia lebih berpendapat bahwa kecerdasan lebih berkaitan dengan kapasitas memecahkan masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah. Delapan kecerdasan yang diungkap merupakan kecerdasan dasar dan merupakan konsep fungsional yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dengan beragam cara. Asumsinya tidak menyamakan antara kecerdasan dan bakat dengan dasar bahwa banyak orang tidak cerdas tetapi memiliki bakat tertentu seperti bernyanyi atau bermusik. Terlepas dari pandangan
12
berbeda antara cerdas dan berbakat, tulisan ini berpijak pada definisi peserta didik akselerasi adalah anak yang memiliki kecerdasan luar biasa atau berbakat di bidang akademik.
Peserta didik berbakat akademik merupakan anak “luar biasa” yang memerlukan pendidikan khusus agar berkembang sesuai kebutuhannya. Alasan perlunya pendidikan khusus adalah bahwa peserta didik berbakat akademik mempunyai kebutuhan unik yang tidak tergarap secara maksimal pada kelas reguler sehingga perlu adanya pendidikan khusus. Pendidikan sekolah sebagai bentuk layanan diibaratkan seperti jasa kereta api yang memberikan layanan kepada penumpang kereta api untuk sampai pada tujuan dengan menyediakan bermacam kelas, seperti kelas ekonomi, kelas bisnis dan kelas eksekutif. Kelas bisnis dan eksekutif merupakan bentuk layanan khusus yang lebih cepat dan prima daripada kelas ekonomi.
Layanan eksekutif bagi anak berbakat merupakan kebutuhan, sebab bila tidak terlayani sesuai kebutuhannya maka peserta didik akan mengalami underachiever. Komentar Foster dalam Farmer (1993) menekankan bahwa pelayanan yang terbaik sesuai minat dan kebutuhan peserta didik di sekolah akan dapat mereduksi underachievement. Underachievement adalah suatu kondisi kemampuan intelektual tinggi/luar biasa yang tidak terlayani secara maksimal, berakibat pada penurunan kinerja intelektual.
13
Proses pembelajaran anak berbakat diwarnai dengan aktivitas intelektual, kecepatan dan kompleksitas sesuai kemampuannya yang lebih tinggi daripada anak biasa. Munandar (1999) memberikan beberapa pertimbangan bahwa pendidikan bagi anak berbakat mendasarkan pada: (1) keberbakatan tumbuh dari proses interaktif antara lingkungan yang memberikan rangsangan dan kemampuan pembawaannya, (2) Sekolah memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua anak untuk mengembangkan semua potensi (bakat) secara penuh, (3) Bila anak berbakat dibatasi atau dihambat dalam perkembangannya atau bila mereka tidak dimungkinkan untuk maju lebih cepat dan memperoleh materi pengajaran sesuai dengan kemampuannya, mereka sering melakukan unjuk kebosanan, kejengkelan, sikap acuh tak acuh, (4) Anak berbakat merasa bahwa minat dan gagasan mereka sering berbeda dari teman sebaya, hal ini dapat membuatnya merasa terisolasi sehingga tidak jarang akan membentuk konsep diri yang negatif, dan (5) Jika kebutuhan anak berbakat dipertimbangkan dan dirancang melalui program untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka sejak awal maka mereka akan menunjukkan peningkatan prestasi nyata sehingga tumbuh rasa kompetensi dan rasa harga diri.
Semiawan (1997) berpendapat, proses pembelajaran anak berbakat memerlukan pendampingan dan pembelajaran yang baik sehingga akan tercipta suasana belajar yang kooperatif antara guru dan siswa. Alhasil pendidikan anak berbakat tidak hanya belajar fakta, konsep, dan prinsip dalam konteks yang
14
bermakna, melainkan juga tertingkatkan kreativitasnya. Pembelajaran seperti ini akan meningkatkan kemampuan diri (self-adequacy) dan kepercayaan diri (self confidence) serta disiplin dan motivasi belajar yang tinggi.
Realitas Hasil-hasil Penelitian
Sejumlah penelitian akademisi telah dilakukan untuk mengkaji relevansi dan efektivitas program. Penelitian tersebut dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan browsing internet. Berikut dipaparkan beberapa hasil penelitian yang berusaha mengungkap variabel-variabel yang berhubungan dengan pendidikan khusus siswa berbakat akademik dan berkecerdasan luar biasa secara kronologis berdasarkan urutan waktu yang berhasil dihimpun.
Penelitian awal oleh Hawadi (1993) sebagai bahan disertasi yang meneliti tentang Identifikasi Anak Berbakat Intelektual menurut Konsep Renzulli berdasarkan nominasi oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri. Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif pada beberapa siswa SD di DKI Jakarta. Hawadi melakukan studi kasus pada beberapa SD di Jakarta tentang proses identifikasi anak berbakat intelektual dengan mengaplikasikan konsep Renzulli dengan kerangka kerja berdasarkan nominasi oleh guru, teman sebaya dan diri sendiri. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa proses identifikasi berdasarkan konsep Renzuli ternyata cukup efektif untuk mengidentifikasi anak berbakat melalui nominasi oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri.
15
Penelitian yang dilakukan oleh Swiatek dan Benbow yang dihimpun dalam situs King (1996) berjudul “Ten-Year Longitudinal Follow-Up of Ability-Matched Accelerated and Unaccelerated Gifted Students.” Penelitian berbentuk longitudinal studi yang dilakukan selama sepuluh tahun. Hasil studi menyimpulan bahwa tanpa penanganan serius pada pendidikan siswa berbakat akan mengakibatkan kerugian dalam eskalasi pengalaman siswa. Penelitian ini meyakini bahwa anggapan-anggapan siswa berbakat berkembang sendiri secara akademik dan psikososial patut dipertimbangkan. Penanganan siswa berbakat membutuhkan konsideran dan pendampingan yang terprogram baik.
Selanjutnya, Kusumawardhani (2000) yang bertema “Konsep Siswa tentang Belajar dan Motivasi Belajar pada siswa Program Akselerasi dan Siswa Program Reguler” melakukan studi korelasional pada SMU 8 dan SMU Labschool di DKI Jakarta. Temuan Kusumawardhani dengan sampel 60 orang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan tentang konsep belajar dan motivasi antara siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa siswa akselerasi memiliki konsep belajar dan motivasi yang efektif lebih tinggi mempengaruhi proses belajar mereka dibandingkan dengan siswa kelas reguler.
Penelitian relevan melalui penelusuran situs internet (browsing) dapat ditemukan yaitu Xin Ma (2003) yang berjudul percepatan pembelajaran matematik dan pengaruhnya pada pertumbuhan rasa percaya diri: suatu penelitian
16
longitudinal atau “Early Acceleration of Mathematicts Students and its Effect on Growth in Self-Esteem: A Longitudinal Studies. Xin Ma dalam abstraksinya menyatakan, bahwa program akselerasi pada mata pelajaran matematika pada siswa berbakat mendorong berkembangnya rasa percaya diri siswa secara signifikan.
Pada tahun yang sama Rahmatsyah melakukan penelitian kualitatif di perguruan tinggi dengan fokus mahasiswa berprestasi unggul dengan judul “Budaya belajar mahasiswa yang berprestasi unggul.” Hasil interpretatif penelitiannya menyatakan bahwa kecerdasan intelektual menjadi syarat untuk mencapai prestasi unggul, meskipun kecerdasan intelektual tinggi tidak menjamin secara otomatis perolehan indeks prestasi kumulatif (IPK) tinggi. Masih terdapat dimensi nonintelektual yang menentukan budaya unggul, meliputi kemandirian, komitmen, konsistensi, kreativitas, dan keyakinan religius. Budaya belajar mahasiswa berprestasi unggul terbentuk melalui sinergisitas antara kecerdasan intelektual dengan dimensi-dimensi nonintelektual.
Wahab (2004) secara khusus melakukan penelitian komparasi tentang rasa sosial siswa akselerasi pada tingkat SD, SMP dan SMA. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pada tingkat SMP dan SMA ternyata perilaku rasa sosial siswa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Tidak ditemukan siswa akselerasi bersikap individual dan egois, mereka juga aktif dalam kegiatan sekolah dan di luar sekolah. Pada tingkat SD, ditemukan kecenderungan rasa sosial kurang atau
17
terdapat perbedaan, karena tuntutan belajar yang tinggi pada siswa akselerasi sehingga menyebabkan kurangnya kesempatan bermain. Banyak kritik untuk program kelas akselerasi pada jenjang SD.
Selanjutnya, Idris (2005) melakukan studi evaluatif yang berjudul “Program Akselerasi dan Eskalasi pada SLTP X Jakarta.” Riset Idris menyimpulkan bahwa siswa akselerasi menunjukkan pada aspek konteks, secara rasional asumsi-asumsi tujuan penyelenggaraan program akselerasi sudah baik secara konseptual dan legalistik. Pada aspek proses disimpulkan cukup baik dan perlu untuk terus dikembangkan.
Setahun berikutnya, Nulhakim (2006) melakukan penelitian serupa dengan model CIPP pada level SMA dengan judul “Evaluasi Program Akselerasi.” Penelitian memfokuskan pada sebuah SMA unggulan di DKI Jakarta. Komponen evaluasi mencakup empat komponen yaitu context, input, process, dan product. Data dikumpulkan dengan berbagai teknik dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil temuan studi menyimpulkan bahwa pada evaluasi konteks menunjukkan program akselerasi dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat pendidikan untuk melayani siswa berbakat akademik dan berkecerdasan luar biasa. Animo masyarakat demikian tinggi untuk menyekolahkan anaknya yang berbakat akademik luar biasa di sekolah dengan layanan khusus. Pada evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi produk ditemukan banyak faktor yang perlu mendapatkan peningkatan (improvement) pada sekolah penyelenggara, agar
18
layanan program akselerasi dapat lebih optimal sesuai standar-standar objektif. Pada aspek kematangan emosional berdasarkan hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara peserta didik akselerasi dibandingkan dengan siswa regular. Rekomendasi yang dihasilkan adalah agar pemerintah tetap mempertahankan keberadaan program layanan khusus akselerasi dengan mengubah model layanan dari kelas khusus menjadi kelas reguler dengan model cluster dan atau pull out. Implikasi lain dapat juga disarankan pada tingkat sekolah menengah menerapkan sistem SKS murni sehingga siswa yang memiliki potensi luar biasa dan berkecerdasan istimewa akan lebih cepat dalam penyelesaian belajar.
Hasil-hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa layanan pendidikan khusus peserta didik berbakat akademik tinggi dan berkecerdasan luar biasa memang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Harapan besar adalah bagaimana layanan tersebut dapat berlangsung secara optimal dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan peserta didik yang memang “unggul.” Pada sisi lain, dengan layanan yang optimal akan mereduksi underachievement yang merugikan peserta didik unggul yang merupakan aset tumpuan harapan masa depan bangsa.
19
Simpulan dan Saran
Simpulan
Secara keseluruhan, kajian ini menyimpulkan bahwa kebutuhan masyarakat akan adanya sekolah unggul atau super untuk melayani siswa berbakat akademik tinggi dan berpotensi kecerdasan luar biasa sangat diperlukan. Perwujudan diferensiasi layanan pendidikan ini merupakan suatu proses demokratisasi dalam dunia pendidikan yang memberikan layanan berbeda kepada peserta didik unggul sesuai bakat, kemampuan dan kebutuhannya.
Asumsi-asumsi masyarakat akan kemungkinan terjadinya deviasi emosional dan sosial pada peserta didik akselerasi di level SMP dan SMA berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan. Para peserta didik sebagai siswa berkemampuan tinggi memiliki adaptibilitas tinggi dengan keadaan, meskipun secara usia relatif lebih muda dibandingkan dengan teman sebaya. Pada level SD terdapat kecenderungan deviasi sosial pada penerapan program percepatan belajar atau akselerasi.
Pelaksanaan program akselerasi yang sedang berlangsung dengan segenap instrumen pendukungnya selalu urgen untuk dikritisi dan dievaluasi. Keberadaannya kerap kali dipertanyakan efektivitasnya. Tidak berlebihan jika masyarakat mengkritisi kinerja sekolah yang notabene lebih menonjol pada aspek pengajaran daripada pendidikan. Faktor ini yang sering mereduksi kemampuan unggul peserta didik karena lingkungan belajar yang ‘mandul.’ Padahal dalam
20
konsep Renzulli maupun Gardner tentang siswa berbakat/cerdas memiliki banyak aspek kawasan nonintelektual yang mempengaruhi kinerja intelektual. Sinergisitas antardomain akan menghasilkan keberbakatan akademik tinggi.
Saran
Berdasarkan telaah literatur pada bahasan dan simpulan maka dapat diajukan saran-saran kepada pihak-pihak terkait dengan kebijakan penyelenggaraan program pendidikan layanan khusus akselerasi untuk senantiasa memperhatikan proses pendidikan peserta didik secara optimal terutama dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan nonintelektual agar mereka tidak hanya terakselerasi secara intelektual tetapi juga tereskalasi secara mental dan emosional serta sosial.
Program akselerasi masih dibutuhkan oleh sebagian masyarakat untuk melayani siswa yang berkecerdasan tinggi agar terlayani dengan baik. Oleh karena itu, program akselerasi agar tetap dipertahankan dan bahkan perlu ditingkatkan. Adanya ketidaksesuaian kinerja sekolah dengan standar-standar pelayanan objektif di sekolah berdasarkan hasil-hasil riset sehingga sebaiknya sekolah penyelenggara akselerasi mengubah model dari kelas khusus akselerasi menjadi model cluster dan atau pull out.
21
Pustaka Acuan
Achir, Yaumil A. 1990. Bakat dan Prestasi. Jakarta: Disertasi FPs Universitas
Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997. Laporan Penelitian: Profil siswa SD/SLTP yang Memerlukan layanan khusus dan yang berkesulitan belajar. Balitbang. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2001. Laporan Penelitian SMU Unggulan di Indonesia, Balitbang, Jakarta.
______, 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar SD, SMP, dan SMA: Suatu model pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, Dikdasmen, Jakarta.
______, 2006, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas.
Farmer, D (ed). 1993. Gifted Children Need Helf A Guide for Parents and Tea- cher. New South Wales: Association for Gifted & Talented Children Inc.
Gardner, Howard. 1999. Intellegence Reframe: Multiple intelligence for the 21st
century. New York: Basic Books.
Hawadi, Reni Akbar. 1993. Melacak Bakat Intelektual Anak menurut Konsep
Renzulli. Depok: Disertasi FPs Universitas Indonesia.
Hawadi, Reni Akbar (ed). 2004. Akselerasi. Jakarta: Grasindo.
Yusuf dan Widyastono, H. 1997. Profil peserta didik yang memerlukan perhatian
khusus di sekolah lanjutan tingkat pertama. Jakarta: Balitbang Dikbud.
Idris, Asmaniar Z. 2005. Program Akselerasi dan Eskalasi pada SLTP X Jakarta.
Jakarta: Disertasi PPs Universitas Negeri Jakarta.
King, Valorie (ed).1996. Academic Acceleration: What is it?
http://www.hoagiesgifted.org/academic_acceleration.html#3. 1996
22
Kusumawardhani, Dianti Endang. 2000. Konsep Siswa tentang Belajar dan Moti-
vasi Belajar pada Siswa Program Akselerasi dan Siswa Program Reguler. Depok: Tesis Psikologi UI.
Ma, Xin.2003. Early acceleration mathematicts students and its Effect on Growth
In self esteem: a longitudinal studi.
http://xinma.ualberta.ca
Munandar, Sukarni Catur Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak
Berbakat. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nulhakim, Teuku Rusman. 2006. Evaluasi Program Akselerasi. Jakarta:
Disertasi PPs Universitas Negeri Jakarta (tidak dipublikasikan)
Renzulli, Josep.2002. Conception of Giftedness.
http://indiana.educ./~itell/renzulli
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta:Grasindo.
Soedijarto. 2003. Pendidikan Nasional sebagai Proses Transformasi Budaya.
Jakarta: Balai Pustaka.
Torrance, E.Paul. 1981. “who is gifted ?” in strategies for educational Change:
Recognition the gifts and talents of All Children. New York: MacMillan.
Wahab, Rohmat. 2004. Rasa Sosial Anak Akselerasi pada SD, SMP, dan SMA.
Yogyakarta: Disertasi PPs Universitas Negeri Yogyakarta.
23

Tidak ada komentar: