Selasa, 11 Mei 2010

KECERDASAN EMOSIONAL

Dewasa ini kita dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin komplek. Terutama kita
yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan teknologi, komunikasi dan
perkembangan sosial ekonomi. Perkembangan semua itu tidak selamanya membuat perubahan
kehidupan kita menuju ke perbaikan, hal itu tergantung pada bagaimana kita menyikapi dan
memanfaatkan perubahan tersebut bagi kehidupan kita, khususnya dalam rumah tangga kita.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan yang selama ini kita rasakan, banyak yang tidak
menyadari, telah merubah pola kehidupan generasi kita menjadi pribadi yang individual, materialis dan
cenderung kapitalis dengan alasan modern. Tekanan-tekanan komulatif dari kehidupan modern telah
mendatangkan bencana-bencana berupa depresi, kecemasan, dan susah tidur, dan masih banyak lagi
masalah-masalah yang tidak begitu tampak, seperti munculnya berbagai penyakit seperti kelebihan
berat-badan, kanker dan lain-lain.

Bagaimana sikap kita dengan segala perubahan yang telah merubah generasi kita?. Keadaaan ini
sangat dimungkinkan akan berpengaruh pada pola kehidupan para generasi penerus kita, yaitu anak-
anak kita. Gejala ini sudah semakin nampak dengan maraknya perkelahian pelajar, broken home,
kurangnya rasa hormat pada orang tua dan guru, pergaulan bebas sampai menjalarnya penyakit
HIV/AIDS.

Untuk itu marilah kita tengok kembali perkembangan anak-anak kita dengan berbagai faktor yang
mempengaruhi perkembangan otak dan emosinya.

Pola asuh sejak dini sangat menentukan pembentukan kepribadian atau emosi anak-anak kita. Seperti
layaknya kita membuat sebuah tempayan, kalau kita membentuk tempayan tersebut selagi panas
maka apa yang terwujud adalah apa yang kita harapkan. Tetapi bila kita membentuk tempayan
tersebut setelah besi tersebut dingin maka akan sangat sulit dan cenderung mustahil kita akan
membuat bentuk seperti kita harapkan.

Banyak pakar ilmu sosial percaya bahwa masalah anak dewasa ini dapat dirunut ke peliknya
perubahan-perubahan pola sosial yang telah terjadi selama empat puluh tahun terakhir, termasuk
meningkatnya angka perceraian, meresapnya pengaruh negatif TV dan media, kurangnya rasa hormat
pada sekolah (dan orang tua) sebagai sumber otoritas, dan semakin sedikitnya waktu yang disediakan
oleh orang tua untuk anak-anak mereka. (Emotional Intelligence, hal. 12). Dan dapat saya tambahkan,
bahwa kita dengan kultur timur yang mempunyai budaya yang lebih dibandingkan negara barat dengan
rasa hormat dan santun pada sesama telah banyak terkikis oleh maraknya budaya barat lewat
berbagai media, mulai televisi, komputer (internet), majalah, radio dan lain-lain.

Banyak kejadian-kejadian yang sudah kita lihat selama ini seperti:
• pertengkaran antar pelajar
• depresi
• broken home
• tidak menghargai orang tua atau guru
dikalangan dunia kerja yang dapat kita lihat adalah:
• membuat keputusan yang tidak bijaksana
• kolusi
• korupsi
• dll
Membangun ketrampilan emosional anak sejak dini menjadi sangat penting kalau kita kembali akan
membuat karakter anak-anak kita menjadi baik. Mengapa penting?
Orang yang tidak sependapat meragukan perlunya mengajarkan emosi kepada anak-anak. Dan
mereka bertanya, Bukankah emosi datang secara alami pada anak-anak?. Jawabnya adalah TIDAK!.
Banyak ilmuwan percaya bahwa emosi manusiawi kita, terutama berkembang melalui mekanisme
kelangsungan hidup. Dan anak yang mempunyai kecerdasan emosional akan mendapat banyak
keuntungan pada masa mendatang dalam perjalanan hidupnya. Dan kecerdasan emosional, atau EQ
(Emotional Quotient), bukan didasarkan pada kepintaran seorang anak, melainkan pada suatu yang
dahulu disebut karakteristik pribadi atau “karakter”.(Emotional Intelligence, hal. 4).


Apakah Kecerdasan Emosional itu?

Istilah “Kecerdasan Emosional”pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey
dari Harvad University dan John Mayer dari University of New Hampshire Amerika untuk menerangkan
kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara lain
adalah:

• Empati (kepedulian)
• Mengungkapkan dan memahami perasaaan
• Mengendalikan amarah
• Kemandirian
• Kemampuan menyesuaikan diri
• Disukai
• Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
• Ketekunan
• Kesetiakawanan
• Keramahan
• Sikap hormat


Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa ketrampilan EQ yang sama untuk membuat anak siswa
yang bersemangat tinggi dalam belajar, atau untuk disukai oleh teman-temannya di arena bermain,
juga akan membantunya pada dua puluh tahun kemudian ketika sudah masuk ke dunia kerja atau
ketika sudah berkeluarga. (Emotional Intelligence, hal. 6).

Berbeda dengan IQ, EQ sulit untuk diukur, namun walaupun kita tidak dapat begitu saja mengukur
bakat atau sifat-sifat khas seseorang -misalnya kemarahan, percaya diri, atau sikap hormat kepada
orang lain- kita dapat mengenali sifat-sifat tersebut pada anak-anak dan sepakat bahwa sifat-sifat
tersebut mempunyai nilai penting.

Barangkali perbedaan yang paling penting untuk diketahui antar IQ dan EQ adalah, EQ tidak begitu
dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan para pendidik
untuk melanjutkan apa yang sudah disediakan oleh alam agar anak mempunyai peluang lebih besar
untuk meraih keberhasilan. (Emotional Intelligence, hal. 10). Disinilah orang tua berpeluang dan
mempunyai kesempatan yang tidak dapat diulang, untuk membentuk pribadi anak yang mempunyai
kecerdasan emosional yang baik.

Tidaklah mudah untuk membentuk pribadi dengan kecerdasan emosional yang ideal, perlu kesabaran
dan ketelitian. Usaha membentuk kecerdasan emosional ini bukanlah suatu yang harus membebani
orang tua dalam mendidik anaknya, dan tidak ada orang tua yang sempurna. Satu hal penting yang
perlu diingat adalah bahwa satu perubahan saja dapat memberikan efek yang luar biasa pada
kehidupan anak kita. Dengan kata lain, menekankan pada salah satu aspek (dalam kecerdasan
emosional) akan mendatangkan efek bola salju.

Dengan melihat kualitas-kualitas yang ditunjukkan dalam kecerdasan emosional, kita akan sepakat
bahwa karakter-karakter seperti itulah yang diharapkan oleh kita sebagai makhluk sosial dan dengan

memiliki beberapa kualitas tersebut seorang anak atau orang dewasa akan dapat menghadapi
permasalahan-permasalahan hidup yang semakin komplek dan berhubungan dengan orang lain.


Sejak Kapan Kecerdasan Emosional Perlu Ditanamkan pada Anak?

Keberhasilan kecerdasan emosional seseorang berpengaruh pada kesuksesan seseorang pada masa
mendatang, juga berpengaruh pada prestasi belajar dan bekerja. Hal tersebut sudah harus menjadi
kebiasaan sejak kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional sudah harus diberikan
sejak usia anak mengenal tantangan di dunia luar kehidupan dirinya, yaitu sejak balita.

Mengingat semakin meluasnya informasi penting mengenai kecerdasan emosional ini, sekarang
banyak lembaga pendidikan, khususnya prasekolah, kembali mengembangkan kurikulum yang
menyangkut kecerdasan emosional ini. Karena kecerdasan ini berpengaruh juga pada prestasi belajar
para siswa. Tetapi perlu diingat, dibandingkan pendidikan di sekolah yang hanya beberapa jam dalam
sehari, akan lebih efektif lagi bila pendidikan itu diberikan juga dirumah secara habitual (kebiasaan).

Kecedasan tersebut tidak hanya dibutuhkan di dalam proses belajar di bangku sekolah atau kehidupan
rumah tangga tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih luas sampai ke jenjang kerja.
Dan apabila kita kupas satu persatu kualitas kecerdasan emosional tersebut kita akan bisa lihat
manfaat dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Sampai sejauh mana kecerdasan emosional mempengaruhi keberhasilan dalam setiap tahap
kehidupan sejak kecil ?… Hal itu bisa kita diskusikan selanjutnya. Dan semua itu tergantung pada kita
sebagai orang tua, apakah kita sebagai orang tua peduli pada perkembangan kecerdasan emosional
anak-anak kita.

Nuraini
Lembaga Bina Anak dan Pengembangan Masyarakat FEDUs

Tidak ada komentar: