Minggu, 08 Maret 2009

MEMAKNAI KEMBALI HAKEKAT PENDIDIKAN

Di dedikasikan untuk para guru Labschool Kebayoran Jakarta

5 hari di SMP Labschool Kebayoran benar-benar memberikan saya pencerahan untuk kembali memaknai hakekat pendidikan. Pertukaran pelajar yang dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) tidak saja menanamkan nilai kepada siswa yang melaksanakannya, namun juga berdampak positif pada guru pembimbing yang berinteraksi langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar disekolah yang dikunjungi.
Nilai-nilai yang bisa diambil bagi siswa misalnya adalah pemahaman bahwa untuk mencapai tujuan yang sama tidak selalu harus dilakukan dengan cara yang sama pula. Bagaimana mereka mampu melihat berbagai program dan cara yang ditempuh suatu komunitas dalam mencapai tujuan bersama dalam kerangka semua memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri sesuai dengan lingkungan dan tantangannya. Juga siswa dididik untuk tidak merasa puas dengan apa yang sudah kita miliki saat ini. “masih ada langit di atas langit” cukup tepat untuk menggambarkan bahwa usaha dan perasaan kita merasa paling hebat, paling kuat, paling sengsara, paling menderita, tidak menjadi berarti apa-apa ketika langsung merasakan bergaul dengan dunia baru. Hidup tidak sesederhana yang mereka nilai.
Untuk guru juga demikian! Masih ada nilai-nilai yang bisa kita petik dari kunjungan sesaat tersebut. Berinteraksi langsung dengan ikut mengajar, menjadi pendengar, terlibat dalam rapat dan kegiatan guru lainnya semakin menyadarkan kita bahwa pengorbanan yang sudah kita lakukan belum berarti apa-apa dibandingkan dengan pengorbanan orang lain yang justru lebih akhlas dan tulus. Keluh-kesah, kekecewaan, keletihan dan sejuta rasa yang terkadang mengganggu keikhlasan kita sedikit-demi sedikit mulai berkurang karena ternyata masih ada yang bisa bekerja dengan hati! Di dunia seperti ini.
SMP Taruna Bakti dan SMP Labschool memiliki sebuah visi yang hampir sama, yaitu sekolah yang berorientasi dan berpikir global dengan tetap menanamkan nilai universal dan pendidikan watak kepada siswanya dalam nuansa pembauran, menghargai perbedaan. Dengan program yang terarah walaupun berbeda dalam nama, namun sama dalam hakekatnya, kedua sekolah terus bersinergi untuk melahirkan sebuah sekolah “ideal” dan pelopor bagi lahirnya calon pemimpin masa depan yang berkualitas.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, beberapa nilai yang bisa dipetik dari kunjungan tersebut diantaranya adalah :
1. Betapa pentingnya profesi guru sebagai pendidik bangsa
Ini bukan sekedar memuji profesi sendiri, namun benar-benar nampak bagaimana figure seorang guru masih bisa mempengaruhi jiwa dan karakter siswa. Sebagai manusia yang juga tak luput dari kesalahan, sosok guru tetaplah dianggap panutan dan standar nilai bagi anak didiknya. Ketika anak didiknya berada dilingkungann yang longgar nilai, telah bias budaya seperti di Kota Jakarta, ketika tatanan nilai local mulai sudah memudar, maka sosok guru masih tetap menjadi standard dan acuan bagi anak didiknya dalam bersikap. Sekolah Labschool Kebayoran telah berhasil merancang sebuah system untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya pendidik secara berkesinambungan dan terarah. Berbagai pelatihan dan In House Training yang dilaksanakan telah focus dan mengarah pada pembentukan karakter guru, seperti pelatihan tentang Quantum Ikhlas, ESQ, Hypnoterapy pendidikan, membangun komunikasi, Mind Mapping dan lain sebagainya benar-benar akan membuka wawasan guru untuk terus mau berubah kearah yang lebih baik.
2. Pentingnya pendidikan sikap dan karakter pada siswa
Ketika suatu sekolah dihadapkan pada pilihan untuk mengembangkan kognitif, afektif dan psikomotor (idealnya memang ketiganya harus relative seimbang), maka pendidikan sikap, karakter dan watak harus berada diprioritas yang paling tinggi. Bagaimana sekolah menanamkan jiwa kemandirian melalui berbagai kegiatan yang hampir 100% dilaksanakan oleh siswa, kejujuran melalui adanya Honesty Market, apresiasi dan menghargai karya orang lain melalui ajang kreatifitas dan ekspresi siswa, penanaman nilai keagamanan melalui pelajaran pendalaman agama, benar-banar harus mendapatkan apresiasi yang positif dari semua pihak.
Bukan masalah ada atau tidaknya mata pelajaran budi pekerti di kelas tapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana siswa dapat melihat secara langsung nilai dan karakter yang diajarkan itu benar-benar menjadi nyata pada figure-figur guru dan pendidiknya. Dulu, ada mata pelajaran budi pekerti, bahkan orang tua kita selalu menganggap bahwa itu adalah pelajaran penting bagi siswa dan menuntut agar pelajaran itu diadakan kembali. Yang menjadi masalah adalah, Negara Indonesia lahir dan tumbuh sebagai Negara paling korup di dunia ini juga karena ulah siswa didik terdahulu yang “katanya” pernah mendapatkan pendidikan Budi Pekerti itu! Anak sekarang dan guru masa kini bertanya, “dimana dan seperti apa sosok manusia yang pernah dilahirkan dari Mata pelajaran budi pekerti itu?”.
Namun bukan berarti saya tidak setuju dengan mata pelajaran tersebut, namun yang ingin digarisbawahi adalah sudah siapkan semua guru (tidak hanya guru mata pelajaran budi pekerti) mampu menempatkan diri mejadi sosok nyata bagi siswa didiknya untuk menjadi figure pelaksana “nilai-nilai budi pekerti” tersebut.
Di SMP Labschool Kebayoran, tidak ada mata pelajaran budi pekerti secara specific dan terpisah. Namun semua nilai itu telah ada, minimal ketika guru berinteraksi langsung dengan siswa dengan menjadi sosok real, nyata dan langsung teramati pada guru yang berada disekolahnya.
3. Pentingnya sebuah kata ikhlas
Tulisan ini saya persembahkan untuk guru yang senantiasa mendampingi saya di SMP Labschool Kebayoran. Beliau, walaupun lebih muda dari saya, namun kemampuannya dalam mencintai profesi dengan ikhlas patut saya acungi dua jempol.
(ketika berteduh karena macet dan hujan di Kota Jakarta, setelah diedit…) “Pak Imam, kalau saya tujuannya mencari uang, saya tidak akan keluar dari tempat bekerja saya yang dulu, sebuah perusahaan besar dan berkecimpung di dunia entertainment. Tapi karena satu dan lain hal saya sekarang memilih menjadi guru. Sebuah profesi yang mungkin dulu dianggap sebelah mata oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Sebuah profesi tanpa masa depan. Tapi saya mendapatkan sebuah pelajaran dan keyakinan bahwa rezeki itu Allah yang mengatur. Hanya kematian yang bisa menghentikan rezeki Allah yang datang kepada kita. Rezeki Allah berhenti ketika kita mati. Jadi selama kita hidup dan yakin, Allah tidak akan pernah menghentikan kucuran rezekinya kepada kita. Saya pernah menjenguk orang sakit dan telah 3 bulan di rumah sakit hanya dengan mengandalkan infuse saja. Ternyata orang itu, walaupun sedang sakit dan tidak berdaya, Allah masih saja memberinya rezeki walau melalui tetesan infuse itu. Tidak ada orang yang bisa menghetikannya kalau Allah berkehendak.
Tapi kalau kita “ngoyo” untuk sekedar mencari rezeki saja tanpa perhitungan juga tidak benar. Allah sudah mematok rezeki kita sesuai dengan kebutuhan kita. Misalnya allah sudah mematok rezeki kita selama 60 tahun itu 20 milyar, ya segitu rezeki kita. Kalau dalam jangka waktu hidup kita yang baru 40 tahun kita serakah dengan memaksakan untuk meraih jatah rezeki kita dengan penuh, maka habislah jatah hidup kita, khan?”
4. Pentingnya membangun suasana kerja yang dilandasi kepercayaan.
Pendidikan, khususnya sekolah adalah sebuah profesi yang berhubungan langsung dengan jiwa, pelayanan dan kepercayaan. System dan hubungan yang dibangun akan berbeda dengan apabila kita bekerja di sebuah perusahaan textile atau garment misalnya. Yang kita hadapi adalah anak didik yang masih tumbuh perkembangan jasmani dan rohaninya. Sebuah profesi yang menuntut hubungan kemanusiaan penuh dalam berinteraksi sehari-hari. Ketenangan guru dan loyalitas guru kepada sekolah, akan membawa dampak kepada bagaimana seorang guru dalam berhubungan dengan siswanya. Guru yang tenang dan senang berada di sekolahnya akan melahirkan suatu sikap yang baik dan membawa energi positif kepada siswanya dan seballiknya, ketidaknyamanan guru dalam berinteraksi dengan sesama rekan dan lingkungan, akan berdampak tidak baik dalam relasi guru-siswa serta akan menularkan energi negative kepada siswa.
System yang dibangun dengan landasan kepercayaan dari kepala sekolah, yayasan dan masyarakat akan membawa dampak pada kenyamanan dan ketenangan guru dalam bekerja. Misalnya, sebagai manusia tentunya guru tidak akan selamanya benar dan baik, namun dengan komunikasi yang positif, guru akan mengakui kesalahannya atas dasar kesadaran, bukan rasa takut dan terintimidasi. Sehingga dalam membuat inovasi dan metode pengajaran atau membangun relasi dengan siswa akan lebih merasa bebas dan kreatif.
Hanya empat? Nggalah....masih banyak tapi khan ditulis sesuai dengan tema yang akan dibahas. Semoga saya msaih bisa mengurai dan menyusun berjuta hikmah seminggu di Labschool. Amien.
Bandung, 7 Maret 2009

Tidak ada komentar: