Minggu, 29 Maret 2009

MENINGKATKAN ADVERSITY QUOTION BAGI SISWA AKSELERAN

Setelah mengenal apa itu AQ, lantas pertanyaannya adalah apa yang harus orang tua dan guru lakukan untuk meningkatkan daya tahan siswa akselerasi terhadap berbagai kesulitan yang akan dan tengah mereka hadapi?
AQ sangat perlu ditanamkan kepada siswa akselerasi mengingat beberapa hal yang mereka alami di dunia pendidikan dan dunia masyarakat sangat berbeda dengan para siswa atau anak pada umumnya. Misalnya, dengan kecerdasan mereka yang tinggi, tentunya banyak hal dalam benak mereka yang terus bergejolak, baik pikirannya maupun emosinya. Kemampuan mereka untuk menangkap suatu gejala dan fenomena dalam hidupnya biasanya melampaui usia mereka sehingga terkadang pengetahuan mereka belum diiukti kematangan emosi dan psikologinya.
Disaat yang sama, siswa akselerasi menghadapi banyak tantangan yang dapat diartikan sebagai kesulitan yang mereka hadapi. Seperti prestasi belajar yang kurang optimal, pergaulan yang terbatas, kurang mendapatkan wahana untuk mengekspresikan diri atau adanya berbagai mitos dan anggapan dari masyarakat sekitar tentang keberadaan mereka berupa tuntutan dan harapan yang berlebih.
Untuk itu, orang tua maupun sekolah harus mampu membuat sebuah pola pembelajaran yang menyeluruh dan terintegrasi polanya sehingga siswa akselerasi mampu menjalani tahapan pengembangan adversity.

A. Beberapa Hal Yang Menyebabkan AQ Anak Kurang Berkembang
Mari sekarang kita sedikit melakukan introspeksi mengapa AQ anak Indonesia masih cukup rendah, sehingga sering kita temui begitu banyak anak yang mudah terjebak dalam sebuah angan dan harapan kososng akibat ketidakmampuannya menghadapi tantangan dan kesulitan hidup, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini perlu diurai untuk sedikit mengidentifikasi masalah dan mencoba untuk memperbaikinya setahap demi setahap.
Beberapa hal yang menyebabkan AQ anak sangat rendah adalah :
1. Orang tua yang super protektif
Setiap orang tua pasti sayang anaknya. Namun kasih sayang yang hendak dicurahkan kepada anak sering menjadi bumerang karena orang tua cenderung ingin melindungi anaknya dari berbagai kesulitan. Hal ini akan menjadi sebuah kebiasaan dan kemudian tanpa disadari anak maupun orang tua menjadi sangat tergantung satu sama lain.
Misalnya ketika si anak menghadapi masalah dalam pergaulannya di sekolah, masih banyak orang tua yang selalu ingin mengambil alih dengan cepat dan langsung menyerang teman anaknya dengan agresif. Padahal biasanya masalah yang dihadapi anak tidak serumit pandangan orang tua. Orang tua menjadi super protektif langsung ikut dalam dunia anaknya. Sang anak menjadi tidak diajarkan untuk menyelesaikannya sendiri. Masalah seolah selesai dengan keberadaan orang tua dan orang tua merasa anaknya telah dan akan aman selama dirinya ada disampingnya.
Untuk itu, maka orang tua harus mulai untuk melepas anaknya secara bertahap sesuai umur dan perkembangan mental si anak. Anak akselerasi yang relatif lebih cepat menempuh waktu belajar harus mendapatkan bimbingan dengan melakukan pelepasan atau penyapihan dari ketergantungannya kepada orang tua lebih cepat. Proses ini akan membuat kematangan psikologis dan sosialnya bisa berjalan dengan normal. Karena walaupun secara fisik mereka bisa jadi masih kecil, namun kemampuan mereka untuk melakukan analisis sendiri sangat mungkin telah terjadi.
2. Orang Tua Cenderung Membentuk Lingkungan Sosial Anak Berdasarkan Pandangan Orang Tua
Melarang, mengamati dan melakukan tindakan langsung untuk pembentukan lingkungan anak sangat dimungkinkan dengan dimulai mencari sekolah yang cocok dengan keinginan orang tua. Lalu menyeleksi teman dan sahabatnya, melarang mereka bersosialisasi dengan lingkungan tertentu dan menitipkan anaknya kepada guru untuk mendapatkan perhatian lebih.
Hal ini bisa jadi kemudian akan menempatkan anak dalam dunia dan mimpi orang tua itu sendiri. Yang menjadi buruk adalah apabila keterlibatan langsung orang tua menjadi sangat berlebihan. Sang anak tidak bisa lepas dari bayang-bayang orang tua, khususnya ibu.
Orang tua dan guru dituntut untuk berani mengambil resiko dalam mempersiapkan sebuah masyarakat yang akan dihadapi anak dalam kehidupan nyata. Banyak pengetahuan yang akan diperoleh anak dari pengalamannya ketimbang dari uraian teori di kelas. Kehidupan akan melakukan ujian terlebih dahulu kemudian memberikan pengetahuan, sementara di kelas anak akan mendapatkan pengetahuan kemudian ujian.
3. Mendidik Dengan Dominasi kata Larangan, Jangan, Tidak Boleh
Larangan menjadi kata yang dipilih orang tua atau guru untuk menghindari anak dari kesulitan karena efektif dan efisien dari sudut jumlah kata yang harus dipergunakan. Tapi apakah kita memnyadari bahwa bagi usia mereka, larangan adalah berarti pengekangan dan itu artinya adalah sebagai tantangan bagi mereka untuk melanggarnya.
Anak cerdas istimewa memiliki karakter untuk cenderung memberontak. Mereka memiliki banyak pertanyaan dan hasrat keingintahuan yang sangat besar. Pelanggaran yang mereka lakukan umumnya bukan tanpa kesadaran dan ketidaktahuan, tapi justru atas kesadaran dan dengan berjuta alasan yang telah dipersiapkan dengan tujuan untuk menguji sebuah aturan atau tata tertib.

B. Kiat Peningkatan AQ Melalui LEAD
Perlu sebuah sistem yang dipahami semua pelaku pendidikan yang berhubungan dengan anak cerdas istimewa. Ini sangat penting mengingat pendampingan mereka harus bersifat individual dan sesuai dengan karakter unik mereka. Pendampingan yang bersifat parsial dan terputus antara guru-orang tua atau guru-guru justru akan membuat mereka menjadi lebih bingung. Ketidakajegan sebuah peraturan yang diberlakukan di rumah dan disekolah atau antar guru akan semakin membuat mereka bingung, mencoba melakukan analisis sendiri dan kemudian menyimpulkannya secara serampangan.
Namun secara umum, penanganan siswa akselerasi dalam bidang AQ bisa dilakukan dengan metode LEAD (Listen, Explore, Analyse, Do).
1. Listen
Mendengar! Sebuah keterampilan yang sekarang sudah mulai dilupakan. Orang lebih sibuk mempelajari bicara yang baik ketimbang keterampilan mendengar padahal mendengarkan adalah sumber pengetahuan.
Namun terlepas dari semua itu, mendengarkan adalah wakil dari panca indera. Siswa dan anak harus diajarkan untuk peka dengan masalah disekelilingnya, masalah dirinya, masalah teman-temannya karena dengan kemampuan itu, maka mereka akan dapat merasakan sebuah proses pendewasaan dirinya. Mendengarkan adalah kemampuan seseorang dalam mendeteksi lingkungan sekitarnya
Guru dan orang tua perlu juga mulai menjadi pendengar mereka, mendengarkan keluhan, harapan, kecemasan dan kekhawatiran yang mereka alami. Khususnya siswa akselerasi, tentunya mereka memiliki kecemasan akan dirinya dan akan ekspektasi lingkungan yang berlebihan dan bisa menjadi beban tersendiri bagi mereka.
Dikelas guru dituntut untuk menjadikan proses belajar untuk menjadi media anak belajar mendengar. Metode diskusi, curah pendapat, belajar untuk mengidentifikasikan masalah dan mencari berbagai alternatif solusinya. Metode ini menuntut suatu persiapan tema dan tekhnik mendengarkan dari guru itu sendiri.
Di rumah, orang tua harus mulai menjadi pendengar harapan dan ketakutan mereka. Bertanya dan mengeksplorasi mimpi mereka, masa depan dan target hidup mereka. Arahkan kemampuan sang anak untuk mampu mengemukakan pendapatnya secara sistematis dan logis. Sebagai guru saya melihat bahwa kecerdasan akademis anak akselerasi masih belum diikuti dengan kemampuannya mengemukakan pendapat secara runtut dan sistematis.
Pola pendidikan secara sinergi antara sekolah dengan keluarga dalam menekankan kemampuan mendengar dan memaksimalkan panca indera akan menambah kemampuan siswa dalam memahami segala potensi dan masalah dirinya.
Sebagai contoh dalam masalah pengangguran, siswa diajak untuk mencari berbagai permasalahan, teori dan dampak dari pengangguran. Setelah itu siswa diajak untuk membuat resume dalam bentuk laporan tertulis.
2. Explore
Berarti mencari dan menemukan. Dalam teori metode pembelajaran, metode ini disebut dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri, yaitu suatu metode rangkain berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang dipertanyakan (Dr.Wina Sanjaya,M.Pd, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan,2006).
Pada dasarnya, manusia dibekali kemampuan dan kemauan untuk mencari semua jawaban yang dihadapinya. Rasa ingin tahu ini membuat manusia mampu meningkatkan kemampuan panca inderanya, meningkatkan kemampuan berpikirnya dalam mengamati alam, tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Kemudian pengetahuan ini meningkat pada kemampuan memaknai (meaningfull).
Untuk melatih kemampuan explorasi siswa, guru dituntut untuk mampu menciptakan kondisi kelas dalam nuansa kebebasan ilmiah. Yaitu sebuah suasana yang membuat siswa nyaman mengemukakan segala pendapatnya dalam batasan dan koridor ilmiah. Dengan demikian siswa akan terus mengoksplorasi kemampuan berpikirnya sampai akhirnya menemukan sendiri jawabannya.
Oleh karena itu, dalam metode atau strategi ini memiliki beberapa prinsip, yaitu :
a. Berorientasi pada pengembangan intelektual
b. Prinsip interaksi aktif
c. Prinsip bertanya
d. Prinsip belajar untuk berpikir, dan
e. Prinsip keterbukaan
Dengan contoh tentang materi pengangguran diatas, siswa kemudian kita ajak untuk saling bertukar pikiran antar anggota belajar dalam mencari, mengurutkan dan merunut sebab, dampak dan usaha pemerintah dalam mengatasi hal tersebut.
3. Analyse
Adalah melakukan pengamatan dalam pola detail dimana akhirnya pelaku akan menemukan jawaban dan pengetahuan lebih tentang obyek tersebut. Analisa adalah proses berpikir tingkat lanjut dari berpikir. Dengan analisa siswa belajar untuk mampu mengurai suatu pokok bahasan dan berbagai bagiannya dan menelaah bagian-bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat.
Dalam strategi pembelajaran, guru mengenal sebuah metode bernama Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB). Dengan dua metode ini diharapkan siswa mampu memahami arti masalah, belajar untuk menetapkan suatu masalah, mengurai dalam bagian-bagian kecil, melakukan pengamatan dari setiap bagian, mencari hubungan antar bagian dan kemudian menyimpulkan untuk menemukan berbagai solusi yang mungkin terpeikirkan oleh siswa.
Misalnya masih dalam masalah pengangguran di Indonesia, guru dapat melontarkan permasalahan ini, bertanya mengapa pengangguran disebut sebagai masalah, kemudian menguraikan sebab dan dampak dalam bagian yang lebih sempit, menganalisa bagian-bagian kecil tersebut, menganalisa sebab bagian tersebut dan mencari hubungan antar sebab dan dampak untuk kemudian menyimpulkan dan memberikan pemikiran seputar solusi yang bisa diambil, minimal oleh dirinya sendiri supaya tidak menjadi bagian dari penganggur.
4. Do
Lakukan! Sehebat apapun kita belajar tentang teori renang, maka tidak akan berarti banyak ketika tidak melakukannya dikolam renang. Bagaimana mengajarkan anak untuk bisa memahami pentingnya belajar materi penagguran bila anak tidak diajak langsung terlibat mengambil kehidupan penangguran atau belajar langsung untuk mengasah kemampuannya supaya terampil dan bersiap menghadapi masa depan.
Strategi bagi guru untuk melibatkan siswa dalam proses adalah metode Contextual eaching and Learning (CTL). Metode ini adalah suatu strategi yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukanmateri yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata dalam kehidupan mereka.

Dari uraian diatas, kita dapat menambah wawasan baru tentang berbagai “Quotion” yang harus dipelajari kita dan anak dalam mempersiapkan masa depannya dengan baik. Semoga ditulisan saya yang akan datang dapat lebih banyakmengurai lagi masalah AQ ini.

Bandung 28 Maret 2009

Tidak ada komentar: