Jumat, 13 Maret 2009

BAGAIMANA MENGATASI “PEMBERONTAKAN” ANAK AKSELERASI?

Kasus disini memang sangat kasuistis dan belum tentu ada di sekolah lainnya. Namun semoga bisa berbagi pengalaman bagaimana menangani anak akselerasi yang memiliki sifat pemberontak.
Pemberontakan atau katakanlah sifat menentang aturan yang ada memang telah melekat dan menjadi salah satu karakter dan ciri dari anak-anak yang memiliki tingkat intelektual yang tinggi. Mereka bisa melakukan pelanggaran bukan tanpa sebab, bukan tanpa alasan atau bukan tidak melalui perhitungan. Mereka cenderung hanya menguji, menakar dan mencoba sampai sejauh mana sebuah aturan diberlakukan, bahkan mungkin ada siswa yang mempertanyakan apa efeknya aturan itu terhadap dirinya apabila ada di keluarga atau di sekitarnya.
Tulisan ini pun tidak bermaksud untuk menyudutkan atau bahkan membiarkan pelanggaran tersebut namun lebih kepada antisipasi kita selaku guru untuk melakukan pendampingan terhadap mereka. Perlakuan khusus akan semakin membuat mereka asing bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya, namun menyamakan mereka juga bisa menjadi bumerang, karena tindakan mereka tersamarkan oleh alasan dan latar belakang yang jelas dan terkadang membuat kita naik darah.
Kecenderungan nakalnya anak cerdas atau bakat istimewa bisa jadi merupakan bentuk ketidakpuasan atau kebosanan terhadap pola pembelajaran yang selama ini berlangsung di kelas. Mereka relatif cepat bosan untuk mempelajari materi yang sebenarnya telah mereka kuasai, sehingga apabila guru tidak mampu memuaskan keingintahuan mereka maka mereka akan cenderung akan melakukan berbagai kegiatan untuk menghilangkan kejenuhannya tersebut. Berikut beberapa pernyataan tentang masalah yang bisa muncul pada anak-anak cerdas istimewa,
”Anak-anak cerdas istimewa/bakat istimewa (CI/BI) selama ini masih kurang mendapat penanganan yang baik. Bahkan anak CI/BI cenderung dianggap sebagai anak nakal. ''Mereka memang sering mengganggu teman-temannya karena kecerdasannya. Itu sebabnya dianggap nakal,'' ujar Ketua Asosiasi CI/BI Salamun di sela Seminar Nasional Pendidikan CI/BI, pekan lalu. Menurut Salamun, lantaran dianggap anak nakal, anak CI/BI kerap sering mendapat perlakuan kasar dari guru. Seperti dipukuli, dicaci-maki, dan sebagainya. ''Di sinilah sering terjadi malpraktik pengajaran terhadap anak cerdas,'' jelasnya.
Pola pengajaran yang salah ini, kata Salamun, jika dialami anak sejak usia dini bisa merusak masa depan anak. ''Mereka menjadi tidak berkembang dan dilanda ketakutan,'' ujarnya.
Padahal anak dengan kemampuan CI/BI, kata Direktur Pendidikan Luar Biasa (PLB) Depdiknas Eko Jatmiko, jika ditangani dengan baik akan bisa berkembang menjadi anak yang sukses dan berhasil. ''Anak-anak CI/BI ini memiliki IQ diatas 125. Jadi boleh dikatakan mereka sebenarnya anak-anak jenius,'' ujar Jatmiko. Tetapi meski memiliki otak yang jenius, kata Jatmiko, jika tidak ditangani dengan tepat justru akan memunculkan anak-anak nakal, tidak terarah, dan cenderung memberontak. Bahkan meraka akan memiliki kebiasaan mengganggu teman-temannya dan mencari perhatian dari guru dengan cara tak lazim.” (Kompas, Senin , 09 Februari 2009)
Mencoba memahami permasalahan dari sudut pandang mereka, dan berbagi pengalaman untuk berbagi dalam menangani dan mengantisipasi kenakalan anak cerdas dan bakat istimewa adalah maksud tulisan ini.
Beberapa Bnetuk Kenakalan Anak Cerdas Istimewa
Berikut adalah beberapa bentuk ”kenakalan” yang berpotensi dilakukan oleh anak cerdas istimewa. Hal ini dikemukakan oleh Prof.DR.M. Noor Rochman Hadjam Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan beberapa karakter yang kemungkinan akan menjadi masalah dalam pembelajaran yang melibatkan anak cerdas istimewa, yaitu :
1. Tidak sabaran, tidak menyukai latihan dasar
2. Bertanya yang tidak-tidak,/cenderung memalukan, minatnya berlebihan
3. Kemauan tinggi, tidak suka campur tangan dari orang lain
4. Tidak suka hal-hal rutin, mempertanyakan pengajaran
5. Tidak menyukai hal yang tidak jelas, dan tidak logis, miosalnya tradisi dan perasaan
6. Khawatir sekali masalah kemanusiaan
7. Membuat peraturan rumit dan tambil bossy
8. Memanipulasi menggunakan bahasa, bosan dengan teman sekolah dan sebaya
9. Tidak toleran, perfekdionis, dapat menjadi depresi
10. Dianggap mengganggu dan di luar jalur
11. Lupa kewajiban, tidak suka disela/diganggu, keras kepala
12. Sensitif terhadap kritik atau penolakan dari sebayanya
13. Frustrasi karena tidak ada kegiatan, tampak seperti hiperaktif
14. Menolak masukan dari orangtua dan sebayanya, tidak bisa kompromi
15. Tampil tidak terorganisir dan berantakan, frsutraswi karena kekurangan waktu
16. Sebagaian orang dapat menangkap salah humornya, mencari perhatian di kelas dengan “melawak”

Alasan mereka melanggar
Penentangan yang dilakukan mereka, anak akselerasi memang terasa sangat berbeda dengan pelanggaran yang dilakukan oleh rekan mereka yang reguler. Banyak anak reguler yang melakukan pelanggaran karena alasan ikut-ikutan dan mencoba-coba, sementara yang dilakukan oleh anak-anak akselerasi di dominasi oleh rasa kepenasaran dan keingintahuan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak cerdas istimewa bersikap nakal, diantaranya adalah :
Pertama, Mereka bosan dengan metode dan materi yang disampaikan oleh guru. Hal ini bisa disebabkan karena mereka telah terlebih dahulu memahami materi ketimbang rekan-rekannya yang lain. Kemampuan mereka dalam membaca, meneriman informasi kemudian mengolahnya menjadi sebuah pengalaman dan pengetahuan relatif lebih cepat dari teman-temannya. Apabila guru tidak mampu untuk mengenali karakter ini maka mereka akan memilih untuk usil menganggu rekannya atau bahkan memilih tidur di kelas. Apabila guru kurang memiliki pengetahuan tentang karakter ini maka akan mudah menuduh mereka malas, membangkang dan melanggar aturan.
Kedua, anak cerdas dan bakat istimewa secara umum memiliki karakter cepat bosan. Oleh karena itu guru harus mampu menjadi seorang inovator dan fasilitator proses belajar yang kreatif. Proses belajar yang monoton dan menekankan aspek kognitif saja akan membuat mereka cepat bosan dan bertingkah.
Mereka memiliki tingkat kepenasaran yang sangat tinggi. Suatu peraturan yang menjadi tata tertib di sekolah mereka coba untuk melanggarnya, lalu mengamati respons rekan dan gurunya. Bila guru menegur, maka mereka telah siap dengan berbagai alasan yang menurut mereka logis untuk dikemukakan. Logika mereka tidak mudah menerima suatu aturan yang mereka tidak pahami. Ada anak akselerasi angkatan 6 di sekolah kami yang memilih untuk tidak memakai rompi dengan alasan merasa tidak perlu memakainya. Dia tidak merasa ada hubungan yanng signifikan antara memakai rompi dengan proses pembelajarannya di kelas. Guru dituntut untuk mampu mengemukakan alasan logis, tidak bersifat doktrinasi dan menjelaskan manfaatnya bagi mereka, saat ini! Mampukah kita melakukan itu?
Merasa materi dan metode yang dilakukan dalam proses pembelajaran tidak bermanfaat secara langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari. Pertanyaan yang sering saya temui di kelas akselerasi adalah,” maaf pak, apa manfaatnya kita mempelajari ketenagakerjaan dan pajak di kelas dua SMP. Kan kita belum mengalaminya?” atau ”pak jelaskan mengapa kita harus pakai dasi atau rompi di sekolah, khan sekolah cukup dengan seragam saja?” bahkan ” pak harga dasi sekolah kok mahal amat, padahal menurut perkiranaan saya harganya tidak lebih dari 10.000 rupiah?”. pernah suatu saat saya menerima surat dari anak akselerasi yang mempertanyakan dan menggugat hukuman yang diberikan guru kepada siswa kelas IX karena mereka tidak hapal hymne sekolah. Gugatan tersebut berisi sebuah koreksi dan pertanyaan, ” pak mengapa sekolah menghukum anak kelas IX karena tidak hapal hymne sekolah. Bukankah selama ini sekolah juga tidak pernah membiasakan mereka untuk hapal lagu tersebut. Mereka telah tiga tahun di sekolah ini dan hanya diperkenalkan pada saat mereka baru masuk di sekolah, yaitu pada saat OSPEK saja. Pantaskah mereka dihukum karena sesuatu yang tidak sepenuhnya salah mereka?”. Anak ini sekarang telah sekolah di luar negeri dan lulus dengan nilai sanat baik dari Taruna Nusantara.

Beberapa Cara Mengantisipasi dan Menangani Kenakalan Siswa Cerdas istimewa.
Setelah melaksanakan 7 angkatan program akselerasi, saya merasa ada benang merah dalam jiwa ”pemberontakan” mereka. Yaitu, suatu kenakalan yang disadari, terencana dan dilatarbelakangi oleh rasa keingintahuan mereka. Kelakuan mereka memang akan sangat sulit dipahami bagi guru yang terbiasa mengajar anak normal, atau karena gurunya sendiri tidak termasuk kategori cerdas istimewa. Ada beberapa guru yang setelah di psikotest termasuk guru yang kecerdasannya diatas rata-rata ternyata lebih memahami karakter mereka dan menganggap kenakalan mereka pernah guru alami pula. Sehingga penanganan mereka menjadi lebih bersifat empati ketimbang menghakimi. Bagi guru yang termasuk kategori kecerdasan biasa-biasa saja, memang memerlukkan tingkat pemahaman dan pengetahuan tentang karakter mereka secara mendalam sehingga mampu memandang segala tindakan mereka dari sudut pandang mereka dan secara tidak disadari mereka kemudian mengarahkan dan mendampinginya sampai pada pemahaman dan kebijaksanaannya akan nilai-nilai dari informasi yang telah diperolehnya.
Ada beberapa karakter guru yang arus dikembangkan untuk mengantisipasi dan mengatasi kenakalan mereka, yaitu :
1. Sekolah mempersiapkan guru yang benar-benar memiliki pengalaman dan karakter yang cocok dalam menangani anak cerdas istimewa. Beberapa karakter guru yang harus menjadi perhatian kepala sekolah dalam menentukan guru yang akan mengajar di program akselerasi adalah :
a. Kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, professional sehingga anak merasa yakin dan aman menerima pengetahuan dari guru tersebut.
b. Mempunyai pengalaman mengajar yang memadai sehingga telah mengenal berbagai sifat dan karakter siswa.
c. Mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi sehingga mampu berempati kepada mereka.
d. Kreatif dan inovatif sehingga selalu memberikan bentuk layanan yang tidak membosankan.
e. Mempunyai bakat dan totalitas pengabdian kepada pendidikan.
f. Ada keberanian untuk melakukan terobosan dan bersama siswanya melakukan berbagai eksperimen.
g. Harus dapat menerima kenyataan bahwa siswa mempunyai kelebihan pengetahuan tentang materi pelajaran tertentu
h. Jangan menjadikan diri kita juga berbakat dan cerdas istimewa
i. Mempunyai toleransi yang tinggi bahwa perilaku anak didiknya yang sering membuat ribut dan mempunyai kontrol yang kurang di dalam kelas
j. Belajar untuk mengatakan maaf saya tidak tahu , mari kita pelajari bersama.
Sekolah secara berkesinambungan melakukan pembinaan, pelatihan dan pendidikan bagi guru untuk dapat mengembangkan kemampuan dan wawasan, khususnya tentang gifted and talented children. Dengan demikian maka guru yang belum berpengalaman lama mengajar, atau memiliki kecerdasan biasa dapat secara sinergi melakukan pembenahan dan proses adaptasi dalam pola mengajar secara cepat.
Guru diharapkan juga untuk terus mengidentifikasi berbagai kenalakan mereka, kemudian berbagi pengalaman dengan guru lainnya dalam menanganinya. Sehingga dalam satu sekolah akan muncul kesamaan visi, metode dan pendekatan pola pendampingan terhadap mereka. Ketidakajegan guru dalam menegakkan atau menerangkan sebuah aturan, pengetahuan atau nilai akan berdampak pada keraguan mereka dalam memahami sebuah aturan.
Melepaskan paradigam guru sebagai pemegang otoritas kebenaran dan pengetahuan. Dengan demikian akan selalu berada disamping mereka dalam memaknai dan menilai informasi yang mereka dapatkan tanpa bersikap otoriter dan menasehati dengan sikap doktrinasi.
Demikan pula dengan orang tua, ada beberapa hal yang harus dikembangkan seorang Bapak atau ibu dalam melakukan interaksi dengan anaknya yang cedas istimewa, diantaranya :
Menyadari dan dapat menerima bahwa anaknya-siswa mempunyai kemampuan dan bakat yang istimewa dengan ciri yang khas, sehingga dengan penuh totalitas dan pemahaman akan khasnya mereka dengan berbagai karakternya.
Mempunyai kebutuhan, keinginan, pelayanan, perhatian, kasih sayang, fasilitas yang berbeda dengan anak biasa. Sehingga rasa penasaran, keingintahuan dan sikap eksplorasinya mendapatkan media atau wadah yang memadai.
Menyadari bahwa mereka mempunyai perilaku yang kemungkinan membuat tidak sabar, emosional, melelahkan tapi membanggakan apabila ditangani di sekolah yang tepat dan pola pendidikan di keluarga yang tepat pula.

Semoga tulisan ini mampu menjadi wacana awal bagi diskusi berikutnya. Masukan, saran dan kritik dapat diajukan langsung sebagai komentar di blog ini. Terimak kasih.

imam wibawa mukti
oleh-oleh jogja, 13 maret 2009

Tidak ada komentar: