Senin, 09 Maret 2009

stop bullying

Kita, adalah orang dewasa secara umur maupun jabatan, fisik dan kedudukan. Bisa guru, orang tua, kakak, bos, manager atau kepala sekolah.
Mereka adalah orang-orang yang lemah dan menjadi pihak tertindas. Seperti siswa, anak, adik kelas, adik kandung, bawahan, tukang parker, pembantu atau karyawan. Tapi pada tulisan ini, kebanyakan kata mereka menggantikan kata anak, siswa atau seusia mereka.
Tujuan tulisan ini tidak untuk membahas bullying dalam landasan teori. Arti atau definisi bullying itu sendiri agak sulit diterjemahkan dalam bahasa Indonesia karena menyangkut sebuah tindakan halus sampai tindakan ekstrim kasar dan keras. Tulisan ini akan lebih focus pada beberapa bentuk bullying yang umum dilakukan guru atau orang tua kepada siswa atau anak, penyebab dan langkah antisipasi dan treatment yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya. Dan yang terpenting kita, harus bisa mengkomunikasikan bahwa tindakan yang menjurus bullying itu sangat berbahaya bagi korban maupun pelaku tindakan tersebut dan bergerak cepat ketika melihat tindakan tersebut.
STOP BULLYING !!!
Bullying ? sebuah kata yang mungkin sudah begitu akrab dalam keseharian kita, namun tanpa kita sadari telah menjadi kegiatan kita sehari-hari. Kita menganggapnya sebagai hal yang lumrah dan menjadi kurang peka dengan perasaan orang lain.
Bullying? Sebuah kata yang menerangkan sebuah proses tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah (Stop Bullying, Barbara Coloroso,2007). Pengertian lain dipaparkan bahwa bullying adalah “intimidation of weaker person: the process of intimidating or mistreating somebody weaker or in a more vulnerable situation” (Microsoft® Encarta® 2008. © 1993-2007 Microsoft Corporation. All rights reserved.)
Penindasan? Sebuah kata yang sangat kita sadari berkonotasi negative. Perasaan serta logika kita pasti akan menolak tindakan seperti itu. Bahkan mungkin kesadaran kita membantah bahwa kita pernah atau sering melakukan aktifitas itu. Kita membayangkan sebuah tindakan pemukulan, pengeroyokan, penganiayaan dan penyiksaan secara fisik ketika mendengar kata penindasan.
Tapi yang tidak kita ketahui atau sadari adalah proses penindasan dalam bentuk verbal. Ini adalah sebuah aktivitas yang sangagt sulit di identifikasi. Tujuan baik yang terkandung dalam setiap perkataan kita, menjadi sesuatu yang membuat kita menjadi kurang peka terhadap makna yang terkandung dalam kata itu sendiri. Tidak menjadi memperhatikan tekhnik, metode dan cara penyampaian. Bahkan kita tidak pernah merasa perlu memperhatikan bahasa tubuh, perasaan dan ekspresi mereka ketika sedang mendengarkan apa yang kita bicarakan.
Yang lebih parah adalah kita sering membiarkan proses bullying terjadi di lingkungan kita tanpa mampu dan mau berbuat untuk mencegahnya. Proses penindasan sesama mereka di sekolah, teman permainan, lingkungan rumah mereka kita anggap sebagai aktivitas social yang harus mereka jalani dan proses pendewasaan, padahal mental, fisik, dan pikiran mereka belum tentu mampu mencerna dari setiap tindakan yang muncul di sekitar mereka.
BEBERAPA BENTUK BULLYING DI SEKOLAH DAN DI RUMAH
Guru...?
Agak masih sulit saya pahami, ketika ada guru yang berkata kasar kepada siswa, mengejek, menghakimi, memojokkan bahkan cenderung menteror siswanya di sekolah. Selain mengingkari hakekat profesi guru, yang jelas tidak ada landasan teori apapun yang membenarkan tindakan-tindakan seperti itu.
Dan yang jelas, tujuan pendidikan untuk melahirkan manusia yang seutuhnya akan menjadi proses kebalikannya, dehumanisasi. Sebuah pola merendahkan derajat kemanusiaan sejak dini yang akan berdampak pada pertumbuhan mental mereka di kemudian hari justru akan melahirkan sebuah masyarakat yang sakit secara mental.
“kamu tuh dasar anak bandel, susah dinasehatin…bapak ga paham dengan kamu. Udah bodoh, item, jelek, hidup lagi…!”
Bentakan, marah tanpa kendali, kekerasan fisik, pelecehan maupun teguran yang tidak memperhitungkan waktu, tempat dan cara merupakan bentuk bulyying yang umum terjadi di sekolah. Dengan posisi guru yang memiliki otoritas lebih ketimbang siswa, kita sering lupa untuk untuk mencoba memposisikan.
Sesama siswa...?
Kita sering mendengar kata ”palak”, ”sepet”, ”gencet” di sekitar sekolah. Tapi seberapa jauh kita menyikapi hal ini? Sering ada siswa yang memilih untuk tidak sekolah dan memnurun prestasinya karena ada tekanan atau pressure yang kuat dari rekan atau kakak kelasnya. Dimana ita sebagai guru menyikapi dan menuntaskannya dengan tuntas.
Anggapan kalau semua itu adalah pengalaman yang harus dilalui mereka dan akan membuat mereka sadar akan kejamnya hidup, sangatlah tidak beralasan. Pendampingan sangat penting ketika mereka menjadi pelaku atau korban bullying di sekolah. Bahwa perbuatan itu tidak saja melanggar aturan sekolah tapi juga berdampak secara psikologis.
Mereka harus diberikan pemahaman sederhana dari berita-berita yang ada di sekeliling merekatentang dampak dari perbuatan mereka yang berperan sebagai pelaku bullying. Atau memberikan alternatif solusi bagi mereka yang menjadi korban bullying bahwa hidup tidak sesederhana itu. Diam menerima perlakuan bullying bukanlah sikap bijak.
guru harus ada disamping korban dan pelaku bullying.
Disini...disekolah mereka harus menemukan rasa aman dari kesimpangsiuran hidup. Mampukah sekolah menghenetikann tindakan bulyying dengan mencegahnya sedini mungkin dan menjadi sandaran semua siswa untuk bersandar dari ketidaknyamanan hidup ini!
Mari bersama hentikan bullying

Tidak ada komentar: